Medan Juang di Papua sebagai Pelecut Prestasi

Senin 03-05-2021,13:07 WIB
Reporter : Disway Kaltim Group
Editor : Disway Kaltim Group

MENYUSURI medan berupa daerah pegunungan dan berbukit-bukit di Papua jelas merupakan medan pertempuran yang tidak dapat dikatakan mudah. Jika salah langkah, maka akan menjadi sasaran tembak musuh.

Di sanalah Charles Alling dan 12 orang rekannya dari Satuan Kopassus bertugas menyelamatkan warga sipil dari penyanderaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah Tembagapura, Timika, Papua. Masih lekat dalam ingatannya terkait tugas sebagai Koordinator Tim Sandha, IT dan Propaganda Operasi Pembebasan Sandera di Tembagapura pada 2017 lalu. Apalagi sudah sepekan ratusan warga sipil, baik dari Papua maupun luar Papua, disandera. Operasi tersebut harus berlangsung cepat dan tuntas. Agar tidak menyebabkan korban jiwa. "Operasi tersebut berhasil dilakukan. Pembebasan berlangsung dalam waktu beberapa hari. Dihitung dari saat menuju lokasi. Namun pembebasan berjalan dalam waktu satu jam, dan kocar-kacir itu KKB. Inti operasi yakni menyelamatkan ratusan warga sipil. Sehingga tidak memprioritaskan pengejaran KKB yang lari ke arah hutan," jelasnya. Dalam rentang waktu setelahnya, lagi-lagi Alling ditugaskan ke Papua. Perintah dari Panglima TNI Marsekal Hadi Thajanto. Atas permintaan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Agar ada upaya penegakan hukum terhadap KKB. Sehingga lahirlah Ops Nemangakawi 1 yang diharapakan ada akselerasi langsung yang memberikan efek tinggi serta merontokkan eksistensi kelompok tersebut. "Tidak lebih dari 100 orang yang dipecah-pecah dalam beberapa tim dengan jumlah satu tim sebanyak 6-8 orang. Dalam rangka penegakan hukum pada KKB. Sebagaimana layaknya menghantam sarang tawon, sehingga membuat mereka terpencar-pencar karena sarang utamanya hancur. Ada 8 markas KKB yang kami kuasai selama operasi tersebut. Belum lagi banyak amunisi dan senjata yang kami dapatkan," ungkap Dandim 0906/Tenggarong saat berbincang dengan tim Disway Kaltim. Hingga saat ini ia terus memonitor perkembangan di Papua. Termasuk mengenai tewasnya Kepala Badan Inteljen Nasional Daerah (Kabinda) Papua Brigjen I Gusti Putu Danny Nugraha Karya beberapa waktu lalu. Ia meyakini TNI mampu mengatasi keadaan di sana. "Di awal tahun 2018 kita diperintahkan menyerbu di wilayah Puncak Jaya. Satu orang anggota saya gugur tertembak di bagian antara selangkangan paha kanan. Kelompok yang kami serang inilah yang menewaskan Kabinda Papua. Mereka memang menguasai medan dan selalu menunggu kelengahan anggota,” ungkapnya. “Mereka hanya berupaya melakukan shock terapi. Sehingga kita tidak boleh takut atas upaya KKB. TNI mampu mengatasi keadaan di sana. Tinggal bagaimana dukungan semua pihak terkait upaya menjaga NKRI," tegas pria yang mengikuti pendidikan di NATO Scholl Jerman 2012 lalu. Terkait penghargaan Pisau Komando Perak yang diperolehnya pada 1 Juni 2018 di Cijantung, itu merupakan kebanggaan luar biasa baginya. Karena tidak semua prajurit dapat memperoleh penghargaan tersebut. Ada tiga jenis pisau komando di Kopassus. Pertama, hitam. Biasanya dipergunakan oleh baret merah. Keduam pisau komando perak. Ini yang didapatkan oleh sedikit pasukan Koppasus yang berperestasi. Lalu pisau komando emas yang hanya didapatkan perwira tinggi. Yakni Danjen Kopassus hingga Panglima TNI. "Atas operasi di Papua saya mendapatkan penghargaan tersebut. Di sana pulalah lahir tiga buah buku tentang pengalaman operasi. Mulai dari buku berjudul Kepak Sayap Sang Cenderawasih. Lalu Sebuah Catatan Operasi di Papua dan Tim Maleo, Operasi Pembebasan Sandera di Papua. Bagaimanapun Papua adalah bagian dari NKRI yang harus kita jaga dan perjuangkan," pintanya. (rjw/bay)
Tags :
Kategori :

Terkait