Perda Sudah Sesuai

Selasa 15-10-2019,17:18 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

Artilagarnadi TANJUNG REDEB, DISWAY – Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6/2018 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) yang dinilai Wakil Bupati (Wabup) Berau, Agus Tantomo kurang tegas, mendapatkan tanggapan dari Ketua Komisi II DPRD Berau, Artilagarnadi. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menegaskan, konsep perumusan Perda TJSL atau Corporate Social Responsibility (CSR), mengacu pada Undang-Undang Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Hirarkinya, pembentukan perda tidak boleh melampaui atau bertentangan dengan aturan tertinggi, yakni undang-undang. “Perda tidak sembarang dibuat. Perlu kajian-kajian ilmiah, serta sinkronisasi terhadap penafsiran TJSLP dalam berbagai peraturan perundang-undangan.,” katanya kepada DiswayBerau, Senin (14/10). Dia melihat, undang-undang PT memiliki kekurangan. Dalam aturan itu, kata pria yang akrab disapa Gatot ini, tidak menetapkan besaran maupun sanksi jelas jika perusahaan tidak menlaksanakan TJSL. “Tapi dalam aturan PT, perusahaan wajib menyisihkan labanya sebagai wujud kepedulian perusahaan kepada lingkungan sekitarnya. Bisa dikatakan, TJSL ini bersifat sukarela,” terangnya. Selain itu, pada Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40/2007, dengan tegas tidak menjatuhkan pungutan ganda terhadap perusahaan, lebih tepatnya mempertimbangkan kepaturan atau kewajaran. Sebab, biaya perseroan untuk melaksanakan TJSLP berbeda dengan pajak. Secara regulasi, daerah tidak bisa mengelola pajak, kecuali bersifat retribusi. “Apalagi, TJSL atau CSR bukan bersifat persentase, namun berupa program sesuai luas klasifikasi SDA (sumber daya alam),” jelasnya. Menurutnya, Perda sebagai produk hukum yang hadir untuk menjadi payung hukum TJSL, harus diamankan dan dijalankan bersama. Kalau pun kurang sepakat, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau membuka ruang diskusi dengan DPRD. “Saya tidak bisa mengatakan perda itu lemah atau kuat. Kalau pun ada pelanggaran, Perda itu hanya tipiring bukan KUHP,” tandasnya. Sebelumnya, perusahaan yang berinvestasi di Kabupaten Berau, dinilai tidak sepenuhnya menjalankan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR). Hal itu ditegaskan Wakil Bupati (Wabup) Berau, Agus Tantomo. Dia mengatakan, meski kini daerah berjulukan Bumi Batiwakkal memilki forum TJSL, guna memonitoring dan mengawasi penyaluran CSR perusahaan agar terprogram dengan rapi dan tepat sasaran, namun tidak sesuai ekspektasi Pemkab Berau yang dituangkan ke dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 577/2017. Pasalnya, forum itu “mentah” akibat terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6/2018 tentang TJSL Perusahaan yang disahkan pada pertengahan 2018 lalu. “Tidak sesuai konsep awal, jauh dari harapan,” katanya kepada DiswayBerau, belum lama ini. Bahwasannya, Lanjut Agus, perda yang disahkan tidak sepenuhnya sama, atau memiliki aturan yang lengkap dibandingkan Perbup yang telah dicabut. Lebih tepatnya, Agus menyebut tidak memiliki ketegasan. Di dalam Perda, tidak ditetapkan berapa besaran tiap perusahaan dan sanksi jika tidak melaksanakan TJSL, sementara di perbup ditetapkan. Menurutnya, menetapkan besaran dan sanksi sesuai spesifikasi perusahaan tidak masalah, selama ada kesepakatan antara Pemkab Berau dan perusahaan. Namanya saja tanggung jawab, pasti ada besaran dan sanksi jika tidak melaksanakan. Kalau suka-suka perusahaan bukan tanggung jawab, tapi sumbangan. “Misalnya perusahaan hanya memberikan Rp 1 juta per tahun, kita tidak bisa apa. Yang dipikiran mereka sudah memenuhi kewajiban, kita mau keras, dasar hukum kita tidak ada menerangkan besaran yang wajib dipenuhi perusahaan,” terangnya. Bahkan, suami dari Fika Yuliana ini mengaku, perusahaan tidak pernah melaporkan penyaluran dana CSR kepada pemerintah daerah. Padahal secara aturan, perusahaan wajib melaporkan kegiatan CSR per enam bulan. “Tidak pernah, saya sebagai Wabup tidak pernah menerima laporan CSR perusahaan, baik perkebunan maupun pertambangan. Jika ditanya kontribusinya, saya jawab tidak ada,” bebernya. Agus menjelaskan, terbentuknya forum TJSL sejatinya menjadi jembatan memenuhi kebutuhan masyarakat, di saat keuangan daerah sedang menipis. Namun, tidak adanya ketegasan aturan terkait besaran maupun sanksi yang wajib dipenuhi perusahaan, memperkecil ruang gerak Forum TJSL. “Jika tidak ada ketegasan aturan kita, perusahaan akan semaunya memberikan bantuan. Kalau ada acara kita harus menjadi “pengemis” dulu, baru diberikan bantuan,” pungkasnya.(*/jun/app)

Tags :
Kategori :

Terkait