Nasionalisme dan Islamisme di Indonesia

Sabtu 27-03-2021,11:16 WIB
Oleh: admin3 diskal

BERWINDU-windu bangsa Eropa mepertuankan dirinya di negeri-negeri Asia. Berwindu-windu kalau boleh saya mengutip perkataan Multatuli "dadanya rakyat Indonesia itu dihisap dengan pipa-pipa kecil, pipa itu menancap di setiap dadanya dan saling terhubung yang akhirnya pipa itu bermuara ke Eropa".

Begitulah tragisnya riwayat-riwayat negeri jajahan yang bernama Indonesia. Keinsyafan akan tragis ini yang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia-kita, yang walaupun dalam maksudnya sama, ada mempunyai tiga sifat yaitu: nasionalisme, islamisme & marxisme lah adanya. Mempelajari dan mencari hubungan antara tiga sifat itu menjadi sebuah urgensi dikarenakan bahwa tiga haluan di dalam suatu negeri jajahan tak berguna untuk berseteru satu sama lain. Betapa haibatnya apabila ketiga haluan ini dapat bekerja sama menghancurkan semua penghisapan yang membuat kita menjadi budak di negeri kita sendiri, bagai ombak-taufan yang tak dapat ditahan terjangannya. Nasionalisme merupakan sebuah faham yang mencerminkan kesetiaan dan pengabdian terhadap bangsanya sedangkan Islamisme adalah merupakan sebuah ideologi yang lebih mengedepankan keyakinan dan pandangan Islam sebagai poin penting dalam meraih kemerdekaan. Soekarno menyatakan bahwa Nasionalisme dan Islamisme di Indonesia bekerja dengan prinsip yang sama melawan imprealisme dan kapitalisme Barat sehingga kurang tepat apabila kedua pemikiran ini saling dipertentangkan. Prof Vaswani menyatakan bahwa jika Islam menderita maka Roh kemerdekaan Timur juga akan merasakan sakit. Meskipun begitu, Vaswani percaya bahwa Islam akan menang karena Islam adalah Internasionalisme, dan jika Islam merdeka maka Nasionalisme Indonesia akan diperkuat olehnya karena Nasionalisme kita bukanlah nasionalisme yang tertutup. "Nasionalisme tidak akan hidup subur kalau tidak hidup di dalam taman sarinya Internasionalisme". Soekarno. Oleh karena itu, apabila terdapat kaum nasionalis yang memusuhi kaum Nasionalis Islam ini Soekarno istilahkan dengan " sempit-budi dan sempit-pikiran". Islam sebenar-benarnya tidak mengandung anti-nasionalisme. Soekarno berpendapat bahwa Islamisme yang memusuhi pergerakan nasional bukanlah Islamisme yang sejati! Kita tidak boleh habis-habis berikhtiar dalam mempersatukan kekuatan-kekuatan untuk mencapai masyarakat yang bahagia, masyarakat yang "Gemah Ripah Lohjinawi". Terakhir satu kalimat dari Bung Besar saya kutip " Entah bagaimana tercapainya persatuan itu, entah pula bagaimana bentuknya persatuan itu, akan tetapi tetaplah, bahwa Kapal yang membawa kita ke Indonesia merdeka itu yalah Kapal Persatuan adanya.  *
Tags :
Kategori :

Terkait