Penerimaan Bea Cukai Balikpapan Melompat Jauh, Triwulan I Sudah 92 Persen

Senin 12-04-2021,10:27 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Tahun lalu, penerimaan Bea Cukai Balikpapan mencapai 102,77 persen atau Rp 429 miliar. Melebihi target Rp 417 miliar.

Balikpapan, nomorsatukaltim.com  – Belum sampai akhir tahun, realisasi penerimaan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Balikpapan telah mencapai 92,03 persen dari target Rp 434 miliar. Tahun lalu, penerimaan Bea Cukai Balikpapan mencapai 102,77 persen atau Rp 429 miliar. Melebihi target Rp 417 miliar.  “Angka pencapaian ini luar biasa. Di mana persentase capaian tahunan 92,03 persen. Kalau penyumbang penerimaan terbesar (gabungan ekspor impor) tetap CPO. Sama halnya di tahun 2020,” jelas Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Balikpapan Wijaya Arif kepada Disway Kaltim akhir pekan kemarin. Produk penyumbang penerimaan terbesar tahun 2020 tersebut didominasi crude palm oil (CPO) dan turunannya. “Kami optimis tahun ini target penerimaan akan tercapai. Apalagi pemulihan ekonomi digencarkan. Ditambah produk ekspor di Balikpapan komoditasnya bertambah,” ujarnya. Sementara itu, berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki), ekspor produk olahan mendominasi ekspor komoditas kelapa sawit sepanjang 2020. Dari 34 juta ton volume ekspor sawit Indonesia sepanjang 2020. Sekitar 79 persen diekspor dalam bentuk produk-produk hilir. Hanya 7,1 juta ton atau 21 persen yang diekspor dalam bentuk bahan mentah. Dengan data itu, industri sawit dinilai Ketua Gapki Joko Supriyono, berkontribusi baik bagi neraca perdagangan Indonesia. “Volume ekspor sawit kita didominasi produk hilir, sejalan dengan kebijakan pemerintah,” ucap Joko dalam pernyataan resmi. Ia menjelaskan, produk olahan sawit yang diekspor terbagi dalam lima jenis. Yakni refined sebanyak 21,1 juta ton, oleokimia 3,8 juta ton, refined PKO 1,5 juta ton, crude PKO 301.000 ton, dan biodiesel 31.000 ton. Dengan volume itu, nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya sebanyak USD 22,97 miliar. Setara dengan Rp 323,87 triliun. Sementara itu, neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar USD 21,7 miliar atau setara dengan Rp 305,97 triliun. Masih berkaitan dengan produk olahan, oleokimia nilainya naik sebesar 20 persen ekspor tahun lalu. Ini berkaitan dengan dampak pandemi, yang mana produk olahan tersebut digunakan untuk produksi perlengkapan kesehatan dan kebersihan. Seperti bahan baku sabun, disinfektan, dan sebagainya. Joko Supriyono mengatakan, ekspor di luar CPO masih dalam bentuk komoditas. Sehingga perlu dibedakan antara produk hilir dengan branded product. Pemberian merek produk, menurut Joko, harus melalui model bisnis yang beda. (fey/eny) https://www.youtube.com/watch?v=GoYbQjc1koU
Tags :
Kategori :

Terkait