Mario Gomez pernah menjadi sosok yang bukan kaleng-kaleng di masanya. Riwayat pekerjaannya yang pernah menjadi asisten manajer Inter Milan dan Valencia. Serta pernah menukangi RCD Mallorca. Bukan lah capaian sepele. 3 trofi yang didapat ketika membesut Johor Darul Ta’zim menegaskan kehebatannya. Ia dulu Mario Gomez yang Super Mario. Namun tidak lagi kini.
MARIO Gomez mulai menapaki karier manajerial sejak tahun 1995. Kala itu, ia menjadi asisten manajer tim asal negaranya, Atletico Lanus. Tahun 1999, ia merantau ke Eropa untuk menjadi asisten pelatih RD Mallorca. Dua tahun berselang, ia menyeberang ke Valencia. Lagi-lagi sebagai asisten manajer.
Tahun 2001, Gomez meninggalkan LaLiga dan menuju Serie A. Mario menjadi asisten manajer selama 3 tahun untuk klub papan atas Italia, Inter Milan. Toldo, Laurant Blanc, Materazzi, Zanetti, Recoba, Vieri, dan Ronaldo da Lima adalah beberapa nama besar yang pernah ditanganinya.
Setelah itu, Mario Gomez memilih meningkatkan karier sebagai pelatih kepala. Bukan di Eropa. Tapi balik kampung ke Argentina. Dari tahun 2006 hingga 2014, Gomez wara-wiri di 5 tim kasta tertinggi Liga Argentina, ditambah 2 tim asal Kolombia dan Yunani.
Belum kunjung mendapat trofi, Gomez kembali merantau. Kali ini ke Asia. Ia membesut tim Hong Kong, South Asia. Hanya semusim, Mario kemudian membelot ke tim raksasa Malaysia, Johor Darul Ta’zim. Dua musim di sana adalah masa keemasan Super Mario. Trofi Liga Malaysia dan Piala AFC berhasil direngkuh pada musim pertamanya (2014/15). Musim selanjutnya, kampanye sukses Mario berlanjut. Trofi Piala Liga Malaysia berhasil didapatnya.
Tampil mencolok, Gomez kemudian dipercaya menangani Timnas Malaysia. Hanya 3 bulan tanpa memimpin 1 pertandingan resmi pun, ia lalu pergi ke Indonesia. Guna menangani Persib Bandung.
Kampanyenya di Persib tergolong sukses. Bermaterikan pemain muda, Persib tampil bagus pada musim 2017/18. Posisi keempat di klasemen akhir Liga 1 menjadi capaian Mario di Bandung. Memang tidak berhasil juara, tapi namanya menjadi juara di kalangan pendukung Persib. Gomez dianggap cerdik memanfaatkan pemain muda.
Harum namanya berlanjut ke musim selanjutnya. Secara mengejutkan, Mario merapat ke Borneo FC Samarinda. Sesaat sebelum Liga 1 bergulir. Tim asal Samarinda itu mendadak memecat Fabio Lopez yang gagal meyakinkan manajemen karena tim asuhannya tampil jelek di Piala Presiden.
Tak banyak waktu untuk mengontrak pemain yang sesuai selera. Gomez memilih mengorbitkan cukup banyak pemain akademi Borneo ke tim utama. Hasilnya? Menakjubkan.
Hingga pekan ke-27, Borneo FC dibawanya konsisten di posisi kedua klasemen sementara. Sempat ramai bahwa musim 2019 itu akan menjadi tahun terbaik Pesut Etam. Nyatanya, mereka harus terdampar di posisi ketujuh pada akhir musim. Berkat rentetan hasil minor di 11 laga terakhir.
Rencana perpanjangan kontrak pun ditepis Mario. Ia menolak tawaran Borneo dan memilih Arema FC sebagai labuan kariernya yang baru. Di sana, magis Super Mario tak terlihat lagi. Arema dibawanya 2 kali kalah dan 1 menang dari 3 laga yang dijalani.
Tak suka dengan kondisi keuangan Arema yang tak pasti. Gomez memutus kontraknya dan kembali ke pangkuan Borneo FC. Pada Agustus 2020, ia mulai menjalani perannya sebagai pelatih Pesut Etam. Di masa keduanya untuk Pasukan Samarinda, Gomez diberikan kontrak 2 musim kompetisi.
Ia dipercaya penuh untuk menyiapkan tim jangka panjang Borneo. Dan di sini lah, keanehan demi keanehan muncul.
Dari susunan pemain, Gomez memilih tak memperpanjang masa bakti Diogo Campos dan Dedi Hartono. Padahal dua pemain ini memiliki peran vital untuk Borneo ketika masih ditangani Edson Tavares. Campos mejadi motor serangan utama, sementara Dedi Hartono membuat 2 asis dari 3 laga yang dijalaninya.
Mario lebih percaya pada deretan pemain muda seperti Sihran, Terens, Fajar Fathurrahman, dan Arya Gerryan guna menopang sisi sayap. Tidak ada yang salah dari keputusan ini, sebenarnya. Tapi tanpa pemain berpengalaman di sektor penting itu, serangan Borneo bisa jadi titik lemah.