Habaib dan Islamisasi di Tanah Kutai

Jumat 14-02-2020,12:02 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

KITA tidak mengenal banyak asal-usul habaib di Kutai. Kita memiliki literatur yang relatif terbatas. Paling tinggi diceritakan di Salasila van Koetai. Tentang kehadiran seorang tokoh habaib dari Sulawesi. Kemudian ke Kerajaan Mempawah. Barulah ke Kerajaan Kutai. Beliau dikenal Habib Tunggang Parangan. Masyhur dengan sebutan gelarnya itu. Nama aslinya sampai sekarang belum bisa kita pastikan. Periode sebelum beliau, kita tidak mengetahuinya. Apakah ada kelompok habaib yang masuk atau tidak di Kutai. Mengenai keislaman dan habaib, ini datangnya beriringan. Tetapi dari banyak bukti sejarah, saya menduga sebelum Habib Tunggang Parangan, Kerajaan Kutai sudah mengenal Islam. Tetapi catatan sejarah tertua menyebutkan, Islam di Kutai masuk pada masa Habib Tunggang Parangan. Disebutkan dalam catatan sejarah, beliau datang ke Kutai pada masa pemerintahan Raja Mahkota. Yang berkedudukan di Jembayan. Ada dua versi yang diuraikan dalam Salasila van Koetai. Tetapi dua versi itu menyebutkan, beliaulah yang mendakwahkan Islam kepada raja. Ada yang menyebut dengan cara dakwah. Ada pula yang menyebut proses pengislaman dengan cara mengadu kesaktian. Terlepas dari perbedaan itu, yang mengislamkan Kerajaan Kutai pada masa kepemimpinan Raja Mahkota adalah Habib Tunggang Parangan. Mengenai figur Habib Tunggang Parangan ini, kita hanya mengenal gelarnya. Dulu saya bertemu dengan orang tua kita di Samarinda Seberang dan orang tua kita yang asli Kutai. Saya berkesimpulan, nama beliau yang masyur adalah Sayyid Abdurrahman Alaydrus. Saya tidak tahu bagaimana sebabnya. Tiba-tiba dinisbahkan kepada beliau nama Sayyid Hasyim bin Mushayyikh bin Yahya. Semua orang yang pernah saya tanya berkesimpulan, sematan nama ini berasal dari orang luar Kaltim. Bukan orang asli Kaltim. Kalau di Kaltim, ma’ruf dengan sebutan Sayyid Abdurrahman Alaydrus. Beliau tidak diketahui keturunannya. Dalam Salasila van Koetai, tidak disebutkan pula keturunannya. Saya meyakini, mungkin saja beliau memiliki keturunan yang membaur dengan bangsawan Kutai. Karena tidak ada catatan silsilah, terjadi kekaburan silsilah. Ketika kita berbicara kehadiran Islam di Kutai, kita akan menemukan beberapa fase. Raja-raja Kutai, saya meyakini sudah memeluk Islam sebelum Raja Mahkota menganutnya. Namun catatan sejarah perlu digali lebih lanjut. Supaya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pada saat ke Kutai, beliau menaiki hiu parang. Hiu yang memiliki moncong di depan. Abah saya kebetulan sejarawan. Beliau mempunyai analisa yang lebih dalam. Abah berpendapat, biasanya orang-orang zaman dulu menggunakan bahasa-bahasa yang hiperbolik untuk menunjukkan keagungan seseorang. Misalnya raja-raja Kutai dikatakan keturunan seorang dewa yang diulurkan menggunakan tali dari langit ke bumi. Ini menggambarkan raja berbeda dengan orang kebanyakan. Maknanya, raja adalah satu entitas yang berbeda dengan yang lain. Sekarang orang-orang melakukan pencitraan di media. Dulu tidak ada media massa. Karena itu, mereka menggunakan bahasa tutur. Untuk menjelaskan bahwa dia superior. Di Nusantara, para tokoh menunjukkan superioritasnya dengan sebutan hewan. Misalnya Gajah Mada, Hayam Wuruk, Lembu Sora, dan lain-lain. Ini menunjukkan kegagahan dan keperkasaan. Sebenarnya ini hiperbolik. Seperti itulah gambarannya. Karena Habib Tunggang Parangan ini datang dari Sulawesi, beliau menggunakan perahu cadik. Yang memang sepintas mirip dengan hiu parang. Orang-orang menggambarkan keagungannya dengan mitologi, beliau menaiki hiu parang saat berlayar ke Kutai. Habib Tunggang Parangan menjadi guru dari anak raja. Muridnya inilah yang mengislamisasi Kerajaan Kutai. Gelarnya Aji Dilanggar. Langgar itu musala. Bahasa orang Kutai langgar. Intinya anak raja ini menghabiskan masa hidupnya di musala untuk menuntut ilmu. Setelah menjadi raja, program utama beliau membangun langgar. Artinya apa? Ini proses islamisasi. Periode awal islamisasi yang ada data forensiknya. Proses islamisasi yang dilakukan Habib Tunggang Parangan di awal-awal itu, terjadi adu kesaktian antara beliau dengan raja. Raja Kutai disebut Raja Mahkota. Karena memiliki mahkota yang sakti. Ketika berperang tanding dengan raja, Habib Tunggang Parangan ditantang. Raja akan masuk Islam ketika habib bisa mengalahkannya. Pertama, kalau habib bisa menemukan tempat persembunyian raja, maka ia akan mengikuti agama habib. Dalam riwayat ini, sembunyi dalam artian ilmu mistik. Raja menghilang. Habib diminta mencarinya. Tiba-tiba habib masuk dalam sebuah tiang di keraton. Kemudian beliau keluar dengan membawa raja. Raja dikeluarkan dari kayu besar. Kedua, raja melemparkan mahkotanya. Habib diminta mengambil mahkota tersebut. Mahkota itu terbang. Saat itu habib melemparkan terompanya. Terompa ini mengena ke mahkota. Kemudian mahkota jatuh. Pada saat itulah raja kalah. Akhirnya beliau masuk Islam. Saya meyakini hikayat ini simbolis. Orang-orang dulu menceritakan sesuatu dengan bahasa umum. Tetapi ada bahasa khusus yang terpendam di situ. Ingin disampaikan secara khusus. Hanya orang-orang khusus pula yang bisa memahaminya. Misalnya sembunyi-sembunyian, masuk, dan hilang. Ini menunjukkan jati diri dalam pengertian jiwa. Ketika habib masuk dalam jiwa raja, maka itu dapat dipahami oleh raja bahwa habib bisa memahami jiwa dan keadaannya. Kala raja bersembunyi, habib bisa menemukannya. Sedangkan pada saat habib bersembunyi, raja tidak bisa menemukannya. Raja menyerah. Kemudian ia bertanya di mana habib. Tiba-tiba habib menjawab ada dalam perut raja. Ini menunjukkan apa? Ini masalah psikologis. Artinya, ketika habib masuk dalam tubuhnya, habib memahami kondisi kejiwaan raja. Beliau memberikan solusi-solusi untuk menyembuhkan problem kejiwaan tersebut. Inilah pesan yang ingin disampaikan dalam hikayat itu. Mahkota itu sebutan yang bersifat simbolis. Mahkota adalah benda yang paling agung yang diletakkan di kepala. Sebentuk kehormatan yang diletakkan di atas kepala seseorang. Digambarkan juga terompa. Ini adalah sarana untuk berjalan. Ini sebentuk keyakinan sufistik yang mengarahkan seseorang pada perjalanan jiwa. Secara pribadi, saya meyakini, Habib Tunggang Parangan bukanlah orang yang mengislamkan Tanah Kutai. Tetapi kalau kita mau memandangnya lebih tajam, ia yang mulai men-thoriqot-kan Islam di Kutai. Jadi keberadaan Islam yang ber-thoriqoh itu setelah beliau mengislamkan Raja Mahkota. Masa-masa selanjutnya terjadilah islamisasi secara marak di masa Raja Aji Dilanggar. Setelah Habib Tunggang Parangan mengislamkan Raja Mahkota Islam, beliau menjadi mufti di kerajaan. Guru dari anak raja yang bergelar Aji Dilanggar. (*)

Tags :
Kategori :

Terkait