PPU Endemis Malaria, Kasus Terbanyak di Lokasi IKN Baru

Minggu 05-12-2021,20:58 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

PPU, nomorsatukaltim.com - Penajam Paser Utara (PPU) masih berada pada zona merah malaria. Pada 2021, kasus penyebaran terbanyak ada di wilayah lokasi ibu kota negara (IKN) baru, Kecamatan Sepaku. Sudah sejak 2008 lalu hingga 2020, PPU masih dinyatakan lokasi endemik malaria. Semenjak itu pula kasusnya terus ada dan cenderung meningkat. Namun, pada 2021 ini kasusnya menurun. Pengelola Monitoring dan Evaluasi Malaria di Dinas Kesehatan (Diskes) PPU, Harjito Ponco Waluyo menyebutkan, hingga kini kasus positif malaria ada 884. Sementara tahun lalu mencapai 1.455 kasus, dan pada 2019 sebanyak 1.050 kasus. Baca juga: Kasus Malaria di Kubar Merajalela, Runner Up di Kaltim "Tahun ini secara jumlah ada penurunan kasus dari tahun 2020," ujarnya beberapa waktu lalu kepada nomorsatukaltim.com - Disway News Network (DNN). Peningkatan kasus yang diakibatkan nyamuk malaria Plasmodium Vivax mencapai antara 40 sampai 50 persen merupakan kasus kambuhan. Juga sebagian besar berasal dari wilayah lain di luar PPU. Selain itu, Ponco mengungkapkan ada perbedaan sebaran antara yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, kasus malaria hanya berfokus di tiga tempat. Yaitu Muara Toyu dan perbatasan Kabupaten Paser, Kilometer 53-80 Bongan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) dan Sotek PPU. "Sekarang ini ternyata ada pola baru. Jadi ada beberapa titik sejak tahun 2018 zero kasus, sekarang ada kasus," ucapnya. Berdasarkan data dari fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes), kasus terbanyak berada di wilayah Kelurahan Sotek sejumlah 534 kasus. Lalu disusul di Kelurahan Petung sejumlah 255 kasus, kemudian di RSUD PPU sebanyak 182 kasus, lalu asal klinik swasta sebanyak 144 kasus. Serta di fasyankes Kecamatan Waru 95 kasus. "Di Semoi dilaporkan ada kasus dua yang rawat di Samarinda, di Pemaluan, di Maridjan dan juga ada kasus di kilometer nol IKN," imbuhnya. Kecenderungan peningkatan kasus malaria adalah dengan dimulainya peningkatan curah hujan pada Maret hingga Oktober. Selain itu, disebabkan adanya peningkatan mobilisasi masyarakat di wilayah perbatasan yang disebutkan tadi. Selain dari pendatang, sebagian besar juga yang terpapar malaria ialah pekerja. Yang banyak direkrut perusahaan kayu. Mereka rata-rata berasal dari Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Selatan (Kalsel), Sulawesi Barat (Sulbar) dan pulau Jawa. “Selain itu sekitar 85 persen kasus malaria adalah para pengrajin atau pekerja kayu, yang sulit terkontrol dan sebagian beraktivitas mulai sore sampai dini hari, sementara barak tempat tinggal mereka dekat perindukan atau berkembang biak nyamuk,” jelasnya. Di lain sisi, yang mendasari terjadinya kasus malaria di titik-titik baru tersebut akibat kurangnya survei migrasi dengan baik. Yang mana idealnya ada pendataan dan pemeriksaan terutama pada saat rekrutmen karyawan oleh perusahaan. "Karena mobilisasi tinggi sekali. Kok di titik nol IKN ada dan Pemaluan ada? itu karena rekrutmen pekerja dari Sotek ke arah titik Nol IKN tidak diproteksi dengan pemeriksaan akhirnya dia doormen, membawa penyakit malaria menyebarkan di sana," jelasnya. * Kepala Diskes PPU, dr Jansje Grace Makisurat mengatakan kesulitan utama dalam penanggulangan malaria adalah sulitnya akses. Untuk menuju lokasi yang berada di tengan hutan. Untuk mengatasi itu, Diskes PPU mempunyai cara lain. Yaitu memberikan pelatihan untuk warga di sekitar agar menjadi kader khusus malaria. Tahun ini ada 20 Kader di sembilan desa/kelurahan yang dianggap endemis malaria. "Kita sudah melatih beberapa kader khusus malaria. Pertama melatih mereka pemeriksaan cepat, untuk mendiagnosa malaria. Kemudian bagaimana memberikan pengobatan, karena kan agak susah kita menjangkau ketika mereka di hutan," jelas dia. Kemudian juga melakukan survei jentik dan nyamuk oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tanah Bumbu Kalsel di empat puskesmas. Ada lagi, juga telah melaksanakan Mass Blood Survey (MBS) pada Oktober 2021. Guna mendapatkan penderita baru di wilayah yang masih dianggap endemis. Serta dilakukan pendampingan percepatan eliminasi malaria oleh WHO sejak September hingga November 2021 ini serta menggelar penyelidikan epidemiologi (PE) malaria. Terakhir, Pemkab PPU juga membagikan ribuan kelambu. Yang dapat dipakai untuk tidur oleh pekerja saat berada di hutan. Kemudian juga kelambu rutin untuk ibu hamil. Dengan jumlah total 5.200 lembah kelambu. Dengan harapan mengurangi angka gigitan nyamuk. "Kemudian dari pemerintah pusat dibekali kelambu. Jadi salah sendiri kalau mereka tidak mau pakai kelambu ketika mereka ke hutan," tutup Grace. (rsy/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait