Tahun 2021, Ekonomi Kaltim Diyakini Tumbuh Positif 

Rabu 31-03-2021,10:04 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan. nomorsatukaltim.com  – Bank Indonesia memproyeksi ekonomi Kaltim tahun ini akan mencapai pertumbuhan positif. Meskipun hingga Februari lalu, pembiayaan terkontraksi sebesar 2,40 persen year on year (yoy).  Dengan non performing loan (NPL) sebesar 4,30 persen. Itu berdasarkan lokasi proyek pembiayaan yang berasal dari bank di dalam maupun luar Kaltim.  

Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Tutuk SH Cahyono dalam Diseminasi LPP Provinsi Kaltim Periode Februari 2021, yang digelar virtual, Senin (29/3/2021) . “Berdasarkan lokasi bank (pembiayaan hanya dari bank di Kaltim), pertumbuhan pembiayaan terkontraksi 2,59% (yoy) dengan NPL sebesar 5,96% (yoy),” terang Tutuk SH Cahyono. Dari sisi stabilitas sistem keuangan sampai Februari 2021, bahwa  pembiayaan perbankan mulai membaik di awal 2021. Walaupun dengan NPL atau NPF yang masih relatif tinggi. Pertumbuhan pembiayaan sektor utama lokasi proyek yaitu di bidang pertambangan, industri, konstruksi dan perdagangan. “Sektor-sektor tersebut masih mendominasi dalam pembiayaan,” katanya. Ke depan, Tutuk menyebut beberapa faktor yang akan mendorong dan menahan ekonomi Kaltim. Faktor pendorong ekonomi yang mendorong ekonomi tumbuh positif. Di antaranya normalisasi industri pengolahan migas, penambahan kapasitas pengolahan industri CPO, berlanjutnya proyek strategis nasional, prospek penambahan permintaan batu bara di pasar baru dan berlanjutnya implementasi B30 untuk penyerapan domestik. Sedangkan faktor penahan ekonomi yaitu tren harga komoditas utama yang mengalami penurunan, natural declining hulu migas di Kaltim, potensi peningkatan inflasi yang cukup tinggi tahun depan efek La Nina yang berpotensi menghambat produksi tambang dan berakhirnya long term contract buyer LNG.  “Melihat faktor pendorong dan penahan itu kami yakin ekonomi Kaltim akan tumbuh positif. Walaupun tak setinggi angka nasional,” ucapnya. Dari data BI, ekonomi Kaltim 2020 mengalami kontraksi terdalam dalam 10 tahun terakhir. Kontraksi tersebut utamanya disebabkan kontraksi sektor pertambangan akibat COVID-19 secara global. Di samping itu, kontraksi lebih dalam didorong pelemahan beberapa sektor lainnya yang sudah menurun beberapa tahun terakhir. Pada triwulan IV-2020, ekonomi Kaltim membaik didorong perbaikan kinerja sektor tambang. Menurut Tutuk, bahwa perbaikan ekonomi dunia mendorong perbaikan ekonomi Kaltim. Baik pertumbuhan tahunan maupun triwulan. Sehingga kinerja ekspor dan sektor tambang menjadi sumber perbaikan ekonomi di triwulan IV 2020. Kemudian tren harga komoditas batu bara dan CPO meningkat sejak triwulan IV 2020. “Dengan pangsa mayoritas, kenaikan harga batu bara dan CPO mempercepat pemulihan ekonomi Kaltim,” sebutnya. Selanjutnya kenaikan harga mendorong nilai ekspor non migas Kaltim juga meningkat sejak akhir 2020. Di mana net surplus ekspor impor Januari 2021 sebesar USD 1,14 miliar, menurun dibandingkan net surplus bulan sebelumnya sebesar USD 1,23 miliar. “Penurunan net surplus tersebut disebabkan oleh turunnya nilai ekspor migas maupun non migas (CPO dan pupuk) pada Januari 2021,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai kepala perwakilan Bank Indonesia Balikpapan itu. Seiring kenaikan ekspor serta perbaikan mobilitas dan ekonomi, keyakinan konsumen juga terus membaik. Ia menuturkan, dari hasil survei konsumen Maret 2021, menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) telah melewati level optimisnya dengan tercatat sebesar 106,83. Hal itu disebabkan oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Peningkatan IKE disebabkan utamanya oleh peningkatan pada indikator seperti kondisi penghasilan dan kondisi ketersediaan lapangan kerja. “Hingga posisi awal Maret 2021, data google mobility report mencerminkan adanya peningkatan mobilitas masyarakat di beberapa tempat perbelanjaan dan rekreasi,” ujarnya. Tantangan Hilirisasi Dalam struktur ekonomi Kaltim masih didominasi oleh ekspor tambang dengan serapan tenaga kerja yang relatif rendah. Kendati begitu, Kaltim sudah memulai hilirisasi batu bara. Di mana PT Bakrie Capital Indonesia (BCI), PT Ithaca Resources, dan Air Products menjalin aliansi strategis dan membentuk konsorsium dalam hilirisasi batu bara. Konsorsium tersebut akan membangun industri metanol senilai USD 2 miliar lebih di Batuta Industrial Chemical Park di Bengalon, Kutai Timur. Kebutuhan metanol Indonesia saat ini diperkirakan sebesar 1,2 juta ton per tahun. Dan hanya dipenuhi dari 1 produsen metanol eksisting dengan kapasitas produksi 660 ribu ton per tahun. “Hilirisasi batu bara Kaltim menjadi harapan di tengah deindustrialisasi/natural declining lifting gas,” tukas Tutuk SH Cahyono. Selain batu bara, menurutnya, hilirisasi CPO Kaltim juga masih perlu didorong masuk ke industri hilir bervolume besar. “Hilirisasi produk berbasis CPO di Kaltim masih relatif sedikit dan belum ada yang masuk kuadran III,” imbuhnya. Sehingga tantangan hilirisasi terutama terletak pada faktor value chain global dan nasional, ketersediaan mother vessel dan jalur ekspor, serta bidang infrastruktur. (fey/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait