Setahun Corona di Kaltim, Bangkit Melawan COVID
Kamis 18-03-2021,11:24 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Hari ini setahun yang lalu, Gubernur Isran Noor, secara resmi mengumumkan kasus corona pertama di Kalimantan Timur. Tiga orang dinyatakan suspek. Salah satunya, Muhammad Wahib Herlambang. Bagaimana kondisinya saat ini?
nomorsatukaltim.com - NAMA Muhammad Wahib Herlambang menjadi perbincangan warga Bumi Etam setelah mengunggah video perawatannya di ruang isolasi Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo. Keberanian bapak enam anak mengunggah identitas dirinya, mendapat simpati luas masyarakat.
Ketika Coronavirus Disease 19 terdeteksi di Indonesia, membuka identitas pasien penuh risiko. Bahkan sampai muncul wacana pemidanaan bagi pihak yang sengaja mengungkap nama dan alamatnya.
Di sisi lain, dalam keadaan penyebaran wabah, identitas pasien wajib diungkap untuk memudahkan pelacakan. Sekaligus mengingatkan masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan ketika berinteraksi dengan suspek.
Karena itulah, ketika identitas Wahib terungkap, sejumlah masyarakat ‘resah’. Warga tak berani melintas di depan kompleks perumahan di Jalan Syarifuddin Yoes, Balikpapan Selatan.
Namun besarnya dukungan yang mengalir dari pengguna media sosial, membalikkan persepsi masyarakat. Kepedulian juga ditunjukkan para tetangga.
Setahun berlalu, kehidupan warga Perumahan Sepinggan Pratama, Balikpapan ini berubah. Setelah sembuh dari virus asal Wuhan, Tiongkok itu, Wahib rutin donor plasma konvalesen.
Darahnya seringkali dipakai untuk menyelamatkan pasien kritis. Ketika dihubungi Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, baru-baru ini, Wahib sudah empat kali mendonorkan darahnya.
“Saya juga masih berkomunikasi dengan dokter RSKD atau dari Dinas Kesehatan Balikpapan yang menangani pasien COVID-19,” katanya melalui sambungan telepon.
Wahib bersyukur, meski sebagai seorang yang pernah terinfeksi virus ini. Ia merasa tubuhnya kini jauh lebih sehat. Tak ada keluhan berarti pasca ia dinyatakan sembuh dari infeksi COVID-19, setahun yang lalu.
"Alhamdulillah tidak ada keluhan lagi. Tidak sakit. Sempat sih batuk sebentar saja, lalu sembuh. Tidak sampai berlarut-larut," kisahnya (16/3/2021).
Ia mengakui, tak semua penyintas COVID-19 seberuntung dirinya. Ada beberapa penyintas COVID-19 yang lain. Memiliki beberapa keluhan, di antaranya seperti mudah lelah dan hidung berlendir.
Sementara, Wahib tak merasakan keluhan itu. Ia merasa tubuhnya sudah kembali sehat seperti sediakala. Sama seperti sebelum terjangkit COVID-19. Ia pun kini kembali bekerja, mengurus usaha rotinya dan menjalani aktivitas secara normal. Bahkan sempat bepergian ke luar kota.
Wahib juga rutin melakukan donor darah plasma konvalesen di rumah sakit. Untuk diberikan kepada pasien COVID-19 yang sedang menjalani perawatan.
"Dari penjelasan dokter, sepanjang masih ada antibodi penyintas COVID di dalam aliran darah dan memenuhi standar donor plasma. Maka, bisa beberapa kali plasma diambil untuk pasien COVID yang kritis," jelas Wahib.
Menurut Kepala Unit Transfusi Darah RSKD, dr Tika Adilistya SpPK, plasma konvalesen dipakai untuk menangani pasien dengan gejala sedang, hingga berat.
Menurut lulusan University of Groningen, Belanda ini, plasma darah pasien yang sudah sembuh ditransfusikan ke pasien yang masih menjalani perawatan COVID-19.
Metode ini pertama kali digunakan untuk penanganan wabah flu burung. Virus SARS generasi pertama. Lalu pengembangannya dilanjutkan untuk virus corona generasi kedua ini: SARS-CoV-2. Proses transfer plasma darah membantu merangsang antibodi bekerja lebih cepat melawan virus.
Kembali ke Wahib, selain menjadi donor plasma, ia juga mengkoordinir sejumlah pasien yang sembuh untuk membantu apabila diperlukan.
"Ada beberapa pasien yang sembuh seangkatan saya,” katanya. Ketika ada permintaan dari dokter, ia akan meminta mereka mendonorkan.
Berdasarkan pengalamannya, ada beberapa pasien sembuh yang masih trauma selama menjalani isolasi, sehingga belum bersedia memberikan plasma darahnya. Sementara bagi yang bersedia, akan mengikuti sejumlah tes.
“Kalau memenuhi syarat, baru bisa donor,” ujarnya.
Tak sedikit pula teman-temannya menghubungi untuk meminta plasma darah. Kalau tak bisa memberikan darahnya, Wahib menghubungkan dengan para penyintas lain.
"Seperti donor darah biasa, donor plasma juga harus memenuhi syarat. Seperti waktu donor yang tidak boleh dekat. Karena itu kadang saya bantu carikan pendonor," ucapnya.
Di tengah kesibukannya berbisnis roti, Wahib juga kerap kali menerima undangan forum diskusi COVID-19. Baik secara daring maupun tatap muka. Dalam setiap kesempatan, ia diminta membagi pengalaman melawan corona.
Dari kegiatan barunya itu, Wahib menjalin persaudaraan antar-‘alumni’ pasien COVID-19. Dalam berbagai kesempatan, ia mengingatkan pentingnya protokol kesehatan. “Ke manapun, saat di luar rumah, jangan lepas masker,” pesannya.
REAKTIF TES ANTIBODI, NEGATIF PCR
Sebagai alumni pasien corona, Wahib mengaku tak memiliki gangguan kesehatan serius setahun terakhir. Meski begitu, terkadang masih mengalami gejala flu, yang sembuh dengan sendirinya.
“Tidak sampai gejala berat. Bisa sembuh sendiri, dalam satu dua hari,” ujarnya. Ia tak cemas dengan kondisi itu. Yang membuat Wahib terganggu justru soal hasil tes.
Ketika melakukan rapid test antibodi. “Hasilnya selalu reaktif,” imbuh dia lagi. Berulang kali, ia melakukan tes antibodi untuk meyakinkan hasilnya. Namun sebanyak ia tes, sebanyak itu pula hasilnya reaktif.
Anehnya, ketika dilakukan swab PCR, justru diperoleh hasil negatif. Secara akurasi, swab PCR merupakan golden standard tes yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kondisi itu, menurut Wahib, menjadi kendala ketika bepergian ke luar kota. Karena pemeriksaan PCR harganya jauh lebih mahal.
Soal perbedaan itu, dokter yang menanganinya mengatakan sebagai kasus yang mungkin terjadi.
“Kata dokter, reaktif antibodi ada kaitannya dengan kasus yang pernah saya alami. Tapi itu tidak apa-apa," kata dia.
Terkait penanganan COVID-19, Wahib menilai pemerintah daerah sudah optimal dalam melakukan testing, tracing, dan treatment. Terbaru, dengan penetapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro hingga ke lingkungan RT.
Hanya saja, laju penyebaran kasus memang tidak bisa dibendung. Mengingat wabah ini, sudah menjadi transmisi lokal sehingga rentan tertular kepada siapa saja. Salah satu upaya yang paling mungkin dilakukan adalah penerapan protokol kesehatan secara disiplin kepada masing-masing individu.
"Kembali ke kita sendiri. Prokesnya harus ketat. Karena kita ini kadang juga lalai. Kalau sudah di rumah bersama keluarga, tidak prokes. Padahal, di situ juga rentan," ungkapnya.
Terakhir ia berharap, vaksin yang sudah diproduksi dapat segera didistribusikan kepada masyarakat. Dan proses vaksinasi COVID-19 bisa segera selesai. Agar Indonesia mencapai herd immunity yang mampu bertahan melawan virus.
Nama Wahib Herlambang tercatat dengan kode Pasien 02 di Kalimantan Timur. Ia dikenal karena videonya yang dibuat pada pertengahan Maret 2020 viral di media sosial. Saat itu, ia merekam aktivitasnya selama menjalani isolasi. Mulai dari olah raga rutin, sampai pesan-pesan yang direkam sendiri.
Ia terpapar setelah kontak erat dengan rekannya di Samarinda yang dinyatakan positif sehari sebelumnya. Rekan Wahib di Samarinda diumumkan langsung Gubernur Kaltim, Rabu (18/3/2021) malam.
Ia terpapar setelah mengikuti acara seminar di Bogor, Jawa Barat, sebulan sebelum positif. Setelah menjalani masa karantina selama 23 hari di RSKD, ia dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang ke rumah. (krv/yos)
Tags :
Kategori :