PENAJAM, nomorsatukaltim.com - Masyarakat adat di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) berencana menggelar unjuk rasa menolak pemindahan ibu kota negara ke Sepaku. Tuntutan itu disuarakan lantaran tidak dilibatkan dalam rencana pemindahan ibu kota negara. Lembaga adat mengeluarkan sejumlah rekomendasi.
Selain persoalan banjir, dan pembuatan undang-undang, sejumlah persoalan masih mengganjal rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) baru. Masyarakat adat di Kabupaten PPU, berencana melakukan aksi penolakan pemindahan IKN, pekan depan.
Humas Lembaga Adat Paser (LAP) PPU, Eko Supriyadi mengatakan, sejumlah persoalan melatari penolakan itu. “Masyarakat adat meminta pemerintah memberikan perlindungan terhadap hak-hak adat, melalui pengakuan hukum,” katanya.
“Massa yang turun diperkirakan mencapai 500 orang. Aksi demo kami gelar pada 29 Desember 2021 yang sekaligus kami peringati sebagai hari kebangkitan masyarakat adat Paser,” ujar Eko Supriyadi.
LAP telah menggelar pertemuan adat yang diikuti berbagai sub suku. Berbagai elemen masyarakat adat Paser yang akan terlibat antara lain sub-suku Paser Luangan, Paser Telake (Tikas dan Nyawo), Paser Pematang, dan Paser Migi.
Kemudian Paser Peteban (Leburan), Paser Bukit (Bukit Bara Mato, Bukit Jondang, Mandi Angin), Paser Ådang, serta Paser Balik. Tak ketinggalan Paser Pemuken, Paser Tebalung, Paser Aper, Paser Semunte.
“Masyarakat adat telah mengeluarkan sembilan rekomendasi kepada pemerintah daerah dan pusat,” katanya. Rekomendasi tersebut antara lain, mendesak Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat. Mendesak Pemkab dan DPRD PPU menerbitkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Paser. Juga mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera memfasilitasi pemetaan wilayah adat di PPU terutama di daerah calon IKN.
TAK DIANGGAP
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Adat Paser (LAP) Musa dalam pernyataan yang dikeluarkan, Selasa (21/12) menyebut keberadaan masyarakat adat tak diakui.
“Kami masyarakat adat yang merupakan penduduk asli di PPU khusus Suku Paser termasuk Dayak seperti dianggap tidak ada oleh pemerintah pusat dalam rencana pemindahan IKN ke Sepaku. Membuat kami sangat kecewa dan sedih, oleh karena itu agar mereka tahu kalau kami ada maka kami akan lakukan demo menolak pemindahan IKN tersebut,” ujar Musa seperti dilansir IDN Times.
Rapat yang digelar di Kantor Laskar Pertahanan Adat Paser (LPAP) Kecamatan Sepaku tersebut, dihadiri Ketua Adat Paser Kecamatan se PPU, tokoh pemuda Paser, tokoh adat Dayak dengan pembahasan rencana demo penolakan IKN.
Menurut Musa, demo penolakan IKN bukan untuk memecah belah suku bangsa, tetapi karena masyarakat PPU selama ini tidak dianggap.
Ia mengatakan, rencana aksi untuk memperjuangkan kepentingan seluruh masyarakat PPU. “Agar pemerintah pusat mengetahui keberadaan masyarakat adat Paser dan Dayak,” sebutnya.
Ia mencontohkan, saat rapat dengar pendapat (RDP) DPR RI dengan tokoh adat untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) IKN tokoh yang diundang sama sekali bukan dari wilayah Sepaku atau PPU. Mereka dari luar PPU bahkan belum pernah menginjakan kakinya di Sepaku.
“Mereka yang ikut RDP itu tidak bisa dikatakan sebagai wakil kami, apalagi mereka sebagian sama sekali tidak pernah mengetahui masalah dan kondisi di lapangan. Bagaimana jadi wakil kami kalau menginjakan kaki ke Sepaku saja tidak pernah,” sebutnya.
Ditegaskannya, yang membuat masyarakat adat Suku Paser kecewa adalah saat Gubernur Kaltim Isran Noor mengeluarkan pernyataan, jika wilayah inti IKN dan sekitarnya tidak ada masyarakat adat. Padahal masih banyak lahan milik warga yang selama ini jadi sumber kehidupan mereka. Hal itu dikatakan di salah satu program TV swasta baru-baru ini.
“Hal serupa juga dikatakan Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud saat diwawancarai salah satu presenter nasional dalam di salah satu program TV swasta juga, kalau di kawasan IKN itu semua milik perusahaan. Tetapi faktanya ada beberapa lahan milik warga, jangan sampai gara-gara IKN ini ada orang Paser yang menderita,” tegasnya.
“Rencananya Sultan Paser YM Aji Muhammad Jarnawi turut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut. Rencananya demo akan diikuti sekitar 300 an orang lebih. Dengan lokasi demo Kantor DPRD dan Bupati PPU,” kata dia. “Kami juga meminta agar pak bupati menerbitkan SK panitia hukum adat hingga kini belum juga disetujui oleh bupati,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) PPU Helena mengimbau agar memperkuat masyarakat dan kelembagaan adat yang ada, sebagaimana tertuang dalam Perda PPU Tahun 2017 tentang Pelestarian dan Perlindungan Adat Paser. Di mana dalam Pasal 1 ayat 4 bahwa suku asli PPU adalah Suku Paser.
"Di Pasal 10 disebutkan LAP berwenang mewakili masyarakat Paser keluar yaitu dalam hal menyangkut kepentingan masyarakat Paser. Saya juga menyarankan kepada Sultan Paser, DPP LAP membuat surat kepada presiden, Gubernur Kaltim dan Bupati PPU bahwa organisasi resmi adat Suku Paser adalah LAP yang juga berhak untuk mewakili masyarakat adat Paser membahas segala sesuatu tentang IKN," pungkasnya.
RESPONS BUPATI
Bupati PPU, Abdul Gafur Mas'ud (AGM) menyatakan akan mendalami aspirasi masyarakat adat. Menurut AGM, setiap kebijakan tidak mungkin dapat menyenangkan semua pihak. Apa lagi dalam wacana semegah pemindahan IKN ke Kaltim.
Nah, sejak diumumkan lokasi baru pada 2019 lalu, persiapan kian mengerucut. Saat ini draf RUU IKN itu telah masuk ke DPR RI untuk digodok sampai matang. Riak-riak mulai muncul.
"Saya mendengar akan ada aksi, tapi masih simpang-siur kebenarannya," ucapnya, Selasa, (21/12). "Nanti kita lihat dulu, apa yang mereka bawa. Seyogyanya juga, kalau ada aspirasi harus kita dengar. Tidak boleh sepihak saja," ujarnya.
AGM akan berkoordinasi dengan jajaran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) PPU. Lalu juga dengan TNI-Polri.
"Nanti kita koordinasikan juga dengan Kesbangpol, maksud dan tujuannya. Karena sebelum mereka beraksi, pasti ada izin keramaian. Yang dikeluarkan oleh kepolisian Nanti kita akan koordinasikan lebih dalam lagi," jelasnya. (*)