Kerap Banjiri Permukiman, Warga Sangasanga Dalam Tolak Perpanjangan Izin Pertambangan
Selasa 22-06-2021,08:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Warga empat RT di Kelurahan Sangasanga Dalam, yakni RT 2, RT 3, RT 4 dan RT 5, geram dan marah. Penyebabnya, tidak lain karena wilayah mereka bakal ditambang lagi. Oleh perusahaan yang lama beroperasi, namun selesai masa izinnya.
nomorsatukaltim.com - Perusahaan itu disebut-sebut banyak memberikan mudarat, ketimbang manfaat kepada masyarakat empat RT tersebut. Perusahaan tambang yang sudah beroperasi sekitar 5-6 tahun tersebut, diakui Lurah Sangasanga Dalam, Muliady Sugiansyah.
Akibat aktivitas pertambangan tersebut, membuat empat RT merasakan dampak banjir saat hujan deras. Aliran air hujan kerap membawa material pasir ke daerah permukiman warga.
Untuk itu, saat pihak perusahaan kembali mengajukan permohonan perpanjangan izin, salah satunya dengan mendapatkan persetujuan warga. Kompak empat RT tersebut menolak tanpa memberikan opsi apapun kepada pihak perusahaan.
Penolakan itu disampaikan, saat dilakukan pertemuan, antara masyarakat dan pihak perusahaan, serta pihak terkait lainnya.
"Warga semakin menolak dengan membuat spanduk penolakan, pokoknya tetap kekeh menolak," ujar Muliady pada Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, belum lama ini.
Hasil rapat penolakan empat RT itupun, diakui Muliady sudah disampaikan dan ditembuskan ke beberapa instansi. Seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Gubernur Kaltim, Korem, Kapolda Kaltim, dan Polres Kukar, hingga Bupati Kukar agar menjadi perhatian bersama dalam proses penyelesaiannya.
Apalagi saat ini, Kelurahan Sangasanga Dalam dan warga sedang berusaha melakukan pembenahan, agar banjir setelah hujan deras tidak terulang. Salah satu akibatnya karena adanya aktivitas tambang itu. Tentu dianggap masyarakat makin memperparah kondisi lingkungan di Sangasanga Dalam.
Muliady pun menjelaskan, salah satu penyebab yang menjadi masyarakat getol menolak, karena aktivitas pertambangan yang sangat dekat dengan permukiman warga. Contohnya saja, permukiman warga yang paling terakhir jaraknya dengan aktivitas tambang hanya 50 meter. Padahal batas minimal dibolehkannya aktivitas pertambangan adalah 500 meter.
Di samping adanya upaya pembebasan lahan yang coba dilakukan oleh pihak perusahaan. Namun dianggap masyarakat sangat jauh dari kata layak. Sehingga masyarakat memilih lebih baik aktivitas tambang tersebut tidak dilanjutkan izinnya.
"Upaya ganti rugi juga sangat tidak sesuai dirasakan warga, ditambah masyarakat tidak mau lagi merasakan dampak yang dirasakan selama ini," pungkas Muliady. (mrf/zul)
Tags :
Kategori :