Kisah Horor Sektor Pelayaran, IKPPNI Surati Jokowi

Senin 26-07-2021,10:00 WIB
Reporter : Yoyok Setiyono
Editor : Yoyok Setiyono

Para perwira pelayaran niaga Indonesia yang tergabung dalam IKPPNI menguak situasi kelam sektor pelayaran dan kemaritiman di negeri ini. Mereka melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo. Menyajikan sejumlah data, fakta, kajian, analisis dan saran. Tentang perlunya pemerintah segera membenahi sektor vital itu.

Nomorsatukaltim.com - Surat terbuka ditandatangani Captain Dwiyono Soeyono. Ketua Umum Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI). Suratnya ditulis dengan begitu dramatis. Sangat kritis dan argumentatif. Penulisannya runtut, lengkap dengan suguhan data dan narasi retorik. IKPPNI menilik sejumlah data kecelakaan pelayaran di Indonesia. Juga tumpang tindih banyak regulasi yang tak sampai menyentuh substansi. Organisasi itu menilai ada semacam kegagalan pemahaman dan kegagalan harmonisasi dalam fungsi lintas sektor otoritas di bawah Kementerian Perhubungan. Yang berkorelasi dengan tingginya angka kecelakaan pelayaran dan suramnya pengaturan di sektor kamaritiman. "Salam bahari dan salam sehat bagi Bapak Presiden beserta seluruh jajaran Menteri yang menjabat sebagai pembantu presiden. Sebelumnya ijinkan kami terlebih dahulu menjelaskan dan mempertegas, bahwasannya kami mewakili masyarakat tenaga ahli tatakelola keselamatan pelayaran niaga melayangkan surat ini adalah sebagai panggilan kewajiban amanah undang-undang terkait peran aktif masyarakat dalam rangka memberikan masukan konstruktif," tulis mereka mengawali kalimat panjang dalam suratnya. IKPPNI adalah organisasi profesional yang digagas dan didirikan pada 11 November 2011. Disahkan Kemenkumham tahun 2013 melalui SK bernomor AHU.108.AH.01.07 – 2013. Sebagai insan maritim niaga, IKPPNI mulanya menyatakan kebanggaan terhadap Direktorat Perhubungan Laut di bawah Kementerian Perhubungan yang tertulis dalam setiap surat edarannya. Yakni “Menaati Peraturan Pelayaran Berarti Mendukung Terciptanya Keselamatan Berlayar”. Sebuah motto yang sangat memotivasi publik pemangku kepentingan di dunia pelayaran niaga, menurut mereka. Namun, lanjutnya, bila hanya bercermin dari salah satu titik sempit selat Bali saja, dibandingkan luasnya wilayah perairan NKRI, dengan fakta angka kecelakaan pelayaran yang menelan banyak korban jiwa di laut yang sesempit selat Bali itu, "maka mungkin sudah saatnya kita semua berani mengevaluasi motto yang digaungkan," tulis mereka. Surat itu bilang, adalah sangat perlu dipertanyakan tentang kinerja Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (DJPL) pada rentang periode 2015 sampai sekarang. Dengan melihat fakta membengkaknya “produktivitas” angka kecelakaan pelayaran. Yang memiliki prestasi hingga lebih dari 3 kali lipat dibandingkan catatan rentang periode sebelumnya. Yakni medio 2008-2013. Yang mereka nilai cukup memiliki tata kerja organisasi dan sumber daya manusia yang kompeten dan mumpuni dalam manajemen bidang pelayaran niaga. IKPPNI mencantumkan jumlah angka kecelakaan pelayaran dalam rentang 13 tahun. Yang dikumpulkan sejak 2007 hingga 2019. Angka-angka itu terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada medio 2007 hingga 2014, tercatat jumlah kecelakaan pelayaran terbanyak dalam setahun adalah enam kali. Yang paling sedikit empat kali. Trend-nya kemudian melonjak pada 2015, dengan catatan 11 kecelakaan pelayaran. Kemudian pada 2016, terdata 16 kecelakaan. 2017 disebutkan kecelakaan pelayaran terjadi sebanyak 25 kali. Puncaknya pada 2018, dengan 26 kecelakaan pelayaran. Dan 2019, IKPPNI mengungkap sebanyak 12 kecelakaan pelayaran. Angka-angka tersebut merupakan kenaikan yang sangat signifikan. Hingga  mencapai 300 persen lebih. IKPPNI menyebut sebelumnya telah mengingatkan pemerintah menggunakan data-data itu. "Sebagaimana bapak Presiden selalu menginginkan data dalam setiap masalah yang timbul," imbuhnya. Sebagai masyarakat maritim, para perwira pelayaran tersebut menginginkan kabinet memiliki catatan di sektor perhubungan. "Terutama matra laut yang notabene fakta angka lapangan menunjukkan key performance indicator yang buruk." Para praktisi pelayaran niaga mengamati  dan mengkaji bahwa ada kejanggalan yang tidak kosisiten antara motto: “Menaati Peraturan Pelayaran Berarti Mendukung Terciptanya Keselamatan Berlayar”. "Dengan fakta pelaksanaan oleh pemangku kebijakan, justru secara langsung berdampak positif pada meningkatnya produktivitas angka kecelakaan pelayaran, namun kontra produktif terhadap reputasi kinerja instansi yang menggaungkan motto dan tentunya sangat mempertaruhkan keselamatan jiwa di laut bagi para pengguna jasa matra transportasi laut (air)." papar mereka. Dalam mengkaji dan menganalisis, fakta-fakta beserta rekomendasinya, IKPPNI menelaah sejumlah peraturan dan regulasi. Sebelum kemudian merumuskan satu benang merah dan melayangkan surat kepada presiden RI. Antara lain UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN, yang dinilai tidak sepenuhnya ditaati dalam pelaksanaannya oleh Kementerian Perhubungan. Lalu UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Yang menurut mereka banyak menyimpang dalam kebijakan-kebijakan dan pelaksanaannya oleh Kemenhub. UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Organisasi pelaut ini juga menelaah Perpres No.40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan. Permenhub No.122 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan. "Yang mana kami anggap tidak tepat. Hal ini berdasarkan fakta terakhir dengan dampak terjadinya kecelakaan pelayaran di Selat Bali dan meningkatnya angka kecelakaan pelayaran." Selanjutnya yang menjadi bahan kajian ialah Permenhub No.20 Tahun 2018 tentang  perubahan atas Permenhub No.154 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengelola Transportasi Darat, yang juga dianggap tidak tepat, berdasarkan fakta terakhir dengan dampak terjadinya kecelakaan pelayaran di Selat Bali dan meningkatnya angka kecelakaan pelayaran. Bahan kajian lainnya, ialah Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP.3795/AP.003/DRJD/2020 Tanggal 11 Agustus 2020 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar di Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan. Dan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor Kp. DRDJ 1758 Tahun 2021 Tanggal 20 Mei 2021 tentang Penunjukan Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal Sungai dan Danau pada Balai Pengelola Transportasi Darat "Hal ini berdasarkan fakta terakhir dengan dampak terjadinya kecelakaan pelayaran di Selat Bali dan meningkatnya angka kecelakaan pelayaran. Dan faktanya memang SDM tenaga ahli tatakelola keselamatan pelayaran niaga yang kompeten dalam pengertian dari latar belakang pengalaman dan sertifikasi standar STCW belum ada dalam DJPD," seperti tertera dalam surat IKPPNI. "Adalah tugas ASN untuk menciptakan kondisi yang produktif konstruktif dalam melaksanakan dan meningkatkan pelayanan serta perlindungan terhadap hak masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik yang berkeadilan, berkeselamatan, aman dan nyaman di bidang pelayaran," tegas mereka. IKPPNI juga mengamati sejumlah regulasi terbaru di bidang kerja mereka. Antara lain disahkannya Permenhub No.122 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan. Di mana kemudian Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan berinisiatif mengeluarkan: Satu; Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP.3795/AP.003/DRJD/2020 Tanggal 11 Agustus 2020 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar di Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan, "namun faktanya hanya memaksakan dilaksakan oleh SDM yang tidak kompeten." Kemudian ada Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP.DRDJ 1758 Tahun 2021 Tanggal 20 Mei 2021 tentang Penunjukan Pejabat Pendaftaran dan Pencatat Balik Nama Kapal Sungai dan Danau pada Balai Pengelola Transportasi Darat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Namun faktanya, menurut meraka, otoritas hanya memaksakan dilaksakan oleh SDM yang tidak kompeten. Terakhir mengenai surat Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor Um 006/4/20/DRDJ/2021 Tanggal 20 Mei 2021, perihal pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran TSDP. Dengan dasar itulah kemudian Direktur Jenderal Perhubungan Laut mengeluarkan surat Nomor AL.202/i/II/DJPL/2021 Tanggal 31 Mei 2021 yang ditujukan kepada para Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala KSOP Khusus Batam, Para Kepala KSOP Kelas 1 sampai dengan Kelas IV, Para Kepala Ka UPP Kelas I sampai dengan Kelas IV. Perihal pengalihan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal sungai, danau dan penyeberangan terhitung tanggal 1 Juni 2021 diserahkan kepada Balai Pengelola Transportasi Darat wilayah 1 s/d wilayah XXV Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Namun menurut mereka itu hanya memaksakan dilaksakan oleh SDM yang tidak kompeten. Berangkat dari kajian-kajian itu, IKPPNI menuturkan, bahwa ada suatu kegagalan pemahaman dan kegagalan harmonisasi dari fungsi dan tugas Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat dengan fungsi dan tugas Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut sebagaimana diatur dalam Perpres No.40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan, jika dikaitkan dengan beberapa difinisi yang diatur dalam UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Mereka berpendapat, bahwa secara jelas Ditjen Perhubungan Darat tidak mampu menterjemahkan dan menafsirkan apa tugas dan fungsi Direktorat Transpotrasi Sungai, Danau dan Penyeberangan di bawah Ditjen Perhubungan Darat. Termasuk tugas dan fungsi dari setiap Sub Direktorat yang ada, yang tertuang dalam Permenhub No.122 Tahun 2018 tersebut. Sehingga, disimpulkan bahwa telah terjadi kerancuan penafsiran yang menimbulkan kesengajaan kelalaian dari Ditjen Perhubungan Darat ketika mengambil alih tugas dan fungsi Ditjen Perhubungan Laut, tanpa melihat dan mempelajari dengan seksama apa makna dan maksud yang terkandung dalam pasal-pasal yang terdapat dalam Perpres No.40 Tahun 2015 yang mengatur tugas dan fungsi Ditjen Perhubungan Laut. Ditambahkan, bahwa mereka menemukan ada indikasi yang mengarahkan bahwa atas dasar pengawasan dan pemantauan yang di lakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan di lapangan, dan menimbang bahwa sebagian besar aparat Balai Pengelola Transportasi Darat Ditjen Perhubungan Darat belum siap sepenuhnya menerima pelimpahan kewenangan tersebut. Menurut mereka, Perpres No.40 Tahun 2015 tersebut perlu dievaluasi dan direvisi untuk menyesuaikan beberapa peraturan terkait guna mengatur kembali tugas dan fungsi keselamatan dan keamanan kapal angkutan sungai, danau dan penyeberangan pada Ditjen Perhubungan Darat dan UPT-nya. "Dan harus dikaji benar tentang adanya penugasan pegawai honorer dalam melaksanakan fungsi operasional bidang keselamatan dan keamanan berupa pemeriksaan dan pengecekan kelaiklautan kapal di lapangan. Mengingat tenaga honorer tidak termasuk sebagai ASN dan berdampak risiko tinggi apabila terjadi kecelakaan," urai mereka. Terakhir, IKPPNI mengatakan, dalam suratnya kepada presiden, bahwa sebagai sumbangsih masukan pengamatan mereka menyimpulkan satu hal. Bahwa lemahnya kemampuan memutuskan kebijakan yang tepat bermanfaat oleh Kemenhub terhadap moda transportasi laut (pelayaran), menjadikan ancaman keselamatan jiwa manusia pengguna jasa moda transportasi laut tersebut. "Itulah akar permasalahan human error sebagai human capital yang tidak tepat yang menjadikan sebab utama meningkatnya lebih dari tiga kali lipat angka kecelakaan pelayaran danau, sungai dan penyeberangan. Tentunya masyarakat perlu mempertanyakan apakah masih laik dan harus dipertahankan kebijakan moda transportasi pelayaran, pelabuhan dan berbagai peraturan keselamatan di laut, sungai dan danau ditangani oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang bukan domain mereka," Yang kedua, mereka menyatakan, bahwa organisasi maritim internasional (IMO) masih mencatat bahwa pendelegasian ranah keselamatan pelayaran niaga sebagai administrasi penanggung jawab implementasi konvensi-konvesi IMO oleh NKRI adalah DJPL. Bukan yang lain. "Dan tenaga-tenaga ahli dalam bidang manajemen keselamatan pelayaran niaga tingkat Internasional termasuk inland water itu adalah mereka-mereka SDM pelayaran niaga yang dilatih dan dididik kompeten berdasarkan silabus kode konvesi IMO yang tertuang dalam STCW. Bukan yang lain," tuntasnya. *DAS/YOS
Tags :
Kategori :

Terkait