Balikpapan - Permasalahan tuntutan pembayaran pesangon 15 eks karyawan PT Duta Margajaya Perkasa (Balikpapan Pos) ternyata belum tuntas. Meski sudah ada keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang diketok palu 9 Maret 2023 lalu di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Samarinda, kewajiban perusahaan media massa itu juga belum ditunaikan.
Untuk menindaklanjuti hasil putusan perkara bernomor 55/Pdt.Sus-PHI/2022/PN.Smr dan 56/Pdt.Sus-PHI/2022/PN.Smr yang menghukum tergugat Balikpapan Pos untuk membayar secara tunai dan sekaligus hak-hak para tergugat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan pergantian hak sebesar Rp 360 juta lebih, penggugat melalui kuasa hukumnya, advokat Bambang Wijanarko SH, CIL dan Dani Mardani SH melayangkan surat somasi, Selasa (16/5/2023) siang.
Surat somasi yang juga ditembuskan ke Ketua Pengadilan Negeri Samarinda, Kapolres Kota Balikpapan, Pimpinan Jawa Pos, dan Pimpinan Kaltim Post itu diantar langsung koordinator Rusli, didampingi Herman, Muhammad Ato, Sudarman Ramadani, dan Mayasari Agustini di Gedung Biru, Km 3,5 Balikpapan.
Surat somasi bernomor 17/SM/BW/V/2023/BPN itu diterima langsung Direktur Utama Balikpapan Ajid Kurniawan didampingi Manajer HRGA Nur Indriyanti, dan Manager Keuangan Vicky Rusmapari.
"Surat somasi kita layangkan untuk menindaklanjuti hasil putusan PHI yang sudah inkrah. Mudahan dengan surat ini, ada itikad baik dari perusahaan untuk membayar hak-hak pekerja," ujar advokat Bambang Winajarko.
Dalam surat somasi yang dilayangkan, selain meminta kepastian pembayaran sesuai amar putusan dari pengadilan. Bambang Wijanarko juga membuka ruang mediasi 7 hari sejak somasi.
"Kami masih membuka ruang dalam kurun waktu tujuh hari. Semoga dalam waktu itu, ada itikad baik. Karena dalam UU, jika somasi kami diabaikan, akan kami tindaklanjuti dengan membawa ke jalur hukum positif yang berlaku di Indonesia," sambung Bambang.
Sementara itu, koordinator pekerja Rusli juga berharap ada itikad baik dari perusahaan untuk segera menyelesaikan kewajibannya seperti yang tertuang dalam putusan pengadilan.
Menurutnya, banyak konsekuensi hukum jika perusahaan tidak menjalankan putusan pengadilan yang sudah berstatus inkrah. Sesuai UU Cipta Kerja, bisa dilakukan permohonan eksekusi sita aset hingga sanksi pidana.
"Inikan kewajiban perusahaan, apalagi sudah berkekuatan hukum. Tolong diselesaikan. Masalah ada uang atau tidak, itu urusan internal perusahaan. Hak kami harus dibayarkan, karena kami sudah cukup bersabar sampai berjuang ke pengadilan," tandas Rusli.
Saat pertemuan, Direktur Balikpapan Pos Ajid Kurniawan mengaku selama ini menunggu surat somasi dari eks karyawan Balikpapan Pos. Dia pun menegaskan akan segera menindaklanjuti surat somasi tersebut.
"Surat saya terima dan segera kami tindaklanjuti. Kami akan bahas di internal dulu, karena kasus ini terjadi di periode sebelum saya menjabat dirut," ucap Ajid.
Untuk diketahui, perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan Balikpapan Pos terjadi sejak akhir Oktober 2020 lalu. Perselisihan dikarenakan pekerja menilai banyak kebijakan yang diambil Dirut Yudhianto saat itu, merugikan pekerja. Mulai dari pemangkasan gaji hingga pemotongan THR.
Proses bipartit dilakukan kedua belah pihak. Namun tidak ada solusi. Pertemuan kerap berujung deadlock. Merasa komunikasi semakin buruk, pekerja melakukan mangkir kerja selama sehari. Setelah itu, kembali normal bekerja.
Hubungan dengan pimpinan tak kunjung baik, pekerja terpaksa melanjutkan protes mereka dengan mogok kerja sah sesuai aturan perundang-undangan yang dilaporkan ke pihak perusahaan dan Disnaker Kota Balikpapan.
Di saat proses mediasi di Disnaker berjalan, Dirut Balikpapan Pos Yudhianto tiba-tiba melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Pekerja dinyatakan mengundurkan diri. Pesangon menurut versi perusahaan pun disampaikan. Nilainya sangat kecil dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
PHK dengan status mengundurkan diri pun ditentang pekerja. Begitu juga dengan nilai pesangon yang tidak sesuai. Melalui tahapan mediasi yang panjang dan banyak pertimbangan, akhirnya Disnaker mengeluarkan surat anjuran pada 12 November 2021lalu.
Dalam surat bernomor 565.4/2976/Disnaker setebal 33 halaman yang ditandatangani Kepala Disnaker Balikpapan, Ani Mufaidah dan Mediator Hubungan Industrial Husnul Hotimah itu, Balikpapan Pos dinyatakan harus membayar pesangon sesuai aturan yang berlaku. Total pesangonnya sebesar Rp 651.199.072. Anjuran ini ternyata diabaikan Balikpapan Pos.
Pekerja pun kembali berjuang menuntut haknya, dengan mencatatkan perselisihan tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Samarinda. Melalui rentetan sidang panjang di Kota Tepian, Rusli dkk kembali menang.
Tepat 9 Maret 2023 lalu di Pengadilan Negeri Samarinda, putusan akhir diketok. Majelis hakim yang dipimpin Lukman Akhmad, SH menyatakan Balikpapan Pos selaku tergugat dinyatakan wajib membayar hak-hak 15 pekerja. Dalam dua perkara gugatan, total pesangonnya yang dimenangkan pekerja sebesar Rp 360.420.730.
Pola pembayaran pun tunai dan sekaligus. Hal ini tertuang dalam amar putusan. Meski nilainya lebih rendah dari anjuran Disnaker Kota Balikpapan, kedua belah pihak baik penggugat maupun tergugat tidak melakukan banding dan menerima putusan hakim.
Namun sayang, sejak putusan berkekuatan hukum tersebut diketok hakim, pihak Balikpapan Pos kembali lepas tangan atas kewajibannya. Hingga berganti pucuk pimpinan direktur utama. Dari Yudhianto ke Ajid Kurniawan. Tidak ada komunikasi terkait kepastian pembayaran. Hingga akhirnya, eks pekerja terpaksa melayangkan surat somasi melalui Kantor Advokat dan Konsultan Hukum, BW Partners. (*)