Ahok pun tahu Eko Indra ternyata berasal dari Palembang. Ahok pun bercerita bahwa ayahnya, Akidi Tio, tinggal di Palembang. Ahok minta agar Eko Indra –bila sedang pulang kampung– berkunjung ke rumah sang ayah di Palembang.
Saya pun menghubungi salah satu personel Polda Sumsel. Mengapa Kapolda ziarah ke makam Akidi. “Beliau ingin mendoakan Pak Akidi agar hidupnya di alam sana tenang,” ujar staf itu. “Kapolda memang merasa sedih, tapi Pak Akidi tentu merasa lebih sedih lagi,” tambahnya.
Nama Akidi memang lebih banyak disebut justru setelah 12 tahun dimakamkan di Talang Kerikil. Itu karena putri bungsunya, Heryanti (Ahong), menyumbang Kapolda Sumsel Rp 2 triliun demi memenuhi wasiat sang ayah. Sumbangan itu ternyata bodong –setidaknya sampai hari ini.
Tentu Ahong yang mestinya segera minta maaf ke kapolda. Juga ke masyarakat Sumsel. Justru kapolda yang ke makam Akidi Tio.
Bahkan, kata staf Polda itu, istri kapolda sudah pula menelepon Heryanti, putri bungsu Akidi. “Bu Kapolda sudah memaafkan apa yang dilakukan Heryanti pada suaminyi,” ujarnya.
Istri Kapolda Sumsel itu asli Aceh. Wanita Pidie.
Sedang Kapolda yang lahir, SD, SMP dan SMA di Palembang berdarah Jawa dari seorang ayah anggota TNI-AU di Talangbetutu, Palembang.
Demikian juga Kapolda ternyata sudah ke rumah Prof Dr dr Hardi Darmawan. Kapolda memaafkan sang profesor.
Kenapa Kapolda yang ke rumah Prof Hardi? Bukan sebaliknya? “Kapolda menganggap Prof Hardi itu lebih senior,” ujar staf tersebut. “Kapolda bilang kepada sang profesor, anggap saja ini ada dua profesor yang terkecoh”.
Kapolda Eko Indra ternyata juga seorang guru besar. Ia profesor ilmu sumber daya manusia di PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian). Sejak tahun lalu –di wisuda tiga bulan lalu. Gelar doktornya juga di ilmu SDM –dari Universitas Negeri Jakarta, dahulu IKIP.
Semua orang pernah mengalami musibah. Tapi tidak semua orang tahu bagaimana mengatasinya. (*)