Bupati ‘Gerah’, Kontribusi Pabrik CPO di Kutim Masih Minim

Senin 12-04-2021,14:15 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman ‘gerah’ dengan minimnya perusahaan pengolah produk turunan sawit, atau crude palm oil (CPO). Daerah penghasil sawit terbesar di Kaltim itu tak mendapatkan pemasukan yang ‘layak’ dari sektor primadona.

nomorsatukaltim.com - Rencana penghiliran industri kelapa sawit memang sudah digembar-gemborkan pemerintah selama bertahun-tahun. Namun sampai hari ini, pabrik pengolah sawit baru bisa dihitung dengan jari. Itupun di luar Kabupaten Kutai Timur yang memiliki luas lahan nomor satu di Kalimantan Timur. Upaya penghiliran industri kelapa sawit bukan hanya dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melainkan juga untuk memutus ketergantungan Kaltim terhadap produk-produk olahan sawit dari daerah lain. Contoh paling sederhana ialah minyak goreng. “Karena itu, penting bagi Kutim untuk memulai hilirisasi sawit dengan membangun pabrik CPO (refinery crude palm oil),” kata Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, baru-baru ini. Sebagai pemilik kebun sawit terluas di Kaltim, memang sudah seharusnya Kutim juga bisa menghasilkan produk turunan kelapa sawit. Sangat disayangkan jika CPO yang dihasilkan harus dibawa keluar daerah. “Dalam rencana pembangunan jangka panjang Kutim disiapkan menjadi kawasan agroindustri. Maka harusnya ada pabrik pengolahan CPO di sini,” ucapnya. Memiliki luas kebun mencapai 450 ribu hektar. Dengan 34 unit pabrik CPO, tentu Kutim memiliki potensi untuk membangun industri hilir kelapa sawit. Apalagi keberadaan pabrik CPO ternyata belum berkontribusi terhadap PAD dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kutim. “Makanya perlu didorong hilirisasi industri sawit ini,” imbuhnya. Dengan penghiliran sawit, Ardiansyah berharap mengaliri kas daerah supaya lebih berisi. Ia mendorong rencana ini dengan membuka investasi. Salah satu yang coba ditarik adalah industri pengolahan minyak makan. “Tak menutup kemungkinan juga ada produk olahan lain seperti mentega atau kecap,” tuturnya. Pemerintah daerah, kata Ardiansyah Sulaiman, akan memberikan insentif yang menarik buat investor. Sekadar informasi, dari 34 unit pabrik CPO di Kutim, tak satupun yang memiliki pabrik refinery. Semua hasil CPO yang ada langsung dibawa ke daerah lain. Bahkan ada pula yang diekspor ke luar negeri. Ardiansyah meyakini pabrik refinery tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), tapi sekaligus akan mendongkrak ekonomi masyarakat. Sebab industri hilirisasi itu nantinya akan memberikan efek domino perekonomian Kutim. “Dan ini menjadi PAD. Kalau CPO bukan pendapatan asli daerah. Pabrik-pabrik CPO di sini nanti yang jadi pemasoknya. Itu yang tetap kami kejar nantinya,” paparnya. Terkait rencana tersebut, Ardiansyah menegaskan Pemkab Kutim cukup serius. Bahkan dirinya telah menyiapkan lokasi untuk pembangunan pabrik refinery itu. Rencananya dipusatkan di Desa Pulau Miang, Kecamatan Sangkulirang. “Kami juga akan membuat regulasi untuk mendukung adanya industri hilir kelapa sawit,” tandasnya. Terkait rencana itu, DPRD Kutim telah menyiapkan perangkat hukum melalui peraturan daerah (Perda). Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kutim, Agusriansyah Ridwan mengatakan rencana ini sudah dimasukkan dalam pembahasan perencanaan program pembentukan peraturan daerah (Propemperda). “Kepala daerah sudah menginisiasi terkait pengelolaan turunan kelapa sawit. Alhamdullilah, DPRD dan pemerintah sudah memasukkan dalam Propemperda terkait hal ini,” ujarnya. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengaku sudah berdiskusi dengan pihak pemerintah daerah. Membahas rancangan perda yang akan disusun nantinya. Selain itu muncul rencana komparasi dari rancangan perda yang disusun. Baik dari usulan pemerintah daerah maupun yang disusun oleh DPRD. “Jika nanti terdapat kesamaan. Bukan tak mungkin bisa disatukan dalam peraturan daerah yang sama,” bebernya. Sejauh ini, Agusriansyah menegaskan, Perpomperda terhadap Raperda yang dimaksud tersebut sudah disiapkan untuk tahun ini. Pihaknya juga beberapa kali sudah menyiapkan uji publik. Kini tinggal menunggu penyelesaian naskah akademik. “Kami akan coba komunikasi lagi dengan pemkab agar bisa mempercepat proses pembuatan Perda ini,” tuturnya. Diketahui, perda yang diusulkan pemerintah terkait aturan pembuatan pabrik refinery CPO. Sedangkan DPRD menyiapkan Perda terkait perlindungan petani sawit mandiri. Ditambah lagi dengan aturan pengangkutan buah kelapa sawit dan CPO. “Saya rasa ini masih berkenaan dengan rencana pemerintah mengembangkan industri hilir kelapa sawit,” tandasnya. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Kaltim tahun 2020, Kutim mampu memproduksi 6,9 juta ton sawit per tahun. Jumlah itu hampir separuh dari total produksi Kaltim yang mencapai 15,8 juta ton per tahun. Daerah penghasil sawit terbesar kedua ialah Kutai Kartanegara dengan 3,1 juta ton. Dari 113.240 kepala keluarga petani, Kutim menyumbangkan 40.625 KK, terbanyak di antara daerah lain. Selain kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, perkebunan sawit juga menjadi penyumbang ekspor dominan. Data Bank Indonesia Kalimantan Timur Triwulan III - 2020, komoditas mineral dan batubara serta CPO memiliki pangsa terbesar dengan masing-masing menyumbang 85,05% dan 7,37%. Sementara itu, berdasarkan negara tujuannya, Tiongkok dan India tercatat menjadi negara tujuan utama ekspor non migas dengan pangsa 27,37% dan 19,52%. Dari sisi harga, merujuk hasil tim penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Kaltim terus membaik. Pada bulan Februari  2021 untuk perhitungan harga TBS pada periode Maret 2021, menetapkan harga sawit umur > 10 tahun naik Rp 7,19/kg menjadi Rp 1.939,70/kg. Sementara sawit umur 9 tahun Rp 1.917,12/kg dan sawit umur > 10 tahun Rp 1.939,70/kg. Yang mana harga minyak sawit mentah (CPO) ditetapkan Rp 9.170,35/kg dan harga Kernel Rp 6.063,01/kg dengan indeks K 84,04%. Kabar baik juga terus berdatangan dengan naiknya harga  referensi  CPO  untuk  penetapan  bea keluar  (BK)  periode  April 2021  sebesar USD  1.093,83/MT.  Harga  referensi  tersebut  meningkat USD 57,61 atau 5,56% dari periode Maret 2021 yaitu sebesar USD 1.036,22/MT. (bct/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait