BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Profesionalitas aparat penegak hukum diuji dalam perkara tambang ilegal di Kelurahan Karang Joang, Balikpapan. Berbagai kalangan menanti bagaimana proses akhir kasus itu bergulir.
"Publik lagi menantikan. Bagaimana keseriusan mereka terkait penegakan hukum dalam kasus Peti (Pertambangan Tanpa izin) ini," kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradana Rupang, Jum’at (19/11).
Menurutnya, profesionalisme penegak hukum diuji, apakah mereka mampu menuntaskan perkara ini sampai kepada aktor di baliknya. Rupang berharap polisi akan mengungkap tersangka lainnya, yang tidak menutup kemungkinan melibatkan orang-orang penting.
"Yang menjadi catatan kami sebenarnya kita berharap aparat tidak hanya bertumpu pada Undang-Undang Minerba nomor 3 tahun 2020, khususnya pada pasal 158,” kata Rupang.
Ia berharap polisi bisa menjerat tersangka dengan beleid yang terkait dengan tata ruang. Seperti Perda Kaltim nomor 10 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit.
Pengenaan pasal ini penting sebagai dasar pemberatan terhadap pelaku. "Itu sudah ada peraturan di Kaltim yang kurang lebih 9 tahun yang lalu sudah berlaku. Seharusnya itu sudah efektif untuk diterapkan," katanya.
Aparat juga harus mengusur barang bukti berupa hasil tambang batu bara yang sebagian besar telah beredar. Polisi didorong untuk mengecek ulang pengakuan saksi atau tersangka yang menyebut perusahannya belum sempat menjual emas hitam itu.
"Itu pengakuannya belum dijual atau tidak, tentu harus didalami. Tapi yang perlu diurai adalah siapa saja aktor-aktor lain yang terlibat dalam proses Peti di Balikpapan," katanya.
Ia mencontohkan, siapa pemodal yang telah mensponsori kegiatan tambang ilegal tersebut. Ia mengingatkan kepada para penyidik untuk tidak puas hanya sampai pada tingkat operator di lapangan.
Tapi juga harus mengejar pemodal dan pemilik alat berat serta oknum yang melayani jasa pengangkutan batu bara. "Yang ke empat siapa? Pelabuhan mana yang ditetapkan sebagai jalur untuk bongkar muatnya. Jika pelabuhan resmi, maka pihak penyidik harusnya (mampu) menjerat karena turut terhubung dalam upaya memfasilitasi," urainya.
Bahkan bila proses panjang alur praktik tambang ilegal itu ternyata berizin dan legal, maka menjadi kewenangan pemerintah pusat dan daerah untuk memasukkannya dalam catatan hitam.
Namun jika temuan selanjutnya juga terkait dengan suatu korporasi, maka seharusnya penegak hukum tidak hanya berhenti di saat telah mempidanakan perseorangan, tapi juga tegas menegakkan hukum pidana kepada korporasi terkait.
"Nah yang kelima, tentu saja pembelinya. Siapa calon pembelinya atau orang yang sudah memesan itu. Itu juga harus dicek. Dikejar. Inilah yang kita sebut proses Peti yang sudah meluas sampai ke Balikpapan," katanya dilansir Disway Kaltim.
Menurutnya semua oknum yang terkait dalam rantai praktik tambang batu bara ilegal bisa dijerat UU Minerba.
"Sebenarnya tidak sulit mendeteksi pelaku karena mudah mencarinya. Misalnya alat berat itu ditahan sebagai jaminan, tentu saja pemiliknya harus memfilter apakah alat itu digunakan untuk kejahatan atau tidak," katanya.
Melalui kasus ini juga, harapannya agar pemerintah daerah lain bisa melakukan tindakan yang sama seperti yang sudah dilakukan Pemkot Balikpapan terhadap penambangan ilegal di daerahnya masing-masing.
"Ini sebagai peringatan tegas kepada aparat pemerintahan daerah lain, bahwa omong kosong kalau pemerintah daerah tidak bisa melapor, tidak bisa mendesak agar penegakan hukum kasus Peti bisa selesai. Contoh sajalah Balikpapan," imbuhnya.
Pradana Rupang, mengapresiasi langkah Pemkot Balikpapan yang dengan cepat melakukan upaya preventif di lapangan, mengamankan bukti dan melaporkan ke ranah hukum. "Hal ini memang diharapkan dapat diikuti pemerintah daerah lainnya," ujarnya.
PEMODAL MASUK DPO
Polresta Balikpapan menetapkan seorang tersangka dalam kasus tambang batu bara ilegal di Karang Joang. "Kami amankan satu orang dengan nama SHR," kata Kapolresta Balikpapan, Kombes Pol Vincentius Thirdy Hadmiarso.
Tersangka merupakan pengawas kegiatan yang berada di lokasi kejadian saat penggerebekan berlangsung. Thirdy Hadmiarso berkomitmen mengungkap perkara ini sampai tuntas. Sebagai langkah itu, polisi telah menetapkan satu orang lainnya menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) berinisial ZK.
"Kami masih melakukan pengejaran, DPO atas nama ZK untuk dilakukan penangkapan. Yang bersangkutan sebagai pemodal," jelasnya. Polisi menjerat tersangka dengan pasal 35 jo pasal 158 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang tentang Penambangan Mineral dan Batu Bara.
Kemudian juncto UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman kurungan penjara minimal 5 tahun.
Dalam pemeriksaan kepada 7 saksi, polisi menyebut kegiatan penambangan sudah berlangsung sebulan. Selama itu, sedikitnya 1.500 metrik ton batu bara berhasil dikeruk. Tapi polisi menyebut belum ada batu bara yang keluar dari lokasi. "Belum ada yang terjual. Masih di dalam tambang itu," tambah Thirdy.
Pernyataan saksi kepada polisi berbeda dengan pengakuan sejumlah warga di sekitar lokasi kejadian. Seorang sopir truk mengaku mendapat informasi sejumlah temannya mendapatkan order mengangkut batu bara ke sebuah kontainer di Kariangau.
“Ada beberapa teman yang mendapat order mengangkut, upahnya Rp 400 ribu. Tapi kita semua nggak tahu kalau ternyata tambangnya illegal,” kata warga setempat. Bahkan, aktivitas itu diperkirakan sudah berlangsung selama 3 bulan. Akibat tingginya upah angkut, beberapa sopir truk material, ikut-ikutan mengangkut batu bara.
NAMANYA DICATUT
Di tengah penyidikan kasus itu, muncul penipuan berkedok pengamanan kasus. Namun Kapolresta Balikpapan, Kombes Vincentius Thirdy Hadmiarso dipakai penipu untuk memeras pemilik ekskavator yang disita polisi.
Berdasarkan tangkapan layar percakapan melalui platform WhatsApp yang diperoleh media ini, seorang pengirim pesan menggunakan foto Thirdy yang tengah duduk di ruangannya.
Kapolres palsu itu menggunakan nomor kontak berawalan 0812. Modusnya menghubungi pemilik ekskavator meminta sejumlah uang sebagai syarat pembebasan alat yang disita.
Dalam percakapan yang dimulai sekitar pukul 12.30 Wita, pemilik ekskavator diduga percaya begitu saja.
Pelaku kemudian mengirimkan nomor rekening dari salah satu bank ternama dengan nama pemilik rekening yang dipastikan bukan milik Kapolresta Balikpapan.
Tercatat pelaku mengirimkan pesan berulang, sedikitnya 8 kali. Disamping itu, pelaku juga tak sekali melakukan panggilan melalui WhatsApp. Terhitung ada 9 panggilan yang dilakukan pelaku kendati tak diangkat.
"Dana cash nanti malam saya serahkan 50 juta ke Pak," dikutip dari salah satu isi pesan pelaku. "Buktinya WA ke saya, nanti jam 7 malam ketemu di kantor," tulis si pelaku yang kemudian dilanjutkan panggilan.
Pemilik alat berat itu kemudian mengirimkan foto bukti transfer senilai Rp 50 juta ke rekening yang didikte pelaku. Hanya foto, tanpa pesan afirmasi.
Dari bukti transfer, tercatat transaksi pengiriman uang kepada pelaku pada pukul 12.03 Wita, Rabu (17/11/2021). Pada hari korban men-transfer, dapat diartikan tepat sehari setelah Pemkot Balikpapan melakukan penyegelan lokasi tambang batu bara.
Lebih lanjut, pasca foto bukti transfer dikirim, pelaku mengirimkan dokumen internal kepolisian yang tidak sepatutnya disebar ke publik. Adapun dokumen tersebut merupakan dokumen yang dibuat oleh pihak Polsek Balikpapan Utara untuk Polresta Balikpapan sebagai laporan.
Di samping itu, pelaku meminta korban untuk menghubungi kembali dengan bahasa yang cenderung singkat. Berdasarkan penelusuran Disway Kaltim, nomor kontak yang digunakan berasal dari wilayah DKI Jakarta. Nomor yang tertera merupakan nomor perdana sekali pakai.
Terkait perkara ini, Thirdy akan melakukan penyelidikan. " Kita akan periksa semua keseluruhan saksi-saksi," ujar Thirdy, Jumat (19/11). Ia menyesalkan adanya pihak yang memanfaatkan kondisi di tengah upaya penegakan hukum kasus tambang di Balikpapan.
"Kami serahkan seluruhnya proses penyidikan dan pelapor akan melaporkan tindak pidana penipuan tersebut lebih dulu," jelasnya. Kapolres mengaku telah mengusut dari permukaan terkait identitas pelaku, termasuk lokasinya. Kendati begitu, Thirdy enggan membeberkan informasi identitas pelaku maupun korban.
Sehingga saat ini, terkait tindak pidana penipuan tersebut, masih dalam proses penyidikan. Hal itu juga bergantung dengan keterangan saksi-saksi yang didalami. *RYN/BOM