Pemalsu STNK di Kubar Dituntut 18 Bulan Penjara

Jumat 11-06-2021,09:30 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

KUBAR, nomorsatukaltim.com - Tuntutan 18 bulan penjara terhadap Sandy Stepanus ditujukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam sidang kasus pemalsuan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Kubar, baru-baru ini. Kepada hakim, Ajun Jaksa Madya, Muhammad Fahmi Abdillah menuntut Sandy Stepanus atas tindak pidana dengan pasal 263 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Sandy Stepanus Bin Bernardus Hamid (almarhum) dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” jelas Fahmi membacakan tuntutan saat sidang di Pengadilan Negeri Kubar, Senin (7/6/2021).

Sebagai dasar tuntutan itu, JPU melengkapi sejumlah barang bukti (BB) perkara yakni, berupa STNK atas nama Rayon serta bungkusan plastik bening yang kemudian dimusnahkan. Lalu, dua buah ponsel yang biasa dipakai terdakwa berkomunikasi dengan IDS yang masih buron untuk membuat STNK palsu.

Sedangkan, satu unit BB lainnya yaitu Mobil Toyota Calya berwarna grey atau abu-abu dengan Nopol DD 1848 VT beserta kunci kontaknya, dikembalikan kepada pemiliknya Rayon sebagai saksi persidangan.

Disinggung soal dasar pemberatan tuntutan kepada terdakwa, jaksa mengutarakan, terdakwa tanpa jera melakukan kesalahan yang sama.

“Karena telah terjadi pemalsuan STNK hingga dua kali. Kami menilai tindakan itu dapat menimbulkan suatu hak yakni kepemilikan sah atas satu unit mobil merek Toyota Calya warna abu-abu metalik,” jelas dia.

Selain itu terdakwa juga dianggap berbelit-belit dalam persidangan. Meski begitu, lantaran belum pernah dihukum serta mengakui kesalahannya, terdakwa juga mendapatkan haknya memperoleh pertimbangan yang meringankan.

“Perbuatannya (terdakwa) telah memenuhi unsur dalam dakwaan utama. Dari analisis yuridis hingga analisa fakta,” beber jaksa muda itu.

Tuntutan jaksa nampaknya tak sesuai harapan Bambang Edi Dharma, penasihat hukum SS. Unsur pidana pada pasal 263 ayat 1 sebagaimana dikatakan jaksa itu tidak benar.

“Ini tidak ada yang mengarah saat fakta sidang,” bantah Edi.

Ia menganggap langkah jaksa dalam mengambil dasar pertimbangan tuntutan terkesan buru-buru, seolah memaksa. Dengan tegas ia berkelakar, JPU terlalu nafsu dalam bertindak. Ia membeber kejanggalannya. Dasar yang dipakai dalam tuntutan lemah, dan tak sesuai fakta.

“Bagaimana bisa dijadikan dasar kalau antara saksi dan terdakwa tak saling kenal. Tapi keterangan BAP (berita acara pemeriksaan) kertas yang dipakai. Saya masih yakin kalau klien saya bukan aktor utamanya,” tegas Edi.

Masih tak terima atas tuntutan jaksa, kuasa hukum terdakwa akan mempersiapkan sejumlah upaya dalam mengajukan pembelaan terhadap terdakwanya dalam sidang 15 Juni mendatang. (luk/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait