Pengamat Sebut Pertumbuhan Ekonomi Kaltim Semu, Tak Kurangi Angka Kemiskinan

Rabu 06-11-2019,22:05 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Aji Sofyan Effendi. (Dok. Disway Kaltim)

Samarinda, DiswayKaltim.com – Pengamat ekonomi Aji Sofyan Effendi menilai pertumbuhan ekonomi Bumi Etam semu. Meski tumbuh 6,89 persen pada triwulan III 2019 terhadap triwulan III 2018.

Pasalnya, kata dia, 45,14 persen Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kaltim berasal dari sektor pertambangan dan penggalian.

Ekonom dari Universitas Mulawarman itu mengatakan, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian yang terlau besar membuat pertumbuhan ekonomi Kaltim tidak stabil.

“Resistensinya terlalu tinggi. Boleh dikatakan ini pertumbuhan ekonomi semu. Kenapa? Karena ini tidak bisa diharapkan dalam jangka panjang,” sebut Sofyan kepada Disway Kaltim, Rabu (6/11/2019) sore.

Pertumbuhan yang tergolong tinggi itu memang tak terlepas dari meningkatnya harga batu bara. Namun sewaktu-waktu, harga komoditas tersebut bisa menurun. Bergantung harga batu bara di tingkat global.

Di saat harga batu bara turun, sebutnya, pendapatan Kaltim dari dana bagi hasil akan turun. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi provinsi ini juga akan ikut turun.

Selain itu, dosen pascasarjana Unmul Samarinda ini berpendapat, pertumbuhan ekonomi Kaltim tak berkontribusi signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan di Kaltim.

“Buktinya di triwulan III ini, angka kemiskinan masih tinggi. Kemiskinan masih di angka 7 persen sampai 8 persen. Artinya, pertumbuhan ekonomi ini tidak menetes ke bawah,” sebutnya.

Solusinya, ia menyarankan Pemerintah Provinsi Kaltim menggeser sektor yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi. Tak bergantung penuh pada sektor pertambangan dan penggalian.

“Kita harus menggesernya ke sektor agrobisnis, agroindustri, dan industri hilir. Kita mengedepankan perkebunan, pertanian, dan perikanan dalam bentuk industri hilir. Bukan dalam bentuk industri hulu semata,” sarannya.

Sofyan mencontohkan buah naga. Buah tersebut dapat diolah dalam bentuk kemasan. Tidak dijual langsung buahnya. Begitu pula padi yang dihasilkan petani di Kaltim. Diolah menjadi beras yang dikemas sedemikian rupa.

Ada pula di bidang perikanan dan kehewanan. Dapat diolah oleh industri yang beroperasi di Kaltim. Katanya, produk-produk pertanian itu dapat dijual di berbagai daerah di Indonesia.

“Memang itu tidak mudah. Minimal ada platform-nya. Ada blue print-nya. Lima tahun atau 10 tahun ke depan, itu bisa menanggulangi pertumbuhan ekonomi yang PHP ini,” jelasnya. (qn/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait