Keluar dari Jerat Parpol

Rabu 08-01-2020,12:12 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

(foto ilustrasi-int) Peluang jalur perseorangan sebetulnya menganga lebar sejak dilansirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-V/2007. Namun ternyata, syarat untuk paslon independen ini semakin sulit. ================= BINAR lampu mobil yang ditumpangi Parawansa meraba lintasan gelap di sudut Kota Tepian. Roda multi purpose vehicle itu seketika berhenti di depan deretan rumah kayu. Puluhan warga yang sedari tadi duduk beralaskan terpal kemudian berdiri menjabat tangan Parawansa satu persatu. Calon wali kota Samarinda jalur perseorangan itu mengambil posisi duduk di terpal yang sama dengan warga. Parawansa Assoniwora, nama lengkapnya, blusukan ke berbagai kelurahan untuk mendulang dukungan KTP. Sebagai syarat mendaftar jalur independen. Malam semakin larut. Parawansa menutup anjangsana dengan swafoto bersama warga. Dukungan demi dukungan terus mengalir untuk mantan aktivis Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kaltim itu. Bukan hal aneh jika saat ini ia sudah meraup hampir 90 persen jumlah dukungan dari ambang batas yang ditetapkan KPU Samarinda. Bagaimana tidak, dalam sehari, ia harus mengunjungi enam rumah warga demi menggenapi target tersebut. "Perjuangan kami berat. Karena kami tidak pakai money politic," ujarnya. Parawansa merupakan pendatang baru di percaturan politik Kota Tepian. Meski demikian, ia tercatat sebagai pengurus Golkar Kaltim era Rita Widyasari. Ia juga ambil bagian dalam tim pemenangan Joko Widodo di Benua Etam. Sampai saat ini Parawansa belum mengungkapkan siapa calon wakil wali kota yang akan mendampinginya. Terjun sebagai single fighter di grass root bukan berarti urusannya berjalan mulus. Ada beberapa kendala yang dihadapinya. Semisal saat sosialisasi, ada beberapa warga yang telanjur mendukung calon lain. Setelah menyimak penyampaian Parawansa, warga tersebut ingin beralih dukungan kepada dirinya. "Kami bilang tak masalah. Nanti kami diskusikan ke KPU," sebut Anca, sapaan akrabnya. Metode kampanye yang ia gunakan, dengan mengumpulkan 20 sampai 40 orang di salah satu rumah warga. Pernah sampai 80 orang hadir. Selepas sosialisasi di rumah tersebut, dukungan KTP jadi berlipat lantaran mereka mengajak keluarga lainnya. Dalam kampanye itu, Parawansa menyampaikan pemimpin baik akan lahir dari pemilih yang baik. Ia mengutamakan jargon narasi, pembenahan mindset, dan partisipasi masyarakat. Tak jarang ia berhadapan dengan warga yang meminta sejumlah uang untuk selembar KTP. Namun Anca tak ambil pusing. Ia memilih melewatkan kelompok masyarakat seperti itu. Parawansa mengakui, di Indonesia masih sedikit calon independen yang menang. Tapi menurutnya itu karena yang maju lewat independen juga sedikit. Majunya Parawansa di jalur perseorangan lantaran ingin menggebrak mindset usang parpol. Jika parpol terus menggunakan cara lama seperti saat ini, kata Parawansa, masyarakat tidak akan bisa menelurkan pemimpin yang lebih baik. "Ternyata parpol tidak mengubah cara pikirnya. Makanya saya maju di jalur perseorangan. Saya punya ruang pembuktian," ujarnya. Banyak pula calon yang batal maju independen karena mindset-nya tidak berubah. Berpolitik dengan media berbeda, tapi dengan cara yang sama. Yakni maju independen tapi tetap pakai cara parpol. "Itu mindset yang salah. Kami ingin ubah itu. Ketika politikus elite melangit, kami malah membumi. Kami edukasi grass root. Sehingga kalau anak muda nanti mau jadi caleg, tak perlu money politic ke masyarakat, karena sudah kami edukasi," urainya. Parawansa menilai aturan KPU tersebut mesti ditinjau ulang. Sebab paslon independen membutuhkan waktu lebih lama ketimbang paslon parpol. "Energi kami benar-benar terkuras untuk sosialisasi. Capek sekali. Memang butuh perpanjangan waktu," ujar mantan pegawai Bankaltimtara itu. "Kami berupaya maksimal melampaui angka minimal. Awalnya KPU menetapkan Maret untuk penyerahan dukungan. Kemudian mau dimajukan jadi Januari. Kami sempat protes. Ternyata KPU memajukan menjadi Februari. Mau tak mau kami terima," lanjutnya. Dikutip dari berita Disway Kaltim pada 5 Agustus lalu, KPU Samarinda masih menunggu tahapan PKPU. Belum masuk ke syarat dukungan. September, tahapan tersebut dimulai. Ketua KPU Samarinda Firman Hidayat menyebut, salah satu syarat dukungan akan pakai materai. Namun mengenai polanya seperti apa, dirinya mengaku tidak tahu. “Kami juga takut menentukan. Khawatir ada perubahan,” ucapnya, Senin (5/8/2019). Firman menegaskan, jika kandidat pakai PKPU yang lama, tentu konsekuensinya akan ada perubahan. Terutama kalau form dukungan berubah. Ia tidak menyarankan kandidat yang ingin membuat form sendiri. Sebab ia khawatir ketika ada perubahan si kandidat harus kerja dua kali karena menyesuaikan dengan yang baru. “Ini menyangkut aturan. Kami tak bisa menyimpulkan. Misalnya apakah materainya satu persatu atau kolektif,” ujar dia. Firman menyebut, November 2020 akan diumumkan syarat untuk paslon perseorangan. KPU HANYA MELAKSANAKAN UU Persyaratan untuk jalur perseorangan dianggap cukup memberatkan. Namun KPU tidak bisa serta merta disalahkan. Sebab mereka hanya menjalankan undang-undang dan aturan teknis yang ditelurkan di Jakarta. Komisioner KPU Samarinda Bidang Teknis Ihsan Hasani mengatakan, KPU menggunakan sistem informasi pencalonan (silon) untuk memasukkan data dukungan paslon independen. Input offline dilakukan manual satu persatu berdasarkan nama. Memang agak menyulitkan paslon di awal. Namun saat verifikasi akan mudah. Akan ketahuan mana pendukung ganda.  Dan diketahui berdasarkan wilayah. Ia menerangkan, kandidat independen dijadwalkan menyerahkan dukungan pada 19-23 Februari 2020. Setelah itu KPU akan mengecek jumlah dan sebarannya. Setelah masuk di silon semua dan syarat sudah cukup, maka KPU bakal menyatakan data diterima, baik di silon maupun hard copy. Setelah itu, KPU akan melakukan verifikasi administrasi untuk memeriksa kesesuaian KTP, formulir, dan kegandaan. Baik kegandaan internal maupun eksternal. Kegandaan eksternal maksudnya jika ada warga yang mendukung lebih dari satu paslon. KPU bakal menanyakan ke orang tersebut akan mendukung ke siapa. Pendaftar baru atau yang sudah ada di DPT akan diverifikasi pula. Verifikasi administrasi itu dimulai pada 27 Februari sampai 25 Maret. Setelah selesai dilanjutkan dengan verifikasi faktual. "ASN aktif tidak boleh mendukung. Kalau sudah pensiun akan kami cek," jelasnya. Menurut Ihsan, blangko dukungan perseorangan tidak telat dilansir KPU. Sebab ada salah satu kandidat yang menggunakan blangko versi PKPU Nomor 3/2017. Blangko itu masih berlaku. Meski dalam perjalanannya ada perubahan. Yakni ada penambahan kolom pekerjaan, tidak pakai meterai, dan format menempel KTP. Mengenai paslon yang khawatir kerja dua kali lantaran blangko bakal berubah jika pakai versi lama, Ihsan hanya menjawab, substansi isi formulir itu saja. "Hanya sedikit perubahan," ucapnya. Ihsan menerangkan, perubahan PKPU tidak lima tahun sekali. Namun perubahan dilakukan untuk memperbaiki masalah yang ada pada pemilu sebelumnya. Semisal dulu tidak ada kolom pekerjaan di blangko dukungan. KPU kesulitan mengidentifikasi pekerjaan pendukung, apakah ASN atau bukan. Dari pengamatan Disway Kaltim, blangko dukungan terbaru diperoleh paslon pada awal September 2019. "Yang terbaru ini memudahkan kami memverifikasi faktual," imbuhnya. Pada Pilwali kali ini, KPU Samarinda menetapkan besaran dukungan lebih tinggi dari pilwali sebelumnya. Ihsan menyebut, KPU hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Yakni untuk daerah dengan DPT 500 ribu sampai 1 juta besaran dukungan harus 7,5 persen. Untuk di Samarinda sekitar 43.977 dukungan KTP. "Pembuat undang-undang itu yang mensyaratkan besaran dukungan. Kami hanya pelaksana teknis dari kebijakan tersebut," pungkasnya. SENGAJA DIBUAT BERAT Pasca dibukanya gerbang demokrasi, warga dengan dukungan masyarakat dimungkinkan berlaga di gelanggang politik. Namun, aturan main yang diramu legislator (yang notabene perwakilan parpol) malah makin mengimpit peserta jalur perseorangan. Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, kalau menilik ke belakang, calon perseorangan muncul sebagai tindak lanjut dari putusan MK. Undang-Undang Tentang Pemda ketika itu, UU Nomor 32/2004 direvisi dengan UU Nomor 12/2008 untuk mengakomodasi calon perseorangan. Dasar pertimbangan MK ketika itu sangat beralasan. Yakni, banyak orang-orang baik dan punya kemampuan memadai tetapi tidak mendapat perahu parpol. Musabab itulah MK memberi perahu melalui jalur perseorangan ini. "Di samping itu, calon independen ini sekaligus sebagai koreksi terhadap parpol yang selama ini gagal melahirkan kader-kader yang cakap dan berkualitas," kata Castro, sapaan akrabnya. Ia menyebut, sejauh ini penerapan jalur perseorangan itu masih belum bisa dikatakan ideal. Mengingat syarat calon perseorangan sangat berat. Bahkan syarat ini makin diperberat. Dari yang dulunya hanya membutuhkan persentase dukungan 3 sampai 6,5 persen suara, sesuai jumlah penduduk, kini menjadi 6,5 sampai 10 persen suara. "Kuat dugaan, persentase dukungan minimal suara yang diatur dalam UU Nomor 10/2016 adalah upaya tak sehat parpol di Senayan untuk memotong jalur perseorangan ini," tegasnya. Apakah jalur independen itu representasi masyarakat sama halnya dengan parpol? Menurut Herdiansyah, secara legitimasi, tentu sangat ditentukan dengan jumlah pemilih pada saat pemilihan nanti. Makin besar jumlah pemilih, makin terlegitimasi keterpilihannya. Itu yang menentukan representasinya. Sementara dalam soal pencalonan, baik melalui parpol maupun perseorangan, memiliki dinamika yang berberda. Jalan keluarnya sama, hanya pintunya yang berbeda. Regulasi jalur perseorangan, kata dia, memang sengaja dibuat berat oleh pembuat undang-undang, yang notabene perwakilan parpol di parlemen. Di samping itu, calon perseorangan membutuhkan infrastruktur yang lebih besar di banding parpol yang memiliki mesin dan struktur dari atas hingga bawah. Meski cukup berat, ia menyebut, calon perseorangan masih dibutuhkan. Mengingat kinerja parpol yang dinilainya masih sangat buruk. Selama harapan orang-orang bersih dan berkualitas tertutup ruangnya di parpol, maka jalur perseorangan akan selalu menjadi aspiratif. "Kalau serius bertarung melalui jalur perseorangan, kerja-kerja kolektivitas mesti di kedepankan. Simpul-simpul diperbanyak. Jangkar kerja diperluas," sebutnya. Selain berhadapan dengan aturan ketat dari KPU, paslon independen juga harus menghadapi warga yang terbiasa mendapat money politic. Menurut Herdiansyah, mindset oportunis itu diadopsi dari aktivitas para elite politik. Ditambah lagi parpol yang dinilainya gagal mendorong kesadaran politik publik. Jangka panjangnya, lanjutnya, pendidikan politik untuk membangun kesadaran masyarakat mesti dilakukan lebih masif. Peran itu harus diambil parpol. Sedang jangka pendeknya, sanksi administrasi berupa diskualifikasi calon pelaku politik uang, harus lebih tegas dilakukan. "Itu bisa memberikan deterrent effect," ulasnya. Bagi Zairin-Sarwono Tak Ada Masalah Banyak yang mengaitkan majunya Sarwono lewat jalur perseorangan lantaran sudah tidak berlayar bersama PKS lagi. Maju tanpa parpol dan menggandeng pejabat teras Pemprov Kaltim Zairin Zain, Sarwono membuktikan mampu berkibar tanpa PKS. Zairin-Sarwono langsung menggebrak dengan menggelar jalan santai berhadiah mobil dan umrah. Puluhan ribu warga Samarinda tumpah ruah di lokasi acara. Betapa cantik strategi yang dijalankan Zairin-Sarwono. Menangguk puluhan ribu dukungan KTP secara instan. Di hari pertama itu saja, tim berhasil menumpuk 30 ribu lembar KTP. Meski menempuh jalur perseorangan, Zairin-Sarwono tampak lebih bersinar. Terlebih di belakang mereka dibayang-bayangi sosok Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi yang satu gerbong dengan Sarwono saat di PKS lalu. Sarwono mengatakan, dukungan yang mengalir untuk Zairin-Sarwono sudah melebihi dari yang disyaratkan KPU. Namun ia tak ingin buru-buru mendaftar ke KPU. Selain karena masih ada jarak hingga Maret tahun depan, ia ingin memaksimalkan waktu yang ada untuk meraup dukungan lebih banyak lagi. "Alhamdulillah lancar. Kami punya banyak relawan," ujarnya. Menurutnya, kondisi masyarakat di Samarinda cukup beragam. Target minimal dukungan bisa dipenuhinya lantaran banyak menemui masyarakat yang antusias terhadap paslon independen. Kata Sarwono, masyarakat ingin punya calon wali kota yang datang dari dukungan masyarakat langsung. Berbeda dengan pesaingnya, perjuangan Sarwono justru berjalan mulus. Ia pun tak merasa diberatkan oleh syarat dari KPU. Sebab, kata ia, sejak awal timnya intens berkonsultasi dengan KPU. Sehingga ia tak terkendala blangko dukungan yang belum fixed dari KPU. "Kami gunakan yang sudah ada. Kalaupun ada perubahan nanti kami menyesuaikan," ungkapnya. Hingga berita ini ditayangkan, Sarwono menegaskan Zairin-Sarwono masih kukuh sebagai paslon independen. Ia tak berani meramal apa yang akan terjadi di detik-detik akhir pendaftaran KPU. Namun, ia menjalani apa yang ada. "Kami hargai parpol punya hak dan aturan. Calon independen juga diberikan ruang oleh KPU," paparnya. Sarwono punya alasan mengapa maju di jalur perseorangan. Pertama, secara aturan membolehkan. Kedua, ia sejak lama membangun komunikasi dengan Zairin. Ketiga, parpol yang ada dinilai belum cukup untuk maju sendiri sehingga mesti koalisi. Sedangkan, ia tak bisa mendesak parpol untuk didukung. Terlebih parpol mesti menunggu keputusan dari DPP masing-masing. "Kalau menunggu ya lama. Makanya kami pilih independen. Ternyata animo masyarakat tinggi. Kami bergerak. Bismillah," urainya. Ia menuturkan, membangun parpol itu tidak instan. Makanya Sarwono menghargai parpol yang ada di Samarinda. Jika dalam pencalonan parpol memberi syarat tertentu, maka ia menilai wajar. Sedangkan jalur perseorangan jika dinilai penuh tantangan di lapangan maka menurutnya juga wajar. "Yang penting berkompetisi secara sehat. Tak saling menghambat," ucapnya. (*) Editor       : Devi Alamsyah Pewarta   : Rizki Hadid    

Tags :
Kategori :

Terkait