Ikhtiar Rusia Membangun Dominasi di Timur Tengah

Selasa 04-05-2021,10:43 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

Selama sebulan terakhir, bayang-bayang Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov telah menyelimuti seluruh Timur Tengah (Timteng). Pada Maret lalu, dia mengunjungi UEA, Arab Saudi, dan Qatar. Ia segera kembali ke wilayah itu, mengunjungi Mesir dan Iran pada 12-13 April.

RUSIA menjadi pemain kunci di Timteng ketika membawa angkatan bersenjatanya ke Suriah pada September 2015. Untuk mencegah perubahan rezim yang disponsori eksternal. Setelah dengan cepat mencapai tujuan ini, visi diplomatiknya telah meluas hingga mencakup semua negara di kawasan. Yang dengannya ia membangun hubungan substansial di bidang energi, ekonomi, dan pertahanan. Sambil mengupayakan perdamaian dan keamanan kawasan. Selama kunjungannya ke Teluk, Lavrov mempromosikan peran UEA dalam meningkatkan stabilitas di Suriah, yang sangat didukung oleh mitranya dari Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al-Nahyan. UEA mengkritik sanksi terhadap Suriah dan mendukung negara itu masuk kembali ke Liga Arab. Di Doha, Lavrov membentuk troika Rusia-Turki-Qatar untuk membahas perdamaian di Suriah. Sebagai inisiatif untuk melengkapi proses Astana. Turki dan Qatar dapat bersama-sama mempromosikan penyelesaian masalah Idlib. Di mana beberapa ribu elemen ekstremis yang didukung Turki tertanam dalam populasi sipil yang berjumlah 3 juta orang. Interaksi terpenting Lavrov terjadi di Saudi. Ia bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) dan Menteri Luar Negeri Pangeran Faisal bin Farhan. Pertemuan ini berlangsung dengan latar belakang beberapa ketidakpastian yang berkaitan dengan posisi pemerintahan baru AS. Dalam masalah keamanan regional. Dalam skenario ini, Rusia dapat memainkan peran yang berguna sebagai “penyeimbang” sehubungan dengan dua kompetisi utama Saudi dengan Turki dan Iran. Dengan memfasilitasi dialog di antara mereka. Setelah rasa saling percaya antara negara tetangga yang terasing tercapai, Rusia akan berusaha untuk mendapatkan stabilitas Timteng melalui tatanan keamanan regional baru, yang akan disepakati oleh semua negara di kawasan. Seperti halnya negara-negara Teluk lainnya, agenda Rusia dengan Saudi ditopang oleh hubungan bilateral yang substansial berdasarkan perdagangan. Termasuk ekspor biji-bijian dan kerja sama pertahanan. Selain menjadi mitra dalam dialog OPEC+ yang memastikan stabilitas di pasar energi dunia. Perjalanan Lavrov ke negara-negara Teluk pada Maret lalu dilengkapi dengan kunjungannya ke Mesir dan Iran pada April lalu. Meskipun beberapa komentator telah melihat kunjungan Kairo sebagai teguran yang disengaja kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang bertemu dengan Presiden Ukraina di Istanbul pada saat yang sama, penjangkauan ke Mesir itu penting. Rusia telah mengonsolidasikan hubungan pertahanannya dengan Kairo melalui penjualan perangkat keras militer, termasuk jet tempur, tank, helikopter serang, dan sistem rudal, serta latihan gabungan reguler. Selain itu, Rusia sedang mengerjakan pembangkit listrik tenaga nuklir dan mengembangkan ladang gas di negaranya. Rusia juga telah menjadi pemasok biji-bijian utama ke Mesir. Hubungan Rusia dengan Mesir semakin diperkuat oleh sebuah perusahaan Mesir yang muncul sebagai produsen pertama vaksin virus corona Rusia Sputnik V. Di Kairo, dalam hal agenda regional, dua kepentingan utama Rusia adalah Libya dan Suriah. Rusia dan Mesir sudah menjadi mitra dalam konflik Libya, menentang pemerintah Tripoli yang didukung Turki, dan mereka kini juga menjadi mitra dalam proses perdamaian negara itu. Berkenaan dengan Suriah, mereka sekali lagi berada di tujuan yang sama. Karena Mesir juga secara konsisten menentang perubahan rezim di Damaskus. Kunjungan Lavrov ke Teheran dilakukan dalam rangka mengoordinasikan posisi mereka pada kebangkitan kesepakatan nuklir Iran. Kedua negara setuju bahwa ini harus dipisahkan dari masalah lain yang berkaitan dengan keamanan regional, dan harus ada “pendekatan yang sinkron” untuk mencabut sanksi AS, dan Iran kembali pada ketentuan Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA). Pada Januari lalu, Rusia dan Iran telah menandatangani perjanjian informasi dan keamanan siber yang akan meningkatkan pertahanan siber Iran terhadap serangan musuh, terutama dari Israel. Walau Rusia mendukung Iran dalam masalah nuklir, Rusia juga sensitif terhadap masalah keamanan Israel dan negara-negara Teluk Arab. Karenanya, sangat menganjurkan partisipasi Teheran dalam konklaf keamanan regional yang berlangsung. Dalam kerangka rencana perdamaian yang telah diajukan Moskow pada Juli 2019. Meskipun Ankara tidak termasuk dalam rencana perjalanan Lavrov, hubungan dengan Turki adalah bagian penting dari kepentingan regional Rusia. Walau hubungan bilateral telah berkembang dalam bidang energi, ekonomi, dan pertahanan, Turki tetap menjadi mitra yang sulit. Karena berusaha mempertahankan otonomi strategisnya pada masalah regional dan kemitraannya dengan AS. Terlepas dari banyak perbedaan di antara mereka. “Sepertinya sikap dingin Joe Biden terhadap pemimpin Turki itu dan pengakuannya atas genosida Armenia 1915 akan mendorong Ankara lebih jauh ke dalam pelukan Rusia,” tulis Eurasia Review. Ada gejolak yang terlihat dalam politik Timteng. Negara-negara kawasan menegaskan kepentingan baru, memainkan peran baru, terlibat dengan tantangan baru, dan membangun aliansi untuk melayani kepentingan ideologis dan/atau keamanan. Seiring AS mundur dari lanskap Timteng, Rusia akan muncul sebagai tokoh sentral dalam kuali regional, dan kemungkinan besar menawarkan harapan terbaik untuk perdamaian dan keamanan. (mmt/qn) Sumber: Upaya Setengah Mati Rusia Perkuat Cengkeraman di Timur Tengah
Tags :
Kategori :

Terkait