Pengusaha hanya Pasrah

Senin 21-10-2019,12:45 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Wendy Lie Jaya (Dok) TANJUNG REDEB, DISWAY - Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimun Kabupaten (UMK) sebesar 8,51 persen, dianggap memberatkan pengusaha di Berau. Terutama sektor komoditas ekspor. Hal ini disampaikan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Berau, Wendy Lie Jaya. Dia mengatakan, kenaikan UMK cukup memberatkan pengusaha di tengah merosotnya sejumlah harga komoditas ekspor di pasar global saat ini. Seperti batu bara, kayu dan tandan buah segar (TBS) atau crude palm oil (CPO). “Cukup memberatkan ya. Karena, situasi ekonomi sedang memburuk. Komoditas semuanya turun,” katanya kepada DiswayBerau, Minggu (20/10). Menurut pria yang karip disapa Wendy, kenaikan UMK 8,51 persen tidak adil. Karena kondisi ekonomi tiap daerah berbeda-beda. Apalagi, Bumi Batiwakkal merupakah salah satu daerah yang masih tergantung pada komoditas ekspor. “Sebenarnya tidak baik. Berbeda halnya dengan Bali dan daerah lainnya yang ekonominya tergantung pada sektor jasa. Situasinya aman-aman saja,” sebutnya. Kenaikan UMK tidak hanya berpengaruh pada meningkatnya kost operasional perusahaan. Dampak terbesarnya adalah, pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai langkah efisiensi perusahaan dalam mengurangi kost operasional hingga sejumlah barang kebutuhan pokok di Berau, akan mengalami kenaikan. “Dampaknya pasti ada pengurangan karyawan, itu yang pertama. Kedua, harga-harga pada naik,” ujar Wendy. Pria yang juga merupakan anggota DPRD Berau ini mengaku, para pengusaha di Berau hanya bisa pasrah dan tidak bisa menolak. Karena, kenaikan UMP dan UMK telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. “Jadi, pengusaha di daerah mau tidak mau harus menerima saja. Jika tidak diterapkan berbenturan dengan aturan,” jelasnya. Wendy berharap, pemerintah pusat dapat mengkaji ulang mekanisme dalam penetapan UMK. Karena, masing-masing daerah memiliki tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda-bada. “Harapan saya, UMK ini dikaji ulang berkaitan dengan cara penetapannya. Salah satunya dengan melihat aspek ekonomi suatu daerah,” harapnya. Diberitakan sebelumnya, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, hingga kini masih menunggu surat edaran penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebagai acuan penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2020. Dikatakan Sekretaris Disnakertrans Berau, Zulkifli Azhari, penetapan UMK mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Sesuai aturan itu, penetapan sangat mengacu pada dua indikator, yakni laju inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi. “Aturan itu memang menjadi parameter yang baik guna menetapkan UMK. Karena, kedua hal itu mengakomodir kebutuhan pekerja dan perkembangan dunia usaha,” katanya kepada DiswayBerau, kemarin (18/10). Berdasarkan Surat Edaran (SE) Kementerian Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tertanggal 15 Oktober 2019, tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun 2019, di mana, kenaikan UMP atau UMK ditetapkan 8,51 persen. Penetapan besaran itu, lanjut Zulkifli, bersumber dari data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan produk domestik bruto), sesuai Surat Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI), Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 tanggal 2 Oktober 2019.(*/jun/app)

Tags :
Kategori :

Terkait