SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Harga minyak dunia naik sekitar 1% pada perdagangan Senin (17/3/2025), setelah Amerika Serikat menegaskan akan terus melancarkan serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman.
Serangan ini guna menghentikan aksi kelompok Houthi yang menyerang kapal-kapal pengangkut minyak AS di Laut Merah.
Pada pukul 00:15 GMT, harga minyak Brent tercatat naik 72 sen atau 1,02% menjadi US$71,30 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) meningkat 72 sen atau 1,1% ke level US$67,90 per barel.
Peningkatan harga minyak ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Serangan udara yang dilakukan AS terhadap kelompok Houthi di Yaman, yang menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola oleh Houthi telah menyebabkan sedikitnya 53 korban jiwa, menjadi operasi militer terbesar AS di wilayah tersebut sejak era pemerintahan Donald Trump.
BACA JUGA:50 Orang Tewas dalam Peristiwa Kebakaran Kelab Malam di Makedonia Utara
BACA JUGA:Dua Jurnalis dan 5 Warga Sipil Tewas dalam Serangan Drone di Gaza
Serangan yang dilakukan kelompok Houthi terhadap kapal-kapal dagang di Laut Merah telah mengganggu rantai pasok global, sehingga mendorong respons tegas dari Washington.
Pejabat AS mengungkapkan bahwa kampanye serangan udara ini diperkirakan akan berlangsung selama beberapa pekan ke depan.
Di sisi lain, harga minyak pada pekan lalu berhasil mengakhiri tren penurunan yang terjadi selama tiga minggu berturut-turut.
Namun, masih terdapat kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan negara-negara mitranya seperti China, Meksiko, dan Kanada.
Analis dari Goldman Sachs telah menurunkan proyeksi harga minyak, dengan memperkirakan harga Brent pada Desember 2025 akan berada di level US$71 per barel, atau lebih rendah US$5 dari prediksi sebelumnya.
Selain itu, harga Brent diperkirakan akan bergerak dalam kisaran US$65 hingga US$80 per barel.
Goldman juga memprediksi bahwa pertumbuhan permintaan minyak akan lebih lambat dibandingkan perkiraan sebelumnya, sementara pasokan dari OPEC+ diprediksi akan lebih besar dari yang telah diantisipasi sebelumnya.
Selain itu, data terbaru menunjukkan bahwa sentimen konsumen AS turun ke level terendah dalam 2,5 tahun terakhir akibat kekhawatiran bahwa kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump akan memicu lonjakan harga dan melemahkan perekonomian.