Masih Tergantung Industri Ekstraktif, Kutim Bersiap Hadapi Kerusakan Lingkungan

Selasa 31-08-2021,09:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Potensi kerusakan lingkungan hidup di Kutai Timur (Kutim) sangat besar. Sebabnya ketergantungan Kutim dengan industri ekstraktif. Sehingga berpotensi menghilangkan kawasan hijau.

nomorsatukaltim.com - Selain itu, banyak pula perencanaan pembangunan di Kutim yang tidak tepat. Alhasil penetapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pun jadi melenceng. Sehingga membuat tujuan pembangunan yang berkelanjutan jadi tidak terlihat. Anggota DPRD Kutim, Yusuf Silambi yang menyuarakan hal ini. Salah satu contohnya dalam proses pembuatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kutim. Menurutnya KLHS adalah amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 7/2018 tentang Pelaksanaan KLHS pada RPJMD. “Tapi karena tidak tepat maka ukuran daya tampung dan daya dukung kawasan pada daerah terkait tidak sesuai,” ucap Yusuf. Ia mencontohkan, dalam RPJMD Kutim 2021-2026 yang menempatkan kerangka pembangunan berkelanjutan serta dikemas dalam konsep ekonomi hijau. Tapi hal itu justru tak sesuai dengan penerapannya dalam rencana pembangunan. “Namun dalam pelaksanaan justru malah melanggengkan industri ekstraktif yang malah menghilangkan kawasan hijau dan membuat kerusakan lingkungan hidup,” ungkapnya. Legislator PDIP ini juga menunjukkan bertolak belakangnya rencana pembangunan Kutim. Begitu banyaknya tambang batu bara skala besar, pembangunan pabrik semen dan metanol jadi bukti. Ini menurutnya, membuktikan struktur ekonomi Kutim masih bergantung pada sektor ekstraktif. “Bahkan kami pertanyakan kenapa potensi wisata seperti Pantai Jepu-Jepu malah dihilangkan,” bebernya. Sementara dalam visi misi kepada daerah disebut, akan menonjolkan sektor pertanian dan agribisnis. Harusnya langkah seperti ini yang dimunculkan dalam RPJMD. Misalnya dengan memberi perhatian khusus pada pengelolaan pertanian yang dapat meningkatkan PDRB Kutim. “Sehingga arah dan langkah pembangunan bisa sesuai dengan konsep ekonomi hijau tersebut,” kata Yusuf. Jika seperti ini, maka pemerintah harus memiliki langkah preventif untuk menghadapi kondisi kerusakan lingkungan hidup. Karena kerusakan lingkungan tak akan terhindarkan dengan situasi yang terjadi saat ini. “Seperti mengembalikan kawasan hijau, menjaga hutan dan kawasan resapan air. Karena bukan tak mungkin bencana seperti banjir akan terjadi di Kutim,” tandasnya. (bct/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait