Aktivis Lingkungan Kaltim Tolak Penghapusan FABA dari Limbah B3

Kamis 18-03-2021,10:51 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Sejumlah aktivis lingkungan dan mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (17/3/2021). Mereka menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang menghapus limbah batu bara hasil pembakaran, yaitu Fly Ash and Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).

Aturan yang disahkan Presiden Joko Widodo pada 12 Maret 2021 itu, dinilai mengabaikan keselamatan warga. Juru bicara aksi, Buyung Marajo mengatakan penetapan aturan itu, tidak terlepas dari desakan simultan sejak pertengahan tahun 2020 oleh Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Termasuk Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan 16 asosiasi industri lainnya. Yang meminta FABA dikeluarkan dari daftar limbah B3. "Keputusan yang berpihak pada industri energi kotor batu bara ini adalah kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, dan masa depan transisi energi bersih terbarukan nasional," jelas Buyung Marajo. Koordinator Forum Himpunan Kelompok Kerja 30 (FH Pokja 30) ini juga menyebut, paket kebijakan itu, secara sistematis dirancang untuk memberikan keistimewaan bagi industri energi kotor batu bara mulai dari hulu hingga ke hilir. Yang berusaha membajak rencana undang-undang energi baru terbarukan. Bertujuan, agar industri energi kotor batu bara dapat terus mengeruk untung berganda. Dari data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, ada 734 Izin Usaha Pertambangan (IUP) pasca UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah yang mengatur izin pertambangan batu bara. Saat ini, kewenangan dalam pemberian izin tersebut. Beralih ke tangan pemerintah pusat dengan terbitnya UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020. Ditambah lagi, ada sekitar 186 izin usaha perkebunan yang dikelola oleh 146 perusahaan perkebunan sawit pada areal seluas 2,6 juta hektar. Dua industri tersebut mengeluarkan limbah B3 yang mengancam keselamatan alam dan lingkungan. "Ini artinya, bagaimana beban berat dari kerusakan lingkungan yang ditanggung oleh Kaltim. Sudah terjadi secara mengerikan dan pemerintah dari pusat sampai ke daerah pun tak berdaya. Terutama ada industri ekstraktif yang serakah akan lahan ini melakukan pelanggaran," tudingnya. Ia menyebut contoh kasus PT Indominco. perusahaan ini sudah divonis bersalah karena pengelolaan buruk FABA. Namun, di lapangan tidak terjadi pemulihan dan nilai denda yang sangat kecil. Sehingga tidak membuat jera. Studi mengenai pencemaran lingkungan akibat FABA maupun dampak kesehatannya masih sangat terbatas. Informasi hasil pengujian air tanah tidak tersedia untuk diakses publik, sekalipun disyaratkan dalam pengelolaan limbah B3. Sementara, kegiatan berizin yang bertahun-tahun dianggap taat pun belum tentu benar. Seringnya, inspeksi serius dilakukan setelah keresahan masyarakat kian merebak, atau jika ada pengaduan masyarakat. Jika pun sanksi dijatuhkan, tidak selalu menjamin masyarakat terbebas dari pelanggaran berulang. Demonstrasi diwarnai dengan aksi teatrikal dengan penyiraman lumpur dan batu bara yang dituang ke tubuh demonstran. Lumpur dan batu bara itu sebagai simbol limbah B3 yang berbahaya bagi masyarakat sekitar. Tampak beberapa demonstran juga mengenakan baju hazmat. Sebagai sindiran, bahwa penetapan penghapusan FABA dari kategori B3 dilakukan saat pandemi COVID-19. Yang seharusnya menjadi momen keselamatan dan pemulihan kesehatan masyarakat. Namun yang terjadi, justru sebaliknya. Massa aksi berasal dari aktivis lingkungan dan beberapa organisasi mahasiswa. Di antaranya adalah Jatam Kaltim, Walhi Kaltim, Pokja 30, LBH Samarinda, GMNI, Planktos Unmul, FNKSDA Kaltim, dan Perkumpulan Nurani Perempuan. (Krv/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait