Zero Tolerance di Balikpapan Tuai Protes, Warga Menanti Solusi

Kamis 18-03-2021,07:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Penerapan zona zero tolerance berpolemik. Jalur yang digadang-gadang bebas dari parkir kendaraan tak semulus yang dikira. Warga yang bermukim di kawasan Jalan Jenderal Sudirman itu menyampaikan keberatannya.

nomorsatukaltim.com - Penerapan aturan zero tolerance itu mengacu pada Pasal 43 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan (LLAJ). Kasatlantas Polresta Balikpapan, Kompol Irawan Setyono menegaskan, dalam aturan tersebut dilarang parkir on street di jalan nasional. Sementara, status Jalan Jenderal Sudirman, tepatnya dari simpang Beruang Madu sampai Lapangan Merdeka adalah jalan nasional. Imbas penerapan ini, masyarakat yang melintas jalan tersebut wajib mengikuti aturan tertib berlalu lintas. Seperti dilarang parkir di badan jalan, penggunaan helm serta sabuk pengaman, dilarang melawan arus, memerhatikan batas kecepatan, dan kelengkapan kendaraan. Namun sebelum diterapkan penuh, kepolisian membaginya ke dalam tiga tahapan. Tahapan pertama, adalah sosialisasi yang berlangsung sejak awal Maret. Masa sosialisasi ini adalah dua pekan. Dilanjutkan dengan tahap kedua, yakni peneguran di dua pekan setelahnya. Peneguran dilakukan, salah satunya dengan menempel stiker di kendaraan yang masih melanggar. Sementara tahap ketiga, yakni penerapan penuh zero tolerance akan dilakukan pada awal April. Sanksi represif pun akan dilakukan di tahap ini, seperti menderek kendaraan yang melanggar ke Mapolresta Balikpapan. Permasalahan mulai timbul saat tahapan zero tolerance memasuki tahap kedua; peneguran. Warga dari dua RT di Klandasan Ilir, RT 5 dan 6 melakukan protes terhadap aturan ini. Mereka menganggap, zero tolerance merugikan warga yang bermukim tepat di pinggir jalan nasional itu. “Program yang merugikan warga kami. Kami tidak pernah dihubungi sama Kasatlantas. Kami tidak pernah terima surat resmi. Yang kami tahu dia tempel-tempel aja. Kami loh perangkat pemerintah resmi, paling tidak kami diajak diskusi di kantornya,” ujar Ketua RT 6, Lukman, Selasa (16/3/2021) lalu. Hal senada juga disampaikan Ketua RT 5 Hartono. Ia bahkan sempat mendatangi petugas saat memasang stiker di kendaraan yang melanggar rambu parkir. Hartono mengaku, seharusnya jika ingin menerapkan program tersebut, warga sekitar dilibatkan dan tidak sepihak. “Kami tidak ada undangan sama sekali, hanya menempel-menempel saja. Kami menolak, karena tanah di depan ini tanah kami. Di jalan itu tanah kami yang kami ikhlaskan untuk jalan. Jangan seenaknya gitu,” tegas Hartono. Wujud protes pada Selasa (16/3/2021) itu akhirnya direalisasikan. Warga dari dua RT tersebut menggeruduk Mapolresta Balikpapan, Rabu (17/3/2021). Mereka menemui Kapolresta Balikpapan dan Kasatlantas Polresta Balikpapan, untuk menyampaikan penolakan secara resmi terkait penerapan zero tolerance ini. Pertemuan yang berlangsung di ruang rupatama sekitar pukul 10.00 Wita dipimpin langsung Kapolresta Balikpapan Kombes Pol Turmudi. Dihadiri Kasatlantas Polresta Balikpapan, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Balikpapan, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Klandasan Ilir, Ketua RT 5 dan RT 6, serta beberapa warga lainnya. Dalam pertemuan ini, warga hanya menyampaikan aspirasi keberatan atas adanya zona zero tolerance tersebut. Ketua LPM Klandasan Ilir, Budi Rahmani menyampaikan, adanya penerapan program tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru. Ia mencontohkan adanya pergeseran kendaraan yang masuk ke gang-gang di kawasan tersebut. "Keluhan terbaru warga, keberadaan mobil taksi pindah ke samping BPJS. Ini masalah baru lagi, di situ timbul kemacetan baru," ujarnya. Selain itu, ekonomi warga di sekitar Jalan Jenderal Sudirman yang dilarang parkir akan surut. Sebab akan menimbulkan efek keengganan pembeli, lantaran jauhnya lokasi parkir dari rumah makan yang ada. "Dilarang parkir, maka ruko di Miki akan sepi pembeli. Bukan Mikinya, tapi unsur yang menyuplai makanan (pelaku usaha) yang masukkan jualan di Miki. Saya belum lahir mereka sudah berusaha, bekerja, dan beraktivitas turun-temurun. Dengan adanya pemberlakukan ini mereka terusik," jelasnya. Sementara itu, Ketua RT 6 Kelurahan Klandasan Ilir, Lukman Hendra mengatakan, penolakan yang terjadi oleh warganya, lantaran sampai saat ini tidak pernah diberikan sosialisasi soal zona zero tolerance. "Jadi saya enggak ngerti sama sekali. Video yang dilihatkan itu saya enggak tahu. Kami tidak pernah diajak pertemuan seperti ini," ujarnya. Lanjut Lukman, ia menyampaikan juga terkait status jalan tersebut yang dipangkas oleh pemerintah yang digunakan untuk jalan saat ini. "Duluan kami tinggal di sana, itu tanah kami diambil 9 meter dan kami berkorban. Kenapa kami berkorban buat warga banyak, tapi buat parkir saja enggak boleh sekarang," jelasnya. Dari pertemuan ini, ia bersama perwakilan warga lainnya berharap ada solusi bagi masyarakat dari pihak kepolisian, sebelum menerapkan aturan tersebut. "Tolong dipertimbangkan lagi program ini. Sebelum ada jalan tengah, jangan diterapkan dulu," tambahnya. Sementara itu Kapolresta Balikpapan, Kombes Pol Turmudi menyatakan, seluruh keluhan masyarakat akan ditampung lebih dulu sambil dicarikan jalan tengah dan solusinya. Baik bagi program zona zero tolerance, juga bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi RT 5 dan RT 6. "Baik kami akan coba carikan win-win solution-nya dulu. Apa yang telah bapak ibu sampaikan akan kami carikan solusinya," ujarnya. Terpisah, Kasatlantas Polresta Balikpapan, Kompol Irawan Setyono mengatakan jika warga di RT 5 dan RT 6 bisa mendapatkan akses parkir gratis di dalam mal Plaza Balikpapan. Sehingga warga bisa menaruh kendaraannya di dalam kawasan mal tersebut. "Mereka (warga RT 5 dan 6) bisa menaruh di dalam mal Plaza Balikpapan, karena kita sudah koordinasi dengan mereka," jelasnya. Lanjut Irawan, terkait permintaan warga yang menghentikan dulu kegiatan peneguran terhadap zona zero tolerance, ia akan melakukan penghentian pemasangan stiker di kendaraan. Namun untuk kegiatan sosialisasinya akan tetap terus dilakukan jajarannya. "Yang penempelan stiker kita skip dulu, tapi kita akan lanjutkan sosialisasinya menggunakan pengeras suara dan imbauan-imbauan aja," tambahnya.

TIDAK ADA HAK

Klaim warga soal hak atas tanah di Jalan Jenderal Sudirman diungkit oleh warga. Salah satunya oleh Ketua RT 5, Hartono. Ia mengatakan, di 1980 lalu saat Wali Kota Balikpapan masih dijabat Syarifudin Yoes, tanah warga sepanjang 9 meter diambil dan digunakan untuk jalan besar saat ini. "Dulu itu tanah bapak kami yang sekarang itu jadi jalan. Batas 9 meter itu sampai yang di tengah itu," ujarnya. Bahkan saat diambilnya tanah warga sepanjang 9 meter tersebut, tidak mendapatkan ganti rugi dari pemerintah. Sehingga dengan dilarangnya warga sekitar untuk menaruh kendaraan, mereka merasa dirugikan. "Kita ini sudah tanah diambil tidak dibayar, masa naruh kendaraan juga dilarang," jelasnya. Ia meminta pemerintah atau kepolisian, dalam hal ini Satlantas Polresta Balikpapan dapat memberi toleransi kepada warga di RT 5 dan RT 6, agar dapat tetap menaruh kendaraannya di depan ruko mereka. "Tolonglah kami ini. Ada sedikit toleransi kepada kami yang sudah mengikhlaskan tanah diambil tidak dibayar, untuk menaruh kendaraan kami sendiri ini," tambahnya. Hal ini pun diamini oleh Vonny. Ia salah satu warga sekitar yang sudah 45 tahun tinggal di kawasan Jalan Jenderal Sudirman. Vonny mengaku, saat itu memang tanah warga di dua RT ini dipangkas oleh pemerintah dan digunakan sebagai jalan utama Balikpapan. "Kami senang adanya kemajuan bagi Kota Balikpapan ini. Saya pribadi juga sebetulnya setuju dengan program ini. Tapi tolong kami diberi solusinya. Apa kompensasi bagi kami warga ini," ujarnya. Sementara itu, Staf Pelaksana Teknis Bidang Preservasi Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Kaltim, Muslich menjelaskan, berdasarkan data-data yang dipegangnya, seluruh jalan negara yang ada di Balikpapan semuanya sudah berstatus sertifikat negara. Bahkan ia menjamin, sejauh ini sudah tidak ada lagi hak-hak warga yang harus dipenuhi oleh pemerintah, dalam hal ini ganti rugi atau proses tukar guling. "Kami bisa pastikan semua yang ada sudah milik negara. Berkasnya ada di kami semua," ujarnya. Disinggung berapa banyak dan panjang jalan negara di Balikpapan yang sudah milik negara dan bebas dari hak warga, Muchlis tidak dapat menjabarkannya secara rinci. Namun, ia bisa menjelaskan khusus di Jalan Jenderal Sudirman saja. "Kalau rincinya saya harus buka data lagi ya. Tapi khusus yang hari ini itu Jalan Jenderal Sudirman sepanjang 5,3 kilometer, bisa kami pastikan milik negara dan tidak ada lagi sangkut pautnya dengan warga sejak tahun 1983," jelasnya. Lanjut Muchlis, data yang dimiliki oleh warga atas diambilnya tanah mereka sepanjang 9 meter, berdasarkan riwayat BBPJN sudah dilakukan pembebasan. (bom/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait