Siapa Berhak Kelola PI 10% Blok Mahakam?
Minggu 29-08-2021,19:00 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono
Pengelolaan participating interest (PI) 10 persen di Blok Mahakam masih menyisakan persoalan. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur beda persepsi. Imbasnya, tak ada blok yang dikelola BUMD Kaltim.
Nomorsatukaltim.com - Pemerintah Kalimantan Timur bersikeras menggunakan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 37/2016 tentang ketentuan penawaran PI 10 persen pada wilayah kerja minyak dan gas bumi.
Sebagai payung hukum terkait cara pengelolaan PI. Bahwa, PI Blok Mahakam berhak dikelola oleh pemerintah daerah, melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Mekanismenya adalah lewat penawaran dari kontraktor kepada pemerintah daerah. Poin ini tertuang dalam pasal 9. Bahwa kontraktor wajib memberikan penawaran kepada BUMD yang sudah ditunjuk oleh gubernur.
Setelah itu BUMD harus memberikan respons bersedia tidaknya ikut mengelola. Kalau BUMD tidak sanggup mengelola, maka akan ditawarkan kepada BUMN sesuai pasal 11 dalam Permen tersebut.
BUMD yang dimaksud kali ini adalah Mandiri Migas Pratama (MMP). MMP semula ditunjuk oleh Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak pada 2015. Setelah mendapat mandat itu, MMP menggandeng BUMD lainnya di Kukar untuk terlibat.
Dari 10 persen PI itu, pembagian kue antara MMP dan Pemkab Kukar diatur lagi. Yang mana MMP sebagai perwakilan Pemprov Kaltim berhak mendapat 66,5 persen, sementara Pemkab Kukar 33,5 persen.
Sayang, dalam perjalanannya ternyata tidak semulus perkiraan. Pemerintah pusat beranggapan PI itu adalah pemberian dan segala keuntungan harus masuk ke kas daerah. Namun Pemprov Kaltim berpandangan sebaliknya. PI itu berbentuk penawaran sesuai Permen ESDM 37/2016 tadi.
Dirut MMP, Edy Kurniawan pun berkonsultasi dengan Komisi II DPRD Kaltim. Ia bersikeras menyampaikan bahwa PI bersifat penawaran. Kontraktor wajib menawarkan kepada BUMD.
“Kalau tidak berminat baru ditawarkan ke BUMN. Makanya itu adalah penawaran. Selama ini publik salah menganggap bahwa itu adalah pemberian,” jelasnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Kaltim, Kamis (26/8) kemarin.
Payung hukum yang digunakan adalah PP 35/2004 tentang kegiatan usaha hulu, minyak dan gas bumi dan Permen ESDM 37/2016 tadi.
Kedua aturan itu memiliki keuntungan. Agar tidak ada konflik antara Pemprov Kaltim dengan Pemkab Kukar.
Bisa saja daerah mengelola blok migas yang memiliki potensi PI lebih dari 10 persen. Itu diatur dalam Permen ESDM 23/2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang Akan Berakhir Kontrak Kerja Samanya.
Tapi itu pun harus business to business (B to B). Dan anggarannya tidak sedikit. Makanya pemprov melalui MMP bersikeras menggunakan Permen ESDM 37/2016 sebagai acuan.
Karena kontraktor boleh membiayai dulu dan bisa diganti tanpa dibebankan bunga. “Makanya permen itu yang kami kejar betul,” tegas Edy.
Efek perdebatan aturan ini ternyata berbuntut panjang. Pemerintah pusat dikabarkan tidak memberikan keuntungan PI ke MMP. Alhasil, tak ada uang masuk yang bisa dikelola oleh BUMD itu. Perusda ini pun tidak merasakan keuntungan dari pengelolaan Blok Mahakam yang seharusnya didapat.
Hingga akhirnya masuk catatan Laporan Hasil Penghitungan (LHP) BPK RI tahun 2020, bahwa MMP dikatakan merugi. “Pusat maunya disetor ke kas daerah semua. Kalau begitu nanti MMP akan terjadi likuidasi,” singgungnya. Ia pun akan membahas ini bersama gubernur melalui RUPS agar tidak terjadi likuidasi tersebut.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang memberikan masukan. Ia meminta MMP melakukan rekonsiliasi dengan BPK RI untuk menyikapi perbedaan dasar hukum itu. “BPK mengacu pada PP 54 tentang BUMD, sementara MMP pakai Permen. Karena PI 10 persen ini banyak pihak yang terlibat,” katanya.
Kemudian ada perbedaan cara menghitung neraca dari kacamata BPK dengan MMP. “Kami minta rekonsiliasi itu dilakukan. Kalau tidak, LHP tahun depan akan keluar catatan serupa lagi,” tutup politisi PDIP ini. *BOY/YOS
Tags :
Kategori :