Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Iwan Ratman

Selasa 23-03-2021,13:33 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Sidang praperadilan atas penyidikan dugaan korupsi di tubuh PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), bergulir kemarin (22/3/2021). Hakim tunggal Pengadilan Negeri Samarinda menolak seluruh dalil pemohon.

nomorsatukaltim.com - HAKIM tunggal Nyoto Hidaryanto memutuskan menolak permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya. Hakim juga menghukum Pemohon membayar biaya perkara sebesar Rp 5 ribu. Hakim menyebut penetapan tersangka kepada pemohon Iwan Ratman, yang dilakukan oleh Termohon, Kejati Kaltim telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. "Jadi, di mana terdapat bukti permulaan yang cukup berdasarkan 2 alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014," terang Nyoto Hidaryanto. Hakim menyatakan Termohon telah melakukan penyidikan terhadap Pemohon Iwan Ratman sesuai dengan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dalam kasus itu, penyidik telah menyita sejumlah alat bukti, seperti kendaraan dan sejumlah dokumen. Menanggapi putusan hakim, Kuasa Hukum Iwan Ratman, Leo Prihadiansyah menyatakan kekecewaannya. "Kalau dibilang kecewa, ya kecewa. Kami menganggap secara hukum, pertimbangan pertimbangan hakim itu agak janggal. Tapi namanya putusan, ya, sudah terjadi. Terjadilah begitu," katanya. Dengan adanya putusan ini, maka penasehat hukum akan mempersiapkan diri menghadapi pokok perkara. "Siap tidak siap ya harus kita masukkan ke pokok perkara," sambungnya. Leo Prihadiansyah mengatakan, untuk menetapkan suatu tersangka harus ada bukti pendukung dengan perkara tindak pidana korupsi yang dituduhkan. "Artinya penghitungan dari BPKP atau BPK itu aja belum ada tentang kerugian negara. Kok bisa-bisanya ditetapkan sebagai tersangka dengan bukti baru permintaan kerugian negara?" ujar Leo. Ia mengatakan, permasalahan kasus ini bermula dari hasil ekspos ada kerugian negara. “Ekspos itu bukan undang-undang. Sedangkan undang-undang, putusan Mahkamah Konstitusi dan yurisprudensi menyatakan, untuk menetapkan suatu perkara tindak pidana korupsi harus dibuktikan dulu kerugian negaranya," bebernya Leo. Menurut Leo, saat ini kerugian keuangan negara yang dituduhkan baru hasil ekspos, bukan hasil penghitungan dari BPKP. “Apakah pendapat orang dapat mengalahkan undang-undang, gitu?" imbuhnya. Lebih lanjut, penasehat hukum akan membuktikan di persidangan bahwa tidak ada kerugian negara. Dalam kesaksian persidangan sebelumnya, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Emanuel Ahmad mengatakan, tim penyidik telah membuktikan adanya dua alat bukti, sebagai dasar penetapan tersangka. “Yang termasuk alat bukti itu apa? transaksi, keterangan ahli. Nah, kami sudah dapatkan, kami dalam penyidikan telah memeriksa kurang lebih 13 orang. Dari hasil pemeriksaan itu, kami menyimpulkan bahwa ada perbuatan tersangka dan ada kerugian negara, makanya kami jadikan tersangka,” jelas Emanuel Ahmad. Ia membantah penetapan tersebut tidak sah karena seakan-akan mendadak. Dalam hal ini Emanuel menjelaskan, pihaknya tidak zalim terhadap orang.  Penetapan itu berdasarkan saksi-saksi dan surat-surat, antara lain akta pendirian perusahaan. “Kami telah menggeledah berapa kantor, di Jakarta itu sudah bersih dan rapi. Nah ini ada indikasi kuat bahwa ada upaya menghilangkan barang bukti. Makanya kami melakukan penahanan,” jelas Emanuel. Soal SPDP yang disinggung pihak pemohon, Emanuel membeberkan SPDP itu sebenarnya perintah Mahkamah Konstitusi setelah penyidik melakukan penyidikan. “Jadi satu minggu setelah melakukan penyidikan, penyidik mengeluarkan SPDP, tetapi di kejaksaan dan kepolisian itu sama ada namanya Sprindik umum. Sprindik itu artinya surat perintah penyidikan yang belum ditemukan tersangka,” ungkapnya. “Karena penyidikan itu adalah kegiatan penyidik mencari alat bukti dan menemukan tersangka, makanya kami tidak menunjukkan tersangka. Nah setelah kami periksa saksi, baru menetapkan tersangka,” sambungnya. Saksi lain, Andi Helmi Adam menambahkan, selain dua alat bukti yang sudah lengkap. Juga ada indikasi kerugian negara, serta adanya ekspose yang hasilnya menyepakati  ada penyimpangan lewat audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada Februari.

JEJAK KASUS

Kejaksaan Tinggi Kaltim menetapkan Iwan Ratman sebagai tersangka pada Kamis (18/2/2021) lalu. Penegak hukum menuduh bekas Direktur Utama Perusda PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM)  merugikan keuangan negara sebesar Rp 50 miliar. Iwan Ratman diduga melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Tangki Timbun dan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM). Korps Adhyaksa langsung menahan tersangka, sesaat setelah statusnya dinaikkan dari saksi. Berdasarkan keterangan kejaksaan, uang Rp 50 miliar dari dividen Pertamina Hulu Mahakam (PHM) itu seharusnya digunakan untuk membangun tangki timbun dan Terminal BBM di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun proyek dengan masa pembangunan 2018 – 2020 urung terlaksana hingga saat ini. Alias fiktif. Bekas kandidat yang disorong sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu diduga mengalirkan uang Perusda ke perusahaan pribadinya, PT Petro T & C International. Perusahaan itu bergerak di bidang perdagangan hingga kilang minyak.

GUGAT BUPATI

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, Iwan Ratman pernah mendaftarkan gugatan kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara di Pengadilan Negeri Tenggarong, Iwan mendaftarkan gugatan “perbuatan pidana melawan hukum” terhadap 6 tergugat. Mereka adalah Pemkab Kukar cq, Bupati Kukar,  Perusahaan Daerah Tunggang Parangan (Perusda TP), Perusahaan Daerah Kelistrikan dan Sumber Daya Energi (Perusda KSDE), Ir. Muhammad Taufik, Andi Waisal Karni, dan Arieffudin. Perkara dengan nomor 2/Pdt.G/2021/PN Trg teregistrasi pada  12 Jan 2021. Gugatan itu dilayangkan terkait penghentian Iwan Ratman sebagai Direktur PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM). Dalam petitumnya, Iwan meminta hakim menghukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat membayar secara tanggung renteng kerugian materil sebesar Rp 200 juta dan kerugian immateril sejumlah Rp 10 miliar. Tak sampai di situ,  Penggugat juga menuntut pemasangan iklan permohonan maaf pada 3 Surat Kabar Nasional dan Lokal selama 3 hari berturut-turut dengan ukuran 25 x25 milimeter kolom dan berwarna. Sampai saat ini sidang gugatan itu masih berlangsung. (bdp/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait