Sengketa Sumur Tua, Para Pihak Sepakat Akhiri Konflik Blok Wailawi

Senin 19-04-2021,15:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Sengketa blok Wailawi, sumur bekas PT Vico Indonesia Company di Penajam Paser Utara mulai menemui titik terang. Tiga kali pertemuan yang difasilitasi SKK Migas, menghasilkan kesepakatan. Jalur tengah dicapai. Posisi direksi rawan tereliminasi.

nomorsatukaltim.com - Kabar baik itu datang dari Komisaris PT Benuo Taka Wailawi (BTW), Taufik. Perusahaan yang dibentuk Perusda Benuo Taka mengelola sumur gas Blok Wailawi. Taufik membeberkan adanya kesepakatan yang sudah diteken para pihak untuk mengakhiri konflik. “Sudah ada kesepakatan antara pemegang saham dengan Pemkab PPU,” katanya. Sebelum membeberkan soal isi kesepakatan itu, Taufik  menyatakan BTW selalu bekerja sesuai koridor hukum dalam menggarap proyek minyak dan gas (migas). Apalagi, proyek migas dikenal memiliki aturan yang sangat ketat. Baca juga: AGM Tendang BTW dari Blok Wailawi Kembali soal kesepakatan, Taufik menyebut ‘perdamaian’ Pemkab dengan BTW terjadi pada pertemuan ketiga, 15 April 2021. Pada persamuhan itu menyepakati sejumlah hal. Pertama pemegang saham PT BTW menyepakati segera dilakukan RUPS untuk mendukung keberlanjutan operasi Kegiatan Usaha Hulu Migas di WK Wailawi. Kedua, pengalihan Participating Interes (PI) perubahan pengendalian pada WK Wailawi agar dapat dilaksanakan sesuai prosedur yang merujuk ketentuan. Yaitu Permen ESDM Nomor 48 Tahun 2017 tentang pengawasan di sektor ESDM. Lalu pedoman tata kerja (PTK) SKK Migas nomor 057 tahun 2018 tentang kontrak kerja sama revisi 01. Yang ketiga ialah semua pihak menyepakati bahwa kegiatan operasi workover yang dilaksanakan oleh PT BTW dapat dilanjutkan hingga selesai (4 sumur), dengan mempertimbangkan potensi dampak/risiko terhadap aspek K3LL, dan aspek finansial (penambahan biaya operasi yang akan menjadi pengurang bagi hasil). Pertemuan itu dihadiri Manajer Senior Operasi SKK Migas Kalsul, Roy Widiartha, Perwakilan Pemkab PPU dihadiri Sekkab Muliadi, sedangkan Taufik mewakili PT BTW. Hadir pula pemilik saham PT Buana Resources Capital, Widhi Hartono. Berdasarkan pembahasan itu akan ditindaklanjuti dengan menggelar RUPS paling lambat 30 April 2021. Dalam hal terjadi  perubahan pengendalian pada WK Wailawi, PT BTW akan memberitahukan dan/atau meminta persetujuan kepada Menteri ESDM melalui SKK Migas sesuai dengan kontrak kerja sama (KKS) WK Wailawi dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pun PT BTW juga akan menyampaikan salinan KKS itu ke para pemegang saham. Dan yang terakhir, PT BTW jelas akan melanjutkan pekerjaan workover 4 sumur gas itu sampai selesai. Dengan kemungkinan direksi baru yang memimpin perusahaan. Baca juga: Konflik Wailawi Ancam Produksi Gas Kaltim

BERDARAH-DARAH

Taufik menjelaskan, perjuangan mengelola sumur gas yang memiliki potensi 7 mmfcd itu cukup Panjang.  "Panjang sekali prosesnya daerah ini bisa mengelola sumur gas ini. Berdarah-darah," katanya. Pemerintah daerah bisa memperoleh konsesi melalui Perusda Benuo Taka yang kini telah berubah status badan hukum menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Benuo Taka. Perusda Benuo Taka dibentuk pada 17 Desember 2003. Sedangkan PT BTW melanjutkan pekerjaan Perusda melalui Perda Nomor 4 Tahun 2003. Benuo Taka memiliki divisi migas yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan disiapkan bersaing dalam lelang pengelolaan Blok Wailawi dalam bentuk Kontrak Jasa dan Produksi (KJP-Cost & Fee). Perusda mendapatkan jasa pengusahaan per tahun hanya USD 0.25/mmbtu untuk gas, dan USD  5/barel untuk minyak. Serta biaya untuk operasional sebesar 55 persen dari gross revenue termasuk jasa pengusahaan. Namun berdasarkan kontrak itupula, tidak memungkinkan dilakukan kegiatan pengembangan, baik melalui workover atau pemboran sumur baru. Karena dianggap tidak visible. Pada September 2011, kontrak Perusda Benuo Taka dengan Pemerintah Pusat berakhir. Perpanjangan dan perubahan bentuk kontrak dari KJP menjadi PSC memerlukan pendanaan, yang saat itu tidak dimiliki Perusda Benuo Taka. Karena dalam perpanjangan yang memakan waktu 9 bulan, Perusda Benuo Taka tidak mendapat dukungan dana dari perusahaan lain. Baca juga: Prahara Sumur Wailawi Belum Usai Karena itulah, Perusda membentuk perusahaan khusus di bidang hulu migas. Pada 2013, Benuo Taka melakukan perjanjian dengan PT Centre Energy Petroleum Limited Hongkong (PT CEP) dan PT Multi Guna Sarana. Tujuannya membentuk konsorsium bernama PT Benuo Taka Wailawi (BTW). Masuk CEP alam konsorsium itu karena sukses membantu perpanjangan dan mengubah jenis kontrak dari KJP menjadi PSC. Dalam kontrak yang baru, bagi hasil sumur-sumur eksisting, kontraktor mendapatkan cost recovery 45 persen, dan 15 persen bagian kontraktor dari total gas revenue selama produksi sampai dengan 1 mmscfd. Sedangkan jika mampu memproduksi di atas 1 mmscfd, maka incremental atau kanaikan dari 1 mmscfd akan mendapat bagian 100 persen cost recovery, dan 40 persen net revenue untuk gas. Pembagian sistem PSC ini juga berlaku pada sumur yang baru. Sedangkan bagian untuk minyak akan mendapatkan 20 persen. Taufik mengklaim kontrak baru ini jauh lebih baik dari KJP karena dimungkinkan melakukan kegiatan workover dan pemboran sumur baru. Kontrak baru tersebut baru dapat dialihkan pada 2015 sehingga beralihlah Participating Interest/PI dari Benuo Taka ke BTW sebesar 100 persen. “Pembentukan BTW juga diperkuat dengan Perda Nomor 12 tahun 2012. Sebagai jawaban dari tuntutan pengembangan sektor Hulu Migas tadi,” imbuh Taufik. Berdasarkan Perda 12 tahun 2012 dan Perbup 34 tahun 2012, BTW merupakan bagian dari unit usaha/ perusahaan yang dibentuk secara konsorsium. Di mana Perusda Benuo Taka merupakan pemegang saham mayoritas. "Yang jelas, PT BTW ini bukan anak BUMD lagi statusnya. PT BTW itu dibuat dihadapan notaris di Jakarta degan pola konsorsium. Perusda Benuo Taka mendapat saham Mayoritas, 51 persen. walaupun tidak mengeluarkan uang untuk membiayai kontrak baru tersebut," jelasnya. Lebih lanjut, kala itu pengembangan belum bisa dilakukan. Karena masalah financial PT CEP terkendala. Oke karena itu PT CEP mengalihkan sahamnya ke PT Buana Resources Capital (PT BRC). Sesuai haknya dalam AD/RT, PT BTW dan juga atas persetujuan Perusda Benuo Taka pada Oktober 2019. Baca juga: Pemkab PPU Hentikan Paksa Proyek Sumur Gas Bekas Kemudian, BRC bersedia mendanai 100 persen pengembangan dan menyelesaikan kewajiban yang ada di BTW. Walau dalam akta BTW hanya akan mendapatkan bagian keuntungan 49 persen. Dalam perjalanannya, ada perubahan di internal Pemerintah Daerah. Dengan membubarkan Perusda Benuo Taka dan membentuk Perumda Benuo Taka. Nah, hal tersebut tidak serta merta langsung mengubah status nama Perusda menjadi Perumda di dalam akta BTW.

SUSUN MATANG RUPS

Terkait keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan paling lambat akhir bulan ini, Taufik meminta agar disusun dengan matang. Jika Perusda itu sudah dibubarkan secara sah dan sesuai peraturan tentang pemerintah daerah dan mekanisme pembubaran BUMD, maka perubahan saham dari Perusda Benuo Taka ke Perumda Benuo Taka idealnya sangat mudah dilakukan. "Tinggal mekanisme pemegang saham Benuo Taka meminta RUPS kepada BTW. Maka Perusda Benuo Taka dapat diganti entitas baru. Apa saja itu, tidak hanya Perumda Benuo Taka,” “Tenntunya PT BRC juga akan dapat menyetujuinya," beber Taufik. Karena selama ini permintaan RUPS yang dilakukan Perumda tanpa pemberitahuan dari Perusda Benuo Taka atau pemilik Perusda Benuo Taka inilah yang mengakibatkan permintaan RUPS  tersebut tidak diindahkan PT BTW. Karena dianggap tidak sesuai dengan akta PT BTW. Juga karena nama Perumda Benuo Taka ini tidak dikenali atau ada dalam akta PT BTW. Sehingg perlu lebih dulu diantarkan oleh Perusda Benuo Taka atau pemiliknya. Apalagi, persoalan ini ternyata telah masuk ke meja hijau. Pemerintah daerah sejak tahun lalu sudah menggugat kepengurusan BTW ini. "Jadi seharusnya dipelajari semua dulu, baru bereaksi. Kalau memang merasa dirugikan ada jalur hukum. Sekarang Perumda Benuo Taka kan sudah menempuh itu di PN, dan sudah masuk pembuktian kasus. Ya tunggu saja keputusan hukumnya di PN," bebernya. Terlepas dari itu semua, Taufik menyayangkan dengan apa yang dilakukan pemerintah. Apalagi sempat melakukan penyegelan di lokasi sumur. Pasalnya, penghentian aktivitas ini justru bisa merugikan semua pihak. Saat ini, PT BTW juga sedang memproduksi minyak sebesar 300 barel/hari ke Pertamina. Jika workover berhenti, maka off taker akan diisi oleh perusahaan lain. Akhirnya, potensi gas dan minyak Lapangan Wailawi tidak termonetisasi. Sebelumnya, Bupati PPU, Abdul Gafur Mas’ud meminta BTW dikeluarkan dari pengelolaan Blok Wailawi karena dianggap tidak memiliki kewenangan mengelola.  (rsy/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait