Angka Kasus COVID-19 PPU ‘Meledak’, Diskes: Hasil Antigen Masuk Data Harian
Senin 16-08-2021,08:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Sebulan terakhir, data kasus warga Penajam Paser Utara (PPU) yang terkonfirmasi positif COVID-19 meledak. Dari yang sebelumnya penambahan hanya berkisar 10 pasien per hari, sejak awal Juli bisa mencapai sekira 100 pasien per hari.
nomorsatukaltim.com - Berulang kali juga Satgas COVID-19 PPU mencatat rekor penyebaran virus terbanyak itu akhir-akhir ini. Tak jarang hal itu dianggap penyebaran kali ini adalah gelombang kedua tersebarnya COVID-19.
Padahal hal itu tak sepenuhnya benar. Ada hal berbeda dalam metode testing dan tracing yang dilakukan tim. Yaitu membolehkan diagnosis COVID-19 cukup dengan tes antigen.
Jadi dapat menyimpulkan tes antigen positif, bisa langsung dianggap sebagai pasien COVID-19. Tanpa perlu dikonfirmasi dengan tes polymerase chain reaction (PCR) lagi, dan masuk dalam data harian COVID-19.
"Bisa melalui swab antigen, bagi daerah yang tidak memiliki alat PCR," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 PPU dr Jansje Grace Makisurat, beberapa waktu lalu.
Tak hanya di PPU, aturan baru ini juga sudah diberlakukan di berbagai daerah lainnya. Kebijakan tersebut tercantum dalam surat edaran Kementerian Kesehatan Nomor: H.K.02.02/II/1918/2021 tentang Percepatan Pemeriksaan dan Pelacakan Dalam Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang ditetapkan pada 23 Juli 2021. Kebijakan tersebut dilakukan sebagai langkah untuk meningkatkan testing dan tracing COVID-19 di masa PPKM.
Pada prinsipnya, kebijakan penggunaan tes usap antigen untuk testing COVID-19 ini dilakukan agar dapat segera mendeteksi kasus positif COVID-19. Sehingga diharapkan rantai penularan virus corona ini dapat juga segera diputus.
"Sudah lama, sejak sebulan lalu. Itu dianggap sudah bisa mendeteksi COVID-19. Hal ini juga tertuang dalam aturan surat edaran Kemenkes," ujar dia.
Selain itu, dengan penggunaan tes usap antigen ini dapat menjadi solusi testing COVID-19. Sebab, di PPU hingga kini masih terkendala persoalan teknis. Padahal sudah beberapa kali diusulkan. Seperti ketidaktersediaan laboratorium tes COVID-19 hingga keterbatasan peralatan diagnosis COVID-19 dengan PCR yang mumpuni. Pun anggaran untuk pengadaannya.
"Karena sulit seseorang bisa mendapatkan tes PCR, karena mahal," tukas Grace.
Sebelumnya, jika ada warga yang kedapatan memiliki gejala mirip dengan COVID-19, atau berkontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif, mesti menunggu sampai tujuh hari untuk mendapatkan hasilnya. Karena menunggu pemeriksaan sampel yang dikirim ke luar daerah. Biasanya ke Balikpapan, Samarinda, atau bahkan ke Surabaya. Hal itu yang dianggap kerap menghambat penanganan COVID-19.
Hal ini berbeda dalam aturan baru yang sudah merinci, daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4 diperbolehkan menggunakan hasil pemeriksaan tes rapid antigen (RDT-Ag). Sebagai diagnosa untuk pelacakan kontak erat maupun suspek.
AJAK VAKSIN
Tak bisa dipungkiri, banyaknya disinformasi yang berkaitan dengan vaksinasi memengaruhi persepsi masyarakat. Pemerintah juga terlihat seolah gagal dalam memberikan pemahaman atas vaksin itu pada awal-awal program vaksinasi.
Makanya, ada saja yang beranggapan perubahan metode pemeriksaan ini berkaitan dengan suksesi program vaksinasi.
"Pantas saja sehari bisa tembus ratusan yang kena COVID-19. Anehnya lagi, kebijakan ini bersamaan dengan program vaksinasi. Kalau datanya besar, pasti masyarakat jadi lebih waspada dan jadi mau untuk divaksin," kata salah seorang warga yang enggan diwartakan namanya.
Selain itu, akurasi dari tes antigen lebih rendah. Ketimbang tes PCR yang 100 persen.
"Kalau memang bisa antigen, kenapa enggak dari awal saja. Enggak usah ada PCR," ungkap salah seorang lagi.
Namun begitu, hal ini ditampik oleh Grace. Menurut Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) PPU ini, masyarakat sama sekali tak mempertimbangkan akurasi dua alat tes COVID-19 tersebut. Namun ada alasan lain kenapa masyarakat jadi lebih berminat untuk divaksin.
"Tidak ada hubungannya. Masyarakat juga cuek saja dengan itu. Kalau menurut saya, masyarakat mau divaksin karena agar dapat bantuan. Atau juga untuk dapat mendapatkan pelayanan publik lainnya," ungkap dia.
Mendapatkan pelayanan ini yang menjadi pengaruh besar. Bukan hanya untuk persyaratan bepergian, namun juga untuk mendapatkan pelayanan umum hingga pusat-pusat perbelanjaan dan sebagainya. Untuk diketahui, secara kumulatif cakupan vaksinasi di PPU baru mencapai 15,2 persen. Atau sudah mencapai 20.573 orang dari sasaran 135.017 orang dari sekira 185 ribu warga PPU.
Grace menyebutkan program vaksinasi terus dilakukan. Sembari menunggu kiriman vaksin dari pusat yang terlambat belakang ini.
"Kita masih menunggu stok vaksin dari pusat yang untuk masyarakat. Ada baru datang ini sekitar 1.100 vial, peruntukannya untuk vaksin dosis kedua," tutup Grace. (rsy/zul)
Tags :
Kategori :