Jelang Pengesahan RUU IKN, Akademisi Kaltim Minta Ditunda

Senin 17-01-2022,16:16 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Akademisi Kaltim bersuara. Menyoroti proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi UU IKN, yang ditargetkan disahkan Selasa (18/1/2022) besok di DPR RI. RUU IKN memasuki masa injury time. Beragam polemik menghampiri. Mulai dari kebingungan kewenangan sampai ketidakjelasan tujuan pemindahan IKN. Salah satu kritikan adalah keberadaan badan otorita. Bagi Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Harry Setya Nugraha, konsep tersebut berpotensi menyalahi konstitusi atau inkonstitusional. Baca juga: Perlu Jaminan UU IKN untuk Melindungi Hutan Kaltim Argumentasinya adalah sampai saat ini tidak ada UU yang mengaturkan badan khusus setara kementerian seperti badan otorita. Yang diakomodasi justru pemerintahan daerah, bukan otorita. Kemudian urusan pemerintahan pun belum jelas. Secara teori ada tiga, urusan pemerintahan terbagi tiga. Absolut, umum dan konkruen. “Pertanyaanya urusan pemerintahan apa di sana nanti,” katanya melalui webinar Catatan Kritis FH Unmul Atas RUU IKN, Senin (17/1/2022) yang dikutip nomorsatukaltim.com - Disway News Network (DNN). Kedudukan badan otorita yang setingkat menteri justru akan memicu konflik politik. Belum adanya badan otorita saja, kementerian masih bertolakbelakang atau berpolemik dengan kepala daerah. Apalagi jika terbentuk, maka badan otorita bisa berujung konflik dengan kementerian. Sistem pemerintahan pun disorot. Diyakini pemerintahan kawasan IKN akan sentralistik. Alasannya termaktub dalam pasal 13 ayat 1 RUU IKN,yang menyebut bahwa IKN hanya melaksanakan Pemilu presiden dan wapres, DPD RI dan DPR RI. Tidak ada pemilihan DPRD. Dengan kata lain, wilayah IKN nanti tidak akan memiliki perwakilan di daerah. “Kami meminta ada baiknya menunda atau tidak terburu-buru mensahkan RUU IKN jadi UU IKN, karena banyak catatan-catatan kami dalam RUU tersebut,” tutupnya. Dosen FH Unmul lain, Herdiansyah Hamzah juga menyuarakan kritik. Ia menyorot proses pendanaan. Dikatakan bahwa rencana anggaran pemindahan berkisar sekitar Rp 466 triliun. Itu dibagi lagi. Dimana 10 persen dari APBN dan sisanya dari pihak ketiga. Ia berharap pemindahan IKN harus bersumber dari kemapmuan bangsa sendiri. Kalau pun swasta ingin dilibatkan, kontribusinya dibatasi. “Perlu diingat, tidak ada makan siang yang gratis. Belum jadi saja kita sudah meminta pihak luar, bagaimana kalau ini nanti jadi,” singgungnya. Dalam kaca mata kebijakan publik, pemindahan IKN juga menuai catatan. Dengan anggaran maha besar hingga Rp 400an triliun, RUU belum menegaskan. Apakah IKN hanya merupakan pusat pemerintahan atau include sebagai pusat ekonomi. Pertanyaan itu disampaikan perwakilan tokoh pemuda Kaltim Viko Januardhy. “Apakah logis RP 400 triliun itu hanya untuk pemerintahan,” tanyanya. Kalau hanya memindahkan pusat pemerintahan, pertumbuhan penduduk tidak akan drastis. Hal itu berdasarkan studi pemindahan 31 ibu kota negara di beberapa negara. Persoalannya RUU IKN ini bagi Viko justru ambigu. Kalau juga menjadi pusat ekonomi, maka akan terjadi ledakan penduduk. Pusat harus membaca situasi ini. sehingga baginya, pengendalian penduduk harus masul dalam rencana induk RUU IKN. “Ini memang injury time. Sikap apatis masyarakat Kaltim membahas IKN ini menjadi autokritik SDM (sumber daya manusia) di Kaltim,” tutupnya. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unmul M Taufik juga bersuara. Lagi-lagi dirinya menyorot eksistensi badan otorita yang katanya hanya selevel tingkat dua dalam pemerintahan. Atau kabupaten/kota. Katanya tak perlu ada badan otorita. Cukup pembentukan provinsi baru dan tak perlu ada daerah penyangga. “(Daerah) penyangga tak diatur dalam konstitusi, tapi kalau daerah khusus sudah diatur,” tuturnya. Dan lagi pula ini hanya memindahkan kantor pemerintahan, bukan memindahkan DKI ke kawasa IKN. “Takutnya nanti akan bentuk pemerintahan sendiri,” tutup mantan ketua KPU Kaltim ini. Anggota pansus RUU IKN G Budisatrio Djiwandono menyebut proses pembahasan RUU masih berlangsung. Pansus masih terus rapat membahas beberapa poin yang menjadi catatan bagi pansus. Termasuk menerima masukkan dari sejumlah pihak. “Kami di pansus masih terus rapat. Sudah ada pula rekonstruksi draf RUU IKN. Ini masih berjalan jadi saya mohon kesabarannya,” ucapnya singkat. Budi sendiri tidak bisa lama terlibat diskusi lantaran harus mengikuti jadwal kedewanan. “Intinya saya pegang prinsip kehati-hatian. Dan notulen ini akan diteruskan untuk kami jadikan bahan,” pungkas Politisi Gerindra ini. (boy/zul) Editor: Muhammad Zulfikar Akbar

Tags :
Kategori :

Terkait