Akademisi: Partai Buruh Harus Punya Tokoh

Selasa 29-03-2022,22:00 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

nomorsatukaltim.com - Akademisi Fisip Universitas Mulawarman (Unmul) pesimistis jika Partai Buruh dapat melenggang di parlemen. Lantaran dalam tradisi politik di Indonesia kini, masih menjual prinsip ketokohan ketimbang pemikiran. Persoalannya Partai Buruh belum memiliki tokoh sentral yang dinilai mampu meraih simpati publik. Faktor ketokohan tersebut yang justru diadopsi oleh partai-partai besar. Contohnya Gerindra dengan sosok Prabowo, Demokrat melalui SBY, NasDem memiliki Surya Paloh dan PKB dengan Cak Imin. Baca juga: Partai Buruh Tuai Suara dari PHK Bahkan partai-partai baru pun mulai menjaring beberapa nama untuk bisa menjadi tokoh yang dianggap mampu menarik simpati. PSI misalnya, berupaya menggandeng kalangan selebriti muda. Nah, partai buruh pun seyogianya harus melakukan hal serupa. Kalau serius ingin bertarung di kontestasi pemilu 2024. “Persoalan besar para buruh ini adalah ketokohan atau figur dari kelompok mereka itu sendiri sangat minim,” kata Budiman kepada nomorsatukaltim.com - Disway National Network (DNN). Berisi kalangan intelektual saja, katanya, tidak akan cukup. Hal lain adalah mesin penggerak partai dalam hal ini kekuatan SDM. Bukan rahasia umum lagi kalau partai buruh lebih banyak menyasar kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Sementara dalam berpolitik, semua kalangan baik menengah ke bawah atau pun kalangan elit lainnya tetap harus dirangkul. “Buruh ini hanya mampu menggerakkan struktur terbawah. Kalau kalangan menengah atau yang sudah elit, belum tentu bisa menggerakkan,” imbuh Budiman. Belum lagi bicara ongkos politik. Karena partai ini basis massa terbanyaknya masyarakat menengah ke bawah, pasti akan sulit mendapatkan dana segar untuk operasional partai dan lainnya. Alhasil, ruang gerak menjadi terbatas. Akibat terbatasnya cost politik. Berbeda dengan partai lain yang rata-rata berisikan anggota dari kalangan pengusaha. Bahkan ada yang mampu menarik mantan pejabat negara untuk bergabung. Kunci lainnya adalah jangan terkotak-kotak. Budiman menyinggung gerakan buruh pasca reformasi. Yang dianggapnya lebih modern karena memiliki struktur yang jelas. Beda dari masa-masa sebelum reformasi. Saat ini, serikat buruh jumlahnya semakin menjamur. Bahkan terus merekrut anggota baru. Jika ingin berhasil, serikat buruh itu bisa menjadi alat bagi partai untuk menarik kader. Apa bisa? “50:50,” kata dosen Fisip ini. “Buruh ini harus satu kesatuan, satu suara, tidak terpecah apalagi berafiliasi ke mana-mana. Disitu kuncinya. Dan terpenting mampu menghimpun semua kalangan,” jelasnya lagi. “Orang Indonesia ini tidak melihat partai, tapi figur. Saya kira untuk membentuk ketokohan itu masih bisa lah,” sambungnya. Karena itu eksistensi partai buruh di Indonesia tidak bisa disandingkan dengan yang ada di negara lain. Seperti di Inggris di mana partai buruh bisa menguasai sepertiga jumlah kursi parlemen. Bahkan Perdana Menteri Inggris Tony Blair terpilih dari Partai Buruh mulai 1997 hingga 2007. Kemudian penerusnya Gordon Brown dari 2007-2010 juga dari Partai Buruh. “Masih belum bisa disandingkan dengan partai buruh di Inggris,” pungkasnya. (boy/dah)

Tags :
Kategori :

Terkait