Samarinda, DiswayKaltim.com – Lucky Yudianto (45) mulai bekerja di PT Krida Makmur Bersama (KMB) pada 10 Januari 2010. Saban hari, ia bertugas sebagai driver. Mengendarai truck pengangkut batu bara di perusahaan yang berlokasi di Samarinda tersebut. Ia diberi gaji per bulan Rp 6 juta. Termasuk gaji pokok dan pendapatan dari lembur. Gaji pokok yang diterimanya setara dengan Upah Minimum Regional (UMR) senilai Rp 3 juta. Pada Agustus 2019, Lucky dan belasan karyawan lainnya dirumahkan. Tak lagi beraktivitas di perusahaan, ia hanya menerima gaji pokok yang setara UMR. Praktis, uang sebesar itu tak cukup untuk memenuhi kehidupannya bersama istri dan dua orang anaknya. “Sebenarnya perusahaan merumahkan kita bukan karena enggak punya dana. Tapi karena kita tidak mau terima PHK dikali satu. Waktu pertemuan terakhir, kita tidak ditawarkan dirumahkan. Tapi langsung ditawarkan PHK dikali satu,” ungkapnya. Karyawan yang tidak mau menerima permintaan PHK dikali satu, diancam akan dirumahkan. Sementara yang menerima pesangon kali satu, akan di PHK. Saat itu, sekira 25 orang menerima tawaran tersebut. “Sedangkan yang enggak mau ada 17 orang. Karena kita menuntut hak kita. Dari situ kita bisa membaca, bukan perusahaan tidak mampu. Tapi perusahaan enggak mau membayar hak-hak karyawan,” tegasnya. HRD Manager PT KMB Mahmud La Djawa membantah pernyataan Lucky. Sejak awal, perusahaan tidak menawarkan PHK. Langkah direksi merumahkan sebagian karyawan dilatari penjualan batu bara yang sedang lesu. Yang berimbas terhadap keuangan perusahaan. “Permintaan pesangon itu tidak ada. Perusahaan tidak melakukan PHK. Kalau perusahaan melakukan PHK, terus dasarnya apa untuk meminta kali satu dan kali dua?” katanya. Ia menyebut, kebijakan merumahkan karyawan pun sebagai upaya efisiensi keuangan perusahaan. Dengan begitu, pengeluaran perusahaan diharapkan dapat ditekan. “Bulan ini aja kami hanya produksi 6.000 metrik ton. Jumlah segitu untuk apa? Jadi kita hanya survive untuk membayar gaji karyawan. Itu adalah poin strategis kami. Fokus kami di situ,” ucapnya. Dalam waktu dekat, apabila harga batu bara terus tertekan, bisa saja sejumlah karyawan dirumahkan. Ia beralasan, biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji dan operasional karyawan tergolong tinggi. Karyawan yang telah dirumahkan, lanjut Mahmud, tak tertutup kemungkinan pula akan kembali dipanggil untuk bekerja. Saat perusahaan meningkatkan produksi. “Memang ada beberapa karyawan yang kita panggil. Untuk bekerja lagi. Meski pun enggak banyak. Satu atau dua orang. Karena kita butuh,” ungkapnya. Secara matematis, perusahaan sejatinya ingin memutuskan hubungan kerja dengan sejumlah karyawan tersebut. Dengan cara itu, kewajiban perusahaan bisa ditunaikan. “Tetapi dari perusahaan belum mau melakukan ini. Karena memang masalah efisiensi di perusahaan kami. Kita aja di keluarga kalau kondisi keuangan kurang baik, kita ikat pingganglah. Ada yang kita kurangi,” tutupnya. Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Buruh Borneo Indonesia (SBBI) Nason Nadeak menegaskan, PT KMB telah menyerahkan sebagian pekerjaan di perusahaan tersebut kepada PT CAP. Karyawan yang tak terakomodir di PT CAP kemudian dirumahkan. Nason menyimpulkan, kebijakan merumahkan karyawan tak semata karena sejumlah buruh itu tak menerima PHK dikali satu. Apalagi disebabkan efisiensi perusahaan. “Di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 saja menyebutkan, karyawan yang melanggar peraturan perusahaan, melanggar perjanjian kerja, dan melanggar ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan, berhak mendapat satu kali pasal 164,” jelasnya. Karyawan dirumahkan oleh PT KMB justru tidak memiliki kesalahan apa pun. Pekerjaan di perusahaan tersebut juga ada. Namun diserahkan kepada perusahaan lain. Karena itu, PT KMB wajib melakukan PHK dan memberikan pesangon kali dua. “Bagaimana mungkin kita bisa percaya harga batu bara sedang turun dan keuangan perusahaan tidak baik? Buktinya pekerjaan diserahkan ke perusahaan lain. Artinya mereka hanya ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar,” tegasnya. Komisi IV DPRD Samarinda telah memfasilitasi pertemuan dengan para buruh, perwakilan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Samarinda, dan perwakilan PT KMB. Nason menyayangkan dalam pertemuan tersebut Disnaker tak mengeluarkan pendapat. “Kalau gitu, ngapain Disnaker ada dalam pertemuan itu? Harusnya berikan pendapat. Tekan perusahaan. Agar masalah ini bisa segera selesai. Kalau Disnaker bisa berpendapat, kasus ini tidak mungkin berlarut. Enggak harus sampai ada mediasi segala,” sesalnya. (qn)
Silang Sengkarut Buruh dan PT KMB, SBBI Desak Disnaker Bersikap
Selasa 21-01-2020,16:12 WIB
Editor : bayong
Kategori :