Berbagi Nafkah dengan Pesut

Selasa 28-01-2020,20:43 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Habitat pesut Mahakam yang terpinggirkan oleh aktivitas manusia, sering kali terdengar renyah menjadi bahan perbincangan publik. Utamanya para pemerhati dan pegiat lingkungan. Tapi rupanya hanya selesai sampai di situ. Hingga saat ini, praktis belum ada aturan teknis untuk melindungi lumba-lumba air tawar tersebut. Hanya ada UU No 5 Tahun 1990 dan PP No 7 tahun 1999. Apa sudah cukup? --------------- PADA 11 Januari, seorang nelayan bernama Alamin di Desa Pela, Kota Bangun, menemukan dua ekor pesut mahakam melintasi kawasan sungai yang tembus ke Danau Melintang. Dalam video yang diposting dari akun Facebooknya, tampak dua ekor pesut bermain-main, muncul dan tenggelam. "Salam Pesona Indonesia. Pesut di Sungai Pela ini apakah lagi pacaran atau mau melahirkan. Mari lindungi, cintai, dan lestarikan pesut mahakam," katanya. Kehadiran pesut juga sampai ke perairan Teluk Balikpapan. Ditemukan tepatnya di Sungai Somber. Pencinta lingkungan, yang juga Ketua Mangrove Center Balikpapan, Agus Bei, menemukan seekor pesut melintas. Momen itu ia bagikan di akun Facebook-nya pada 9 Januari 2020. Agus mengenang, peristiwa itu terjadi dua minggu sebelum libur tahun baru. Berdasarkan laporan dari relawan Mangrove center. Kala itu, ia pun mencoba mengabadikan momen tersebut. "Saya menemukan seekor pesut panjangnya sekitar 1,5 meter. Kayanya nyasar dan terpisah dengan kelompoknya. Karena biasanya mereka berkelompok 3 sampai 6 ekor," kata peraih Kalpataru ini. Saat ini, kata dia, keberadaan pesut di teluk Balikpapan khususnya di Sungai Somber mulai mudah ditemukan. Bahkan bisa dilihat setiap hari. Agus mencermati, keberadaan mereka tak lain karena ekosistem di Sungai Somber masih terjaga dengan baik. Pesut betah. Banyaknya ikan-ikan kecil, sebagai makanan yang menjadi daya tarik. Barangkali di hulu Sungai Mahakam, mungkin dari habitat asalnya, sudah tidak bersahabat lagi. Karena rusaknya ekosistem habitat pesut bermain. "Yang membedakan, biasanya kalau dari pesut mahakam itu dia lebih ramping," paparnya. Saat ini, Agus dan teman- teman komunitasnya terus bergerak. Mensosialisasikan kepada masyarakat sekitar, atau para nelayan yang kerap melintas di Sungai Somber dan sekitarnya. Agar ikut berkontribusi menjaga kelestarian habitat pesut, sehingga tidak punah. Caranya tidak melakukan aktivitas yang mengancam keberadaan satwa tersebut. "Kita harus berikan pemahaman kepada masyarakat, nelayan, supaya kalau melintas jangan terlalu ke tengah. Dan untuk nelayan, jangan pasang rengge. Karena pesut patut dilindungi," harapnya. Hadirnya pesut juga mulai dikeluhkan para nelayan. Karena sumber tangkapan ikan jadi berkurang. Berbagi "jatah" dengan pesut itu sendiri. Namun di sisi lain, pesut hewan yang dilindungi oleh Undang-Undang. Oleh karena itu, kata dia, perlu dijaga bersama-sama. Apalagi di kawasan teluk Balikpapan ini nanti menjadi central lokasi Ibu Kota Negara (IKN). Banyak analisis lingkungan yang mengkhawatirkan bakal mengancam ekosistem teluk. Termasuk keberadaan pesut. Namun, Agus punya anggapan berbeda. Ia tidak melihat hadirnya IKN bakal mengancam hewan yang dilindungi tersebut. Baik pesut maupun bekantan di teluk Balikpapan. Ia menilai, hadirnya IKN malah bisa menjadi jalan, kepedulian pemerintah untuk menjaga kelestarian ekosistem dan kelestarian hewan langka di teluk Balikpapan, termasuk pesut. "Saya optimistis malah akan dilindungi. Balikpapan kan sebagai kota penyanggah. Kawasan mangrove center bahkan akan dijadikan destinasi wisata IKN. Mau tak mau harus dilindungi," tegasnya. TERDATA MATI 5 EKOR (2019) Pesut Mahakam, hewan mamalia khas Kalimantan Timur (Kaltim) ini sepanjang 2019 dilaporkan mati lima ekor. Data tersebut menurut laporan dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI). Dalam identifikasi kematiannya, BKSDA menemukan kematian hewan jenis lumba-lumba air tawar ini dalam waktu dan di lokasi berbeda. Namun ditemukan di sepanjang habitatnya di Sungai Mahakam. Kasus kematian pertama ditemukan pada April 2019. Berada di Sungai Loa Haur Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian ditemukan kembali pada September 2019 di Tering Kabupaten Kutai Barat. Lalu, penemuan lainnya terjadi di bulan yang sama, September 2019. Pesut Mahakam ditemukan warga di Hilir Sungai Mahakam dan pada Oktober 2019 di perairan hulu Kota Bangun, Kutai Kartanegara. Sementara satu kasus lainnya, ada laporan dari masyarakat namun hingga saat ini belum ditemukan bangkainya. Menutur Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar, dari temuan kasus lima ekor yang mati tersebut, hanya satu yang berhasil diidentifikasi penyebab kematiannya. Yaitu karena jaring tangkap ikan. Yang lain, tak bisa diidentifikasi penyebabnya. Karena pada saat ditemukan sudah dalam kondisi membusuk. "Tiga lainnya tak bisa diidentifikasi dokter hewan karena busuk. Satu ekor dilaporkan warga mati, tapi tidak ada foto kejadian kami belum temukan bangkainya," ungkapnya. Berdasarkan UU No 5 tahun 1990 tentang Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya serta PP No 7 tahun 1999, pesut Mahakam merupakan jenis satwa dilindungi. Dari temuan kasus tersebut, ancaman bagi habitat pesut Mahakam adalah penggunaan jaring dan potas para nelayan di sepanjang Sungai Mahakam. Tak hanya itu, aktivitas lalu lintas tongkang batu bara dan limbah perusahaan juga disebut menjadi ancaman habitat pesut di Sungai Mahakam. Meski demikian, ia mengklaim khusus untuk ancaman jaring penangkap ikan mulai menurun. Pasalnya sebagian nelayan sudah sadar akan perlindungan terhadap Pesut dan beralih menggunakan alat tangkap lain. Menurutnya, lalu lintas kendaraan kapal ponton angkut batu bata pun turut mengganggu. Hanya saja, kata dia, belum ada identifikasi soal pesut mati karena terbentur, tertabrak atau pun terkena baling- baling kapal. "Jadi habitat mereka ini sekarang ke sungai kecil atau anak sungai ke bagian hulu sungai. Bahkan sudah menghindari di Sungai Mahakam. Sejauh ini, pesut sering bermain di simpangan Kedang Kepala dan Kedang Rantau, Kutai Barat,” bebernya. Dengan penemuan kasus lima kematian tersebut di tahun 2019, populasi pesut mahakam diperkirakan menyusut. Jika sebelumnya, berkisar dari 81 sampai 85 ekor di sepanjang Sungai Mahakam, kini populasinya diprediksi hanya 81 ekor saja. “Relatif stabil, karena saat ada yang mati, yang lain melahirkan," ucapnya. Untuk mencegah menyusutnya populasi pesut, BKSDA saat ini tengah mendorong pemerintah daerah untuk membuat zonasi di Sungai Mahakam. "Membuat zonasi bagi areal-areal bermain Pesut Mahakam untuk menjaga habibat bermain mereka," pungkasnya. (*) **** Belum Ada Regulasi Daerah Khusus Lindungi Pesut UPAYA menjaga kelestarian pesut mahakam pernah digaungkan oleh para aktivis lingkungan. Usulannya dengan mempertahankan kawasan konservasi yang masih lestari. Seperti di Teluk Balikpapan. Diusulkan kawasan konservasi di lokasi tersebut seluas 32.247 hektare. Aturannya berupaya payung hukum. Pergub atau Perda. Dengan begitu, perbicangan hewan dilindungi tersebut tidak hanya selesai di meja diskusi. Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Syafruddin mengakui bahwa belum ada regulasi daerah untuk menjaga kelestarian pesut Mahakam. Meskipun, satwa ini masuk dalam kategori hewan yang dilindungi oleh undang-undang. Artinya, kata dia, pemerintah harus bertanggung jawab melestarikan keberadaan pesut. Namun, menurut Udin, sapaan akrabnya, keberadaan pemerintah belum berkontribusi nyata menjaganya. "Belum maksimal dan kurang upaya pemerintah untuk menjaga ekosistem kita," tegasnya. Menurutnya, apa yang terjadi di Sungai Mahakam memang cukup dilematis. Di sisi lain, daerah membutuhkan pendapatan ekonomi dari hadirnya aktivitas hilir mudik tongkang batu bara, yang dianggap telah mengganggu keberadaan pesut. Namun demikian, ia menilai persoalan ini masih bisa diatasi. Dengan cara, mengatur kawasan- kawasan konservasi di wilayah yang diperkirakan tempat habitat pesut. "Kita akan mendorong agar dibuatkan perda kawasan konservasi untuk mengatur sanksi dan hukum yang jelas kepada orang- orang yang merusak ekosistem pesut, yang sekarang mulai hilang dan hampir punah," kata politisi PKB ini. Ia mendesak agar pemerintah harus meningkatkan kampanye perlindungan pesut. Yang sejauh ini, malah lebih aktif digaungkan oleh para aktivis dan lembaga pencinta lingkungan. "Pemerintah harus meningkatkan kampanye agar menjaga ekosistem kita, terutama pesut yang menjadi ikon Kaltim. Memang harus melibatkan semua pihak untuk menjaga ini semua. Sebelum semuanya punah," pungkasnya. ZONA PELESTARIAN Pesut mahakam merupakan mamalia air yang tergolong paling unik di perairan Indonesia. Spesies ini terlahir hasil evolusi lumba-lumba yang habitat alamnya ada di perairan laut bebas. Dalam studi Peneliti Yayasan Konservasi RASI (Conservation Fondation for Rare Aquatic Species of Indonesia), Danielle Kreb, mengungkap keunikan dan kelenihan pesut. "Hasil evolusi jutaan tahun lampau sejak zaman es. Pesut adalah satu spesies lumba-lumba yang hidup di air tawar. DNA pesut Mahakam berbeda bila di banding dengan pesut yang hidup di perairan air asin," jelasnya. Dalam suatu kajian ilmiah RASI, ia memastikan pesut mahakam masuk keluarga lumba-lumba air tawar yang ada di Amazon, Indus, Gangga, Yangtze, Ayeyarwady, dan Mekong. Kecerdasan kawanan pesut mahakam selevel dengan lumba-lumba. Dalam beberapa kasusnya, ia menyebutkan, mamalia ini mampu melindungi kawanannya dari sergapan predator bahkan buaya di Sungai Mahakam. "Ia bisa berenang lebih lihai di bandingkan buaya," ungkapnya. Danielle mengkhawatirkan perkembangan populasinya yang cenderung melambat dalam kurun 10 tahun terakhir. Penelitiannya bertahun-tahun di Kaltim memperkirakan populasi kawanan tersisa 86 ekor saja. Kawanannya sering terlihat di perairan Muara Kaman (Kukar) dan Muara Paru (Kutai Barat) dengan angka kelahiran 5 hingga 6 ekor per tahun. Namun kematian mencapai rata- rata tiga ekor per tahun. "Kami menilainya sebagai satwa yang terancam punah saat ini di Indonesia," ujarnya. Ia meminta pemerintah secepatnya menetapkan zona pelestarian di kawasan Sungai Mahakam, seperti Muara Kaman, Sungai Rantau, Kendang Kemala dan Muara Belayan. Ia menyayangkan jika mamalia air ini pun turut punah seperti halnya sejumlah spesies lumba-lumba lain di dunia. (*) Pewarta   : Muslim Hidayat Editor       : Devi Alamsyah    

Tags :
Kategori :

Terkait