Kaltim di Ambang Darurat Kekerasan Seksual

Senin 21-06-2021,10:15 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Kekerasan seksual terjadi di mana-mana. Tak hanya di kota besar, pun di kabupaten dan kota lain lebih menggurita. Masyarakat mesti waspada, lebih-lebih orang tua.

nomorsatukaltim.com - Pemberitaan sepekan terakhir di laman nomorsatukaltim.com membuat miris. Hampir setiap harinya, dihiasi pemberitaan tentang kekerasan seksual terhadap anak. Mulai dari pencabulan, hingga rudapaksa oleh keluarga terdekat. Termasuk pula iming-iming dinikahi oleh sang pacar, yang membuat korban bersedia diambil keperawanannya. Padahal, usianya masih termasuk belia.

Lokasi kasus tersebut pun berada di beberapa daerah di Bumi Etam. Seperti Kutai Timur (Kutim), Kutai Kartanegara (Kukar), Penajam Paser Utara (PPU), hingga Paser. Peristiwa ini menjadi atensi masyarakat. Tak sedikit yang mengecam perbuatan bejat tersebut. Karena dapat berdampak pada psikis dan masa depan korban.

Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRCPPA) Koordinator Wilayah (Korwil) Kaltim, menyampaikan sikapnya atas fenomena yang belakangan ini terjadi. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menekan kasus kekerasan tersebut. Agar kekerasan terhadap anak bisa diminimalisasi, dalam penanganannya diperlukan keterlibatan semua pihak.

"Kaltim ini masih sangat rentan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak. Buktinya, dalam satu minggu ini saja, sudah ada tiga pelaporan, dan itu baru di Samarinda saja. Di daerah lain yang kami catat, sudah ada empat laporan. Terjadi di Kukar, Kutim, Paser, dan PPU," ungkap Rina Zainun, Ketua TRCPPA Korwil Kaltim ketika dikonfirmasi, Minggu (20/6/2021).

Rina, sapaan karibnya menyampaikan, dari hasil koordinasi pihaknya dengan Polda Kaltim, tercatat sudah lebih dari seratus kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi hingga di pertengahan tahun ini. Di antaranya merupakan kasus dengan kategori kekerasan seksual.

"Angka kasusnya sudah menyamai dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ada di sepanjang tahun lalu. Untuk detail angkanya akan saya sampaikan lagi. Karena masih kami susun, dan coba bayangkan, ini sudah parah banget, jadi kasusnya memang telah melonjak," sambungnya.

Pemerhati perempuan dan anak ini mengatakan, kekerasan terhadap anak mulai meningkat saat memasuki tahun kedua pandemi COVID-19. Hal ini dikarenakan rasa bosan, jenuh, dan penat akibat aktivitas yang lebih banyak dilakukan di rumah.

"Peristiwa memilukan ini sebenarnya mulai marak terjadi sejak pertama kali pandemi. Cuma karena hingga saat ini anak-anak tidak sekolah, kemudian merasa bosan di rumah. Selain itu ada pula dengan alasan ekonomi, tapi kembali lagi ini adalah akhlak dan moral masing-masing," tegasnya.

Lanjut Rina menyampaikan, korban kekerasan seksual pada anak seperti fenomena gunung es yang setiap tahunnya semakin meningkat. Di sisi lain, kekerasan seksual pada anak merupakan tindakan kejahatan yang dapat membawa dampak buruk pada tumbuh kembang sang anak.

Oleh sebab itu, pihaknya bersama aparat kepolisian tak pernah berhenti menggalakkan upaya pencegahannya. Caranya, dengan menggunakan metode sosiolegal melalui pendekatan peraturan hukum dan pendekatan sosiologis. Menurutnya, dalam upaya mencegah kekerasan seksual terhadap anak, selain perlunya peran pemerintah, yang paling penting kini adalah peran orang tua.

"TRCPPA Kaltim selalu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat dengan menggandeng kepolisian. Kami menegaskan kepada masyarakat, bahwa ada Undang-undang (UU) Perlindungan Anak. Jadi semua anak-anak berhak dilindungi. Meski yang kerap terjadi, biasanya dilandasi atas dasar suka sama suka, namun anak-anak ini tetap dilindungi dengan UU Perlindungan Anak," jelasnya.

Pasalnya, setiap terjadinya kekerasan seksual selalu diawali dengan bujuk rayu pelakunya. Biasanya bila sudah melakukan hal tersebut, korban akan diberdaya dengan pelaku.

"Banyak kejadian, korban ini dibujuk dengan pelaku, seperti akan diberikan hadiah, ada juga yang diancam agar bungkam, bahkan ada janji akan dinikahi," bebernya.

Selain melakukan sosialisasi UU Perlindungan Anak yang siap menjerat para pelakunya. TRCPPA Korwil Kaltim juga gencar menyampaikan perihal hukuman yang akan didapatkan bagi para predator anak.

"Kita tegaskan, bahwa kita telah ada peraturan pemerintah (PP) nomor 70 tahun 2020, yang berbunyi tentang adanya hukuman kebiri. Ini adalah konsekuensi yang akan didapatkan bagi para predator anak itu," ucapnya.

Tags :
Kategori :

Terkait