Novel Chaniago. (Mubin/Disway Kaltim) Jalan Berliku Karir Novel Chaniago, Presiden Direktur PT Kayu Alam Perkasa Raya Saat duduk di bangku SMA, secara akademis Novel Chaniago kerap menonjol di kelasnya. Ia acap mendapat rangking. Itu pula yang membuatkan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sebagai mahasiswa undangan. Pada 1980, Novel berhasil masuk di kampus elit tersebut tanpa tes. Ufqil Mubin, Samarinda ============================================================================== KALA itu, sektor kehutanan di Indonesia sedang berjaya. Memuncaki posisi di negara-negara yang menghasilkan kayu dengan kualitas terbaik di dunia. Usaha di bidang perkayuan masih terbatas. Namun orang-orang yang menggelutinya dengan mudah mendapatkan keuntungan. Tak heran, pengusaha kayu di kampung Novel yang terletak di Solok, Sumatra Barat, berada dalam strata menengah ke atas. Sebagai anak pertama dari orang tua berlatar belakang guru, keluarganya memiliki pendapatan yang hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari. Hal itu memotivasinya. Ingin memiliki kehidupan yang layak. Alasan itulah yang mendasarinya mengambil jurusan Teknologi Hasil Hutan di Fakultas Kehutanan. Novel tergolong cepat menyelesaikan perkuliahan. Pada 1984, ia telah merampungkan teori. Yang tersisa hanya skripsi. Namun pria berkacamata itu tak langsung mengambil tugas akhir itu. Alasannya, biaya belum tersedia. Novel memutuskan bekerja terlebih dahulu. Tiga tahun bekerja, barulah Novel dinyatakan lulus di kampus ternama di Indonesia itu. Setelah mengantongi ijazah sarjana, ayah satu anak ini mengirim lamaran di berbagai perusahaan. Beruntung. Ia dipanggil oleh direksi PT Kayu Lapis Indonesia. Di Semarang. Dengan semangat, Novel memenuhi panggilan tersebut. “Waktu saya datang ke sana, sudah lewat dari tanggal panggilan. Waktu saya ikut tes, saya dinyatakan terlambat. Saya tidak sengaja terlambat. Surat panggilan dikirim lewat pos. Surat panggilan lambat sampai ke saya,” ungkap Novel kepada Disway Kaltim, Sabtu (24/11/2019). Seminggu berlalu, Novel kembali mendapatkan surat panggilan dari perusahaan tersebut. Dikirim dengan kilat khusus. Ia tak dapat memenuhi panggilan itu. Semata-mata bukan karena ia kecewa dengan manajemen perusahaan. Tetapi Novel tak memiliki ongkos. Teman-temannya ikut membantunya. Mendorongnya untuk mengikuti tes di PT Kayu Lapis Indonesia. Dengan senang hati, ia menuju Semarang. Dengan bekal uang Rp 75 ribu dari teman-temannya. Setelah dites, Novel dinyatakan lulus. Diterima di perusahaan kayu di Semarang itu. Manajer personalia PT Kayu Lapis Indonesia terkesan dengannya. Atas jawaban Novel saat tes, psikotes, dan wawancara. Ia dinilai sebagai pekerja keras. Karena itu, sehari kemudian, ia langsung diminta bekerja di perusahaan tersebut. Tiga tahun berlalu. Setelah bekerja di perusahaan tersebut, Novel diminta merintis cabang perusahaan PT Kayu Lapis Indonesia di Sorong, Papua. Tanpa alasan apa pun, ia menyatakan bersedia menerima tugas pimpinan perusahaan tersebut. Walau Novel tidak mengetahui seluk-beluk kehidupan di Sorong. Pada 1 April 1990, ia membangun pabrik kayu di Sorong. Ia ditunjuk sebagai asisten General Manager (GM). Membantu proses pembangunan pabrik. Mulai dari reklamasi hingga pabrik beroperasi. Novel mengenang pengalaman berkarir di perusahaan itu sebagai titik krusial yang membentuk karakternya. “Karena saya yang menyiapkan manajemen produksi dan orang-orangnya. Pada saat itu tidak ada industri padat karya di Sorong. Pekerjaan rumah saya, mengubah orang-orang yang tidak mengerti disiplin waktu. Mereka terbiasa bangun sehari-hari tanpa manajemen waktu,” jelas Novel. Usahanya berbuah hasil. Novel membuat dua klaster waktu kerja. Pukul 7.00-19.00 dan 19.00-7.00. Upaya itu tak mudah. Ia bersama timnya harus mengubah kebiasaan masyarakat yang terbiasa hidup dengan pola agraris. Novel tak kehabisan akal. Ia mengirim 60 orang pegawai perusahaan untuk belajar budaya kerja industri di Semarang. Setelah perusahaan berdiri tegak, ia memutuskan hijrah ke Kaltim. Menyelamatkan PT Wana Rimba Kencana. Perusahaan yang masih satu grup dengan PT Kayu Lapis Indonesia. Perusahaan ini hampir ditutup. Kala itu, ia ditunjuk sebagai GM. Sejak 2001, Novel dan timnya membangun perusahaan tersebut. Sempat berkembang. Namun karena berbagai persoalan yang menderanya, pabrik kayu itu kembali jatuh. “Perusahaan dalam kondisi sulit. Saya upayakan agar karyawan enggak mendapat masalah. Bisa bekerja dan dapat gaji. Perusahaan ini akhirnya di-KSO (joint operation) dengan perusahaan Grup Tirta Mahakam. Perusahaan tetap jalan. Karyawan tetap bekerja. Saya memutuskan berhenti dari situ,” ungkapnya. Kemudian ia bergabung dengan PT Dayak Besar. Selepas berkarir di perusahaan itu, Novel dipercaya sebagai Plan Manager di PT Rimba Raya Lestari. Pabrik itu berkembang pesat. Sampai masuk dalam jajaran pabrik kayu ternama di Kaltim. Novel bekerja selama delapan tahun di perusahaan tersebut. Pada Mei 2012, perusahaan asing mengambil alih PT Kayu Alam Perkasa Raya. Ia diminta oleh temannya menjadi Direktur Utama. Tujuh tahun berlalu, karir Novel beranjak menuju puncak. Kini, ia dipercaya sebagai Presiden Direktur di perusahaan yang terletak di Loa Kulu Kutai Kartanegara itu. Puluhan tahun berkarir di industri perkayuan, Novel memberi catatan. Dalam berkarir, setiap orang mesti membangun jejaring (networking), persahabatan yang jujur dengan setiap orang, kerja keras, dan menetapkan target. “Kalau kita enggak membangun networking, tidak jujur, tidak bekerja keras, dan tidak ada target, bagaimana orang melihat kita? Ngomong doang kan semua orang bisa. Harus dibuktikan,” sebut Novel. (eny)
Tak Punya Ongkos untuk Tes Kerja, Berhasil Selamatkan Perusahaan Nyaris Bangkrut
Kamis 26-12-2019,22:14 WIB
Editor : Benny
Kategori :