Koalisi LSM Ajukan Kasasi Kasus Tumpahan Minyak di Balikpapan

Kamis 19-08-2021,09:52 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

S AMARINDA, nomorsatukaltim.com - Afiliasi masyarakat sipil dan sejumlah LSM yang menamakan diri Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak (KOMPAK) Teluk Balikpapan menempuh upaya hukum, kasasi dalam memperjuangkan pemulihan lingkungan dan nasib warga pesisir di Teluk Balikpapan, pasca peristiwa tumpahan minyak, Maret 2018 silam.

Mereka menggugat enam pejabat negara atas peristiwa tersebut. Yang di antaranya ada menteri, gubernur, bupati dan wali kota.

Koalisi mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur Nomor 68/PDT/2021/PT SMR pada 25 Mei 2021. Putusan PT Kaltim itu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Balikpapan dan menyatakan gugatan warga 'Kalimantan Timur' tidak dapat diterima.

Kasasi secara resmi dinyatakan oleh tim kuasa hukum KOMPAK pada 12 Juli 2021, dan menyerahkan memori kasasi melalui Pengadilan Negeri Balikpapan pada 26 Juli 2021.

Dalam pernyataannya, KOMPAK meyakini ada sejumlah kekeliruan dalam putusan yang ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Kaltim. Putusan yang menyatakan tidak diterima permohonan banding KOMPAK, dinilai sama sekali tidak menyentuh substansi yang dimohonkan oleh pemohon.

Mereka mengaku, telah menemukan sejumlah kecacatan dan salah prosedur dalam penerapan administrasi yang baik dan benar oleh Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan terhadap permohonan banding perkara 99/Pdt.G/2019/PN Bpp. KOMPAK menilai buruknya administrasi PN Balikpapan telah mengakibatkan permohonan banding perkara 99/Pdt.G/2019/PN Bpp tidak diterima.

"Putusan tersebut menghambat upaya KOMPAK memperjuangkan keadilan untuk pemulihan lingkungan di Teluk Balikpapan," sebut Buyung Marajo, juru bicara koalisi tersebut.

Beberapa kekeliruan dan buruknya penerapan administrasi yang dirangkum KOMPAK antara lain; Kepaniteraan PN Balikpapan dikatakan tidak menyediakan checklist berkas atas pendaftaran perkara yang diterimanya (saat sebelum e-court diberlakukan).

KOMPAK mengkhawatirkan dengan tidak adanya check list berkas tersebut, akan mempersulit untuk memastikan berkas apa saja yang telah diserahkan dan diterima pada loket pendaftaran perkara (perdata).

KOMPAK selaku pemohon banding, mengaku tidak menerima berkas memori banding yang diajukan oleh para tergugat yang posisinya dalam proses banding sebagai terbanding.

"Juru sita pengganti PN Balikpapan mengirim berkas tersebut melalui pesan whatsapp, tidak melalui relas resmi pengadilan. Padahal, pemberian memori banding secara langsung kepada para pihak sesuai alamat/kedudukan masing-masing merupakan kewajiban dari pihak pengadilan," jelas Buyung Marajo, dalam konferensi pers, Minggu (15/8) di Samarinda.

PN Balikpapan juga disebut menolak pengajuan memori banding KOMPAK pada tanggal 2 Desember 2021, dengan alasan seluruh berkas banding telah dikirimkan kepada kepaniteraan PT Kaltim dan menyarankan kepada para pemohon banding untuk menyerahkan memori banding langsung kepada kepaniteraan PT Kaltim di Samarinda.

Namun fakta menurut KOMPAK, pada tanggal 31 Maret 2021 PT Kaltim melalui hakim tinggi Edward Haris Sinaga menyatakan bahwa berkas banding atas putusan perkara 99/Pdt.G/2019/PN Bpp belum diterima PT Kaltim.

"Penting untuk dicatat pernyataan PT Kaltim tersebut disampaikan langsung kepada KOMPAK saat menggelar aksi demonstrasi di halaman kantor PT Kaltim. Aksi damai selain dalam rangka memperingati 3 (tiga) tahun petaka tumpahan minyak di Teluk Balikpapan juga bermaksud meminta informasi seputar pelimpahan berkas banding dari PN Balikpapan kepada PT Kaltim." papar Jubir KOMPAK.

Berdasarkan keterangan tersebut KOMPAK menilai telah terjadi "pembohongan publik yang dilakukan oleh pihak Pengadilan Negeri Balikpapan kepada para pemohon banding atas pernyataannya bahwa seluruh berkas telah dikirim/disampaikan kepada PT Kaltim."

"Sejalan dengan itu, yang terasa janggal adalah pada tanggal 25 mei 2021 atau kurang dari 2 (dua) bulan sejak aksi di PT Kaltim, Majelis Hakim Judex Facti PT Kaltim telah memutus perkara a quo," beber Buyung.

Sebelumnya, upaya banding ditempuh KOMPAK di PN Balikpapan pada 1 September 2020. Langkah banding ditempuh setelah peradilan tingkat pertama majelis hakim PN Balikpapan hanya mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan koalisi.

“Hal-hal yang tidak dikabulkan oleh majelis hakim PN Balikpapan justru merupakan yang paling substansial dan yang utama dari 15 petitum yang dimohonkan KOMPAK,” urai Yohana Tiko dari Walhi Kaltim, salah satu anggota koalisi.

*

Menang Gugatan di PN Balikpapan

Diterangkan dalam perjalanannya, Koalisi ini melayangkan gugatan citizen lawsuit atau gugatan warga negara di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. Gugatan tersebut didaftarkan pada 13 Mei 2020. Yang ditujukan kepada enam pejabat negara.

Terdiri dari Gubernur Kalimantan Timur, Bupati Penajam Paser Utara, Wali Kota Balikpapan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, serta Menteri Kelautan dan Perikanan.

Enam pejabat negara tersebut menurut KOMPAK bertanggung jawab atas kelalaian mereka melaksanakan kewajiban hukumnya dalam penanganan kejadian yang disebut tragedi tumpahan minyak itu.

Setelah melalui proses persidangan yang panjang, gugatan tersebut dikabulkan oleh majelis hakim PN Balikpapan pada 18 Agustus 2020.

Dalam amar putusan yang dibacakan, Ketua Majelis Hakim Ikhwan Hendrato yang juga Ketua Pengadilan Negeri Balikpapan, mengabulkan sebagian gugatan koalisi. Hal-hal yang dikabulkan oleh majelis hakim berkaitan dengan pembentukan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan.

Yang menjadi kewajiban dan kewenangan para tergugat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Namun Koalisi gabungan ini menganggap putusan tersebut ironis. Pasalnya, hal yang dianggap strategis dalam tuntutan mereka, yakni pemulihan lingkungan, audit lingkungan, penegakan hukum, serta hal-hal lain dalam rangka pencegahan dan antisipasi potensi terjadinya tragedi serupa, ditolak oleh majelis hakim.

“Atas dasar itulah pada 2 September 2020, Kompak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur” kata kuasa hukum mereka, Fathul Huda.

Fathul Huda, yang juga Direktur LBH Samarinda, salah satu anggota koalisi menyebut upaya kasasi yang mereka tempuh pada prinsipnya meminta kepada Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur dan Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan.

“Kami berharap Mahkamah Agung dapat cermat memeriksa permohonan kasasi ini, sehingga Mahkamah Agung dengan mengadili sendiri menjatuhkan amar putusan yang mengabulkan seluruh tuntutan gugatan kami. Hal ini penting untuk memastikan pemulihan teluk balikpapan berikut kerusakan dan kerugian yang dialami lingkungan dan masyarakat," jelasnya.

Berdasarkan rangkuman peristiwa yang disusun KOMPAK, peristiwa yang disebut sebagai petaka tumpahan minyak terjadi pada 30 April 2018, berasal dari putusnya pipa Pertamina RU V yang tersangkut oleh jangkar kapal MV Ever Judger yang sedang memuat 74.808 metrik ton batubara dari dermaga PT. Dermaga Perkasa Pratama (Balikpapan Coal Terminal). Putusnya pipa minyak mengakibatkan tumpahnya sekitar 44 ribu barel minyak mentah atau setara 6.995.441 liter ke perairan terbuka.

Menurut mereka, daya rusak yang ditimbulkan peristiwa tersebut di antaranya mencapai 12 ribu hektare area pesisir Balikpapan dan Penajam Paser Utara. Tidak hanya kerugian atas rusaknya lingkungan, peristiwa 3 tahun silam itu juga dikatakan turut merengut nyawa lima warga Balikpapan.

"Diperkirakan terdapat 162 nelayan tidak bisa melaut, 17 ribu hektare mangrove terpapar minyak, 4 kawasan terumbu karang rusak akibat penanganan yang sembrono oleh Pertamina."

"Pada saat proses pembersihan minyak di area pesisir, Pertamina menugaskan sejumlah petugas menyemprotkan Dispersant ke minyak mentah yang masih dijumpai di pantai dan laut. Cara ini tentunya akan membahayakan ekosistem laut, mengingat penyemprotan dispersant hanya memindahkan minyak mentah di permukaan dan mengendapkannya ke dasar laut. Faktanya kondisi pantai dan laut tidak terbebas dari minyak mentah, limbah B3 tersebut masih tetap ada dan justru lebih berbahaya karena telah mengakibatkan hancurnya habitat di pesisir Teluk Balikpapan secara permanen," papar Koalisi Peduli Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan. *DAS/YOS

Tags :
Kategori :

Terkait