Redam Gejolak Inflasi, BI Sarankan Kerja Sama Dagang Antardaerah

Selasa 05-11-2019,20:48 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Bimo Epyanto.

Balikpapan, Disway Kaltim – Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Bimo Epyanto mengingatkan potensi inflasi pada akhir tahun hingga awal tahun depan.

Kondisi itu disebabkan adanya peningkatan konsumsi di Balikpapan. Kenaikan konsumsi itu sebagai dampak persiapan pembangunan ibu kota negara (IKN) yang diperkirakan mulai tahun depan.

BI memperkirakan kerjasama perdagangan antar daerah menjadi salah satu langkah yang bisa meredam gejolak inflasi.

“Inflasi masih akan terjadi karena Balikpapan yang sebagai calon penyangga ibu kota masih banyak mendatangkan stok bahan pangan dari luar daerah,” kata Bimo Epyanto.

Inflasi itu, kata dia, dipicu peningkatan konsumsi. Karena itu, ia berharap pemerintah daerah mempersiapkan regulasi.

“Misalnya, pemerintah bisa mengatur siapa yang menjadi operator pangannya. Perusda bisa menunjuk pedagang besar sebagai asosiasi yang akan menjadi operator lapangan," ucap dia, saat ditemui Selasa (5/11/2019).

Akhir tahun ini inflasi masih akan terjadi di Balikpapan. Kondisi itu berasal dari permintaan tinggi daging ayam ras.

“Padahal pasokan tak terlalu banyak,” kata dia. BI menilai saat ini secara year to date inflasi masih di bawah 2 persen. Dengan demikian apabila menggunakan skenario terburuk, inflasi hingga akhir tahun ini paling besar masih berada di kisaran 3 persen.

Berdasarkan data BI, daya beli masyarakat lebih baik karena tekanan ekonomi lebih rendah. “Kemudian juga harus melihat bagaimana  Produk Domestik Regional Bruto (pdrb) dulu,” sebutnya.

BI Balikpapan memproyeksikan tahun depan tantangan inflasi berasal dari tingginya harga emas. Saat ini fluktuasi harga emas memang belum memberikan dampak karena dibayangi oleh turunnya harga pangan.

“Kondisi ekonomi global yang melambat bisa makin buruk. Kondisi itu dengan mempertimbangkan penurunan proyeksi pertumbuhan global baik China maupun Eropa," kata Bimo. Hal tersebut bisa memacu gejolak sehingga emas menjadi penempatan aset yang paling aman dan mengakibatkan harganya bisa melambung tinggi.

Dia menegaskan deflasi yang melanda Kaltim bukan dikarenakan komponen yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Melainkan karena koreksi harga sayuran yang sudah sewajarnya setelah naik tajam.

Secara keseluruhan Provinsi Kalimantan Timur yang mencakup Kota Samarinda dan Balikpapan masih dilanda tingkat deflasi sebesar 0,37% pada Oktober 2019.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Oktober 2019 masing -- masing terjadi deflasi 0,12% di Kota Samarinda dan deflasi sebesar 0,69% di Kota Balikpapan.

Deflasi di Kalimantan Timur dipengaruhi oleh penurunan indeks harga pada kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi sebesar 1,28%.

Selanjutnya kelompok transportasi dan komunikasi yang mengalami deflasi sebesar 0,96%, kelompok pendidikan rekreasi dan olah raga sebesar 0,07% dan kelompok kesehatan dengan deflasi sebesar 0,05%.

Sementara itu 3 kelompok lainnya justru mengalami inflasi. Yaitu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,26% kemudian kelompok sandang sebesar 0,17% dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,01%. Berdasarkan data tersebut tingkat inflasi tahun kalender sebesar 1,03% dan tingkat Inflasi tahun ke tahun sebesar 1,51%.

Inflasi Provinsi Lebih Tinggi

Tekanan inflasi yang lebih tinggi diproyeksikan akan dihadapi provinsi Kalimantan Timur tahun depan. Hal itu dibayangi kenaikan sejumlah komponen administered prices (AP). Seperti cukai rokok, tarif listrik, serta iuran BPJS hingga harga emas.

Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Timur, Tutuk Cahyono mengatakan, untuk menahan tekanan tersebut, pihaknya akan fokus dalam mengendalikan komoditas pangan yang bersumber dari kelompok volatile food.

“Aktivitas penyiapan IKN juga ikut andil memberi tekanan pada peningkatan permintaan komoditas pendorong inflasi. Untuk itu, kerjasama antar daerah sentra produksi harus diperkuat,” katanya, secara terpisah.

Hal itu harus dibarengi strategi meningkatkan pasokan, lebih lancarnya distribusi, monitoring dan koordinasi yang lebih aktif. Serta komunikasi yang lebih efektif agar inflasi tetap terjaga rendah dan stabil.

Peningkatan permintaan bisa menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk memenuhi barang dan jasa yang dibutuhkan, supaya dapat meningkatkan perekonomian. (fey/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait