Silpa Naik Terus, Proyek Tak Terurus

Kamis 10-06-2021,12:15 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Jumlah anggaran pemerintah Kalimantan Timur yang tak terpakai terus menggunung. Dari tahun ke tahun, angkanya semakin tinggi. Di sisi lain, ratusan proyek pembangunan belum dilelang. Padahal, pertengahan tahun sudah terlewati.

nomorsatukaltim.com - Muhammad Samsun terlihat masygul. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, itu mengaku cukup kecewa mendengar penjelasan pemerintah daerah. Apalagi kalau bukan soal rendahnya realisasi pendapatan dan belanja daerah. Ia tak begitu kaget dengan angka Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) yang sangat tinggi. Yang jumlahnya mencapai Rp 2,9 triliun. Politisi PDI Perjuangan itu bahkan memprediksi tahun anggaran 2021 bisa lebih parah. “Jika tidak ada pembenahan tahun ini, realisasi anggaran dan belanja tahun ini bisa saja rendah,” ujarnya. Ia menjelaskan penyebabnya. “Keterlambatan penyerapan anggaran ini ada yang karena gagal lelang. Ada juga yang lelang tapi tidak dikerjakan dan sebagainya,” sebut Samsun. Apalagi bulan ini, beberapa proses lelang pun terlambat. Dari data yang dihimpun Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, baru 120 kegiatan proyek yang berjalan. 135 penyelia jasa sedang lakukan proses tender, 224 penyelia jasa belum melakukan tender, dan sedang persiapan tender ada 164 penyelia. “Itu baru selesai lelang, belum terserap loh itu,” singgungnya. Penyebabnya lagi-lagi karena administrasi. Yakni belum terbitnya peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) tentang segmentasi pasar. Alasan lain karena Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) belum sampaikan dokumen persiapan lelang di sistem SPSE. Sehingga, politisi PDIP ini berasumsi, Silpa 2021 bakal tinggi di akhir tahun. Penyebab lain adalah mandeknya bantuan keuangan (bankeu) dari pemprov. “Sampai hari ini satu rupiahpun belum ada ditransfer ke kabupaten/kota,” tegas politisi daerah pemilihan (dapil) Kukar-Kubar ini. Samsun menyebut biang keroknya adalah Pergub 49/2020 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran Dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah. Isinya menjelaskan Bankeu yang bisa dibagi menjadi beberapa paket kegiatan, harus dipersempit menjadi satu item dengan nominal minimal Rp 2,5 miliar. “Sampai hari ini belum selesai asistensi aturan itu. Karena belum selesai sehingga bankeu untuk kabupaten/kota jadi belum ditransfer. Itu juga yang membuat serapan anggaran jadi kecil,” jelas Samsun. Asal tahu saja, pada 2019 angka Silpa sekitar Rp 2,249 triliun. Nah, di 2020 naik menjadi Rp 2,954 triliun. Atau ada kelebihan Silpa sekitar Rp 705 miliar. Menurut Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim, Muhammad Sa’bani, kenaikan Silpa disebabkan ada dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah yang terlambat. Sementara Tim Anggaran Pendapatan Daerah (TAPD) sudah selesai lakukan pembahasan APBD perubahan. Sudah disahkan pula. “Ya itu pemicunya. Kami sudah selesai bahas perubahan APBD, sudah disahkan, ternyata ada kurang salur yang ditransfer ke kas daerah,” sebutnya. Silpa hanya salah satunya. Persoalan lain adalah realisasi pendapatan daerah Kaltim alami penurunan. Dari Rp 11,775 triliun pada 2019 menjadi Rp 10,13 triliun di 2020. Kondisi ini juga dievaluasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Lagi-lagi kambing hitam rendahnya realisasi pendapatan itu karena ada tambahan pendapatan yang terlambat ditransfer. Sehingga belanja pendapatan tidak sampai 100 pesen. “Program yang sudah disusun sampai perubahan itu sudah ada anggaran sendiri, tapi realisasi pendapatan di bulan terakhir ada transfer pusat,” singgung Sa’bani. “Sehingga dana penerimaan lebih dari 100 persen,” sambungnya. Realisasi pendapatan daerah 2020 sendiri semula ditargetkan Rp 8,60 trilun. Terealisasi Rp 10,13 triliun atau 117,72 persen. Komponen pendukungnya ada tiga. Yaitu PAD, pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Sementara realisasi belanja daerah tahun anggaran 2020, target awal Rp 7,19 triliun. Namun cuma terealisasi Rp 5,91 triliun atau 82,22 persen. Komponen pendukungnya ada empat. Yaitu belanja operasi cuma terealisasi Rp 4,62 triliun atau 86,19 persen, belanja modal hanya terealisasi Rp 1,066 triliun atau 80,10 persen, belanja tak terduga hanya terealisasi Rp 226,17 miliar atau 45,24 persen dan transfer terealisasi Rp 3,411 triliun. “Tambahan pendapatan kita terbesar rata-rata dari DBH (dana bagi hasil) dan pajak daerah. DBH yang besar,” tutupnya. Sementara itu Ketua Komisi III Hasanuddin Mas’ud menilai masyarakat dirugikan akibat tingginya Silpa. Menurut Hamas sapaan akrabnya, nominal Silpa yang nilainya fantastis tersebut disebabkan oleh Pemprov Kaltim yang tidak transparan dalam mengelola dana APBD. “Silpa yang tinggi tentu dampaknya rakyat yang dirugikan karena tidak mampu menerima manfaat dari APBD Kaltim,” ungkap politisi Golkar itu. “Dengan Silpa Kaltim naik maka indeks pembangunan di Kaltim akan turun, karena infrastruktur dan struktur tidak berjalan, maka saya berharap Gubernur Kaltim bisa berkomunikasi dengan DPRD Kaltim,” tuturnya. Oleh karena itu, dirinya berharap dalam sisa tiga tahun terakhir kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur, agar betul-betul mengevaluasi OPD-OPD yang tidak mampu merealisasikan kegiatannya. “Bahkan jika perlu, saya mengusulkan untuk dilakukan pergantian kepemimpinan di OPD-OPD yang tidak mampu merealisasikan kegiatannya,” tandasnya. Tingginya Sipla menjadi salah satu indicator pemerintah hanya menyerap anggaran untuk kegiatan wajib, mengikat, dan mendesak. Seperti untuk gaji pegawai dan operasional kantor, atau kegiatan-kegiatan rutin. (BOY/YOS)
Tags :
Kategori :

Terkait