Sejauh ini Ia menilai, bahwa item-item lain yang termasuk pajak hiburan seperti bioskop, refleksi, gym, konser dan lainnya juga perlu penyesuaian.
Sebelumnya, revisi Perda 6/2010 juga sudah dibahas dalam rapat paripurna, Selasa (2/11) pekan lalu.
Kala itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Balikpapan Sayid MN Fadly menanggapi perubahan pada beleid itu sebagai upaya meningkatkan kepatuhan dan transparansi wajib pajak daerah dalam melakukan pelaporan pajak hiburan kepada pemerintah.
Penurunan tarif pajak hiburan, kata dia, hendaknya diarahkan kepada objek pajak hiburan seperti pagelaran kesenian, musik, tari, busana, pameran dan pertandingan olahraga agar sejalan dengan upaya dalam mendukung dan membanguan perekonomian serta meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap seni dan budaya serta tetap menjaga kearifan lokal.
“Selain itu juga dengan tidak menurunkan tarif pajak hiburan secara khusus untuk diskotik dan klab malam, sejalan dengan visi Balikpapan yaitu mewujudkan Balikpapan sebagai kota terkemuka yang nyaman dihuni, modern dan sejahtera dalam bingkai madinatul iman,” urainya. RYN/AVA
Angin Segar Bisnis Hiburan
PENGUSAHA bisnis hiburan yang dikenal dengan nama DJ Yuudhe, yakni pemilik RPM Kafe, salah satu tempat nongkrong paling asyik di Kota Minyak, menyebut perubahan angka maksimal pajak hiburan menjadi angin segar bagi investasi dunia hiburan.
"Kalau untuk pajak hiburan dari 60 persen menjadi 40 itu setahu saya untuk THM kelas klab atau pub. Kalau untuk kafe seperti kami belum tahu, ya. Yang jelas ini bagus bagi iklim investasi," ujarnya, dihubungi, Rabu (10/11).
Menurutnya perubahan pada nilai pajak punya andil besar terhadap perkembangan bisnis hiburan di Kota Beriman. Dia memastikan hal tersebut akan mendongkrak kesempatan bagi para investor untuk melirik Balikpapan sebagai salah satu kota penyangga Ibu Kota Negara (IKN).
"Ini juga akan membuka banyak peluang kerja buat anak lokal di Balikpapan," terangnya.
Berdasarkan pengamatannya, para investor perlu berpikir tiga kali untuk menempatkan modalnya di Balikpapan, dikarenakan pajak hiburan yang tertinggi di Indonesia, selain di Kota Palembang.
Sementara yang bertahan di Balikpapan saat ini, kata dia, belum bisa mengembangkan konsep bisnis dan inovasi baru karena besarnya pajak tadi.
"Ya Alhamdulilah, kalau dari pihak DPRD Balikpapan dan pemerintah bisa membantu meringankan beban pengusaha hiburan. Setidaknya ini akan memicu usaha-usaha yang baru di sektor hiburan. Otomatis pemasukan daerah lebih meningkat," imbuhnya. RYN/AVA