RAPBD 2022 Belum Rampung, PPU Terancam Tak Dapat Insentif

Rabu 10-11-2021,10:06 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

PPU, nomorsatukaltim.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Penajam Paser Utara (PPU) optimistis pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022 selesai tepat waktu. Walaupun hingga kini yang dibahas Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) masih berkutat pada rancangan kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran sementara (KUA-PPAS). Batas akhir pengesahan Rancangan APBD 2022 ialah 30 November. Sesuai dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Apabila lewat, daerah bisa disanksi tidak mendapatkan insentif sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2017 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggara pemerintah daerah. Adapun APBD PPU 2022 itu diprediksi mengalami penurunan. Draf KUA PPAS APBD 2022 telah diserahkan oleh Pemkab PPU Agustus lalu kepada DPRD untuk dibahas. Baca juga: Tak Ada APBD-P, Fraksi PKS DPRD PPU Gulirkan Hak Interpelasi Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi mengungkapkan, dalam draf yang disampaikan, diketahui estimasi pendapatan tahun depan dari sektor dana bagi hasil (DBH) migas, pendapatan asli daerah (PAD) dan lainnya hanya Rp 1,1 miliar. Itu berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang turun. Angka tersebut belum termasuk bantuan keuangan (Bankeu) dari Pemprov Kaltim dan dana alokasi khusus (DAK) dari pusat. “Jadi secara keseluruhan APBD 2022 hanya kisaran Rp 1,2 sampai Rp 1,3 triliun. Itu sudah termasuk DAK dan Bankeu,” kata Jhon, belum lama ini, dikutip dari Harian Disway Kaltim - Disway News Network (DNN). Alhasil, APBD 2022 ini diprediksi turun jauh jika dibandingkan APBD 2021 yang Rp 1,9 triliun. Itulah yang membuat pembahasan ini pelik dan tak kunjung rampung hingga saat ini. Membagi antara kebutuhan belanja langsung dan belanja tidak langsung daerah. Diketahui, belanja tidak langsung daerah ini besar untuk tahun mendatang. Beban terbesar di antaranya ialah gaji pegawai negeri sipil (PNS) ditambah tambahan penghasilan pegawai. Setidaknya membutuhkan alokasi sekira Rp 700 miliar. Lalu juga berasal dari kebutuhan anggaran honorarium tenaga harian lepas (THL), yang masing-masingnya Rp 3,4 juta per bulan. Diperhitungkan dalam setahun, bebannya sekira Rp 150 miliar. Sementara, pembangunan di daerah juga wajib terus berjalan. Satu sisi, Pemkab PPU juga masih memiliki beban utang yang  wajib untuk dibayarkan. "Kami tekankan kepada pemerintah daerah, bahwa beban 2020 dan 2021 yang tidak terbayarkan harus diprioritaskan pembayarannya di 2022,” jelas Jhon. Beban itu masih berkaitan dengan defisit anggaran tahun ini, yang mencapai sekira Rp 850 miliar. Dihitung, utang itu mencapai Rp 400 miliar. Itu berdasarkan pembangunan yang berjalan 2021, bahkan dari pekerjaan yang sudah rampung di 2020. Namun, Jhon memastikan keduanya tetap menjadi prioritas. Soal proyek baru di 2022, maka skemanya tidak ada melalui APBD murni. Melainkan akan mencari alokasi dana melalui DAK dari pusat. "Kalau dari APBD murni tidak ada. Hanya di DAK. Karena kan bisa dibilang defisit, jadi tahun depan hanya membayar utang,” ujarnya. Wakil Ketua I DPRD PPU, Raup Muin menuturkan, kepentingan masyarakat harus tetap menjadi pembicaraan. Pasalnya, melebihi tenggat waktu itu sama saja merugikan warga PPU. “Kami optimis menyelesaikan pembahasan APBD sampai batas waktu yang ditentukan Kemendagri. Pembahasan APBD itu wajib selesai akhir November," ungkapnya. Saat ini, sebutnya, telah memasuki tahapan akhir pembahsan rancangan KUA PPAS APBD 2022. “Saat ini masih tahapan pembahasan KUA-PPAS. Untuk pembahasan proyeksi program dan kegiatan masing-masing organisasi perangkat daerah masih dalam pembahasan,” pungkasnya. RSY/ZUL

Tags :
Kategori :

Terkait