Kabupaten Samarinda Seberang: Antara Harapan Rakyat dan Modal Politik

Senin 15-03-2021,12:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Wacana pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah Samarinda Seberang kembali digelorakan. Desas-desus pemekaran wilayah di Ibu Kota Provinsi Kaltim itu memang selalu muncul tatkala pesta demokrasi. Seperti biasanya, wacana itu bakal kembali tenggelam. Bersamaan dengan janji-janji dari para politisi. Layakkah Samarinda Seberang menjadi daerah baru? Bagaimana awal mulai tuntutan pemekaran?

Arditya Abdul Aziz, Pewarta nomorsatukaltim.com - ISU pemekaran wilayah Samarinda Seberang kembali menghangat. Sejumlah tokoh masyarakat kembali meminta dukungan legislatif, untuk meloloskan keinginan ‘pisah ranjang’ dari Ibu Kota Provinsi. Berbicara tentang pemekaran Samarinda, tak bisa lepas dari sosok Rusdiansyah Rais. Bekas aktivis ini sudah bersuara sejak 1999. Tepat setahun setelah reformasi meletup di Jakarta. Bersamaan dengan lahirnya UU Otonomi Daerah. Menurut Rusdiansyah Rais, kembali hangatnya isu pemekaran wilayah memang strategis. Apalagi bersamaan dengan hajatan Pilkada. Isu ini, menurut Rais, kerap dipakai sebagai alat politisi yang sedang mendulang suara. Baca juga: Gerakan Pejuang DOB Samarinda Seberang Tagih Janji Wali Kota Baru "Mereka-mereka (Politisi) akhirnya menjadikan itu sebagai modal politik. Sebuah isu strategis, untuk mengambil perhatian masyarakat di Samarinda Seberang. Itulah yang kami simpulkan. Karena ketika mereka menjadi anggota dewan, tidak akan ada lagi yang berani membahas sedikit pun tentang Daerah Otonomi Baru," ungkap Koordinator Gerakan Rakyat Bersatu Pejuang DOB Kabupaten Samarinda Seberang itu. Bahkan dalam perjuangan menggolkan pemekaran pun, terjadi saling tikung. Terbukti kelompok ini pecah. Jaffar Abdul Gaffar, pendukung otonomi lainnya, menyatakan diri sebagai Ketua Forum Presidium DOB Samarida Seberang. Untuk mengetahui latar belakang tuntutan Daerah Otonomi Baru (DOB), Sabtu 6 Maret 2021 lalu, saya menemui Rais di kedai kopi di Jalan M Yamin, Kecamatan Samarinda Ulu. Sebelum memulai pembicaraan, pria 46 tahun itu menyampaikan bahwa DOB Kabupaten Samarinda Seberang adalah “harga mati”. Berikut penuturan Rais selengkapnya: Latar belakang saya adalah aktivis di dunia pendidikan dan juga penggiat sosial. Saya juga aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan. Untuk pekerjaan, saat ini saya menjabat sebagai kepala logistik, di sebuah perusahaan yang sedang terfokus dalam pembangunan bendungan di Sepaku, Penajam Paser Utara. Selain itu, sewaktu saya masih mahasiswa, saya aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). Saat ini saya diberi amanah oleh kawan-kawan, untuk menjadi Koordinator Gerakan Rakyat Bersatu Pejuang DOB Kabupaten Samarinda Seberang. Gerakan ini tergabung dari berbagai organisasi. Mulai dari organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Totalnya lebih dari empat puluh organisasi yang turut terlibat, secara masif dan aktif, selalu memberikan daya dukungan didalam Gerakan ini. Kelompok ini hadir dan terus eksis hingga saat ini. Dengan sangat lantang meneriakkan, demi terbentuknya DOB Kabupaten Samarinda Seberang. Tentu gerakan ini memiliki sejarah panjang. Wacana pemekaran daerah baru di Ibu Kota Kaltim ini, berangkat dari keresahan Masyarakat Samarinda Seberang. Kami merasa kurang puas. Akibat dari ketidakadilan pembangunan yang tak merata. Sedangan kami masyarakat di kawasan Samarinda Seberang, adalah bagian dari Kota Samarinda Sudah cukup lama kawasan kami ini seperti dianaktirikan. Kami selama ini hanya menjadi penonton, dari maraknya Pembangunan berbagai lini. Yang dimana hanya dirasakan di Kawasan Samarinda Kota saja Mungkin lebih baik, sebelum saya melanjutkan cerita ini, dan agar pesan yang saya sampaikan lebih mudah untuk dicerna para pembaca. Saya akan sedikit membedakan, apa yang saya maksud Samarinda Seberang dan apa itu Samarinda Kota. Baca juga: Otak-atik DOB Samarinda Seberang; Pernah Dilobi, Namun Enggan Dilepas Bupati Kota Samarinda ini dibelah oleh Sungai Mahakam. Sehingga membuatnya menjadi dua Kawasan. Yang saya sebut sebagai Samarinda Kota itu, adalah kawasan yang menjadi sebuah pusat pemerintahan. Di kawasan ini terdapat Kantor Gubernur Kaltim dan Balai Kota Samarinda. Saya menyebutnya Kawasan Samarinda Kota. Daerah ini terdiri dari tujuh Kecamatan. Sementara Kawasan Samarinda Seberang itu, terdiri dari tiga kecamatan. Yaitu Kecamatan Samarinda Seberang, Kecamatan Palaran dan Loa Janan Ilir. Mungkin agar tidak membingungkan, lebih baik saya persingkat saja sebutan untuk di kawasan tempat tinggal saya ini. Mungkin lebih baik menyebutnya hanya dengan 'Seberang' saja. Sejarah munculnya pergerakan ini dari lahirnya era reformasi, yang dimulai pada tahun 1998. Runtuhnya orde baru itu disambut suka cita hampir di seluruh penjuru negeri. Tahun 1999, begitu istimewa bagi kami untuk dikenang. Sebuah Undang-undang dilahirkan guna mengatur tentang otonomi daerah. Ini menjadi momentum bersejarah dan secercah harapan untuk hidup yang lebih sejahtera. Ditambah lagi, saat itu saya akhirnya resmi menjadi seorang Sarjana Ekonomi dari Universitas Muslim Indonesia di Makassar. Hal ini kami anggap sebagai celah atau lebih tepatnya peluang. Saya ini lahir dan tumbuh besar di Seberang. Mulai berusia anak-anak, hingga menjadi seorang sarjana. Saya melihat Seberang itu selalu tertinggal dalam hal pembangunan. Baik di bidang infrastruktur, sumber daya manusia, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Sehingga bertepatan dengan disahkannya UU Otonomi Daerah Tahun 1999, terbentuk lah sebuah forum yang diinisiasi oleh masyarakat Seberang. Dan forum diberi nama Forum Samarinda Seberang. Forum ini dipimpin oleh Almarhum Abdul Rahman Al-Hasani. Almarhum ini merupakan mantan legislator di DPRD Kaltim. Kala itu, beliau melemparkan sebuah wacana, bagaimana jadinya kalau Seberang sebaiknya 'merdeka' dari Kota Samarinda. Wacana yang dicetuskan beliau itu, langsung disambut oleh kawan-kawan di dalam forum tersebut. Kenapa begitu disambut dengan suka cita. Karena kawan-kawan di dalam forum saat itu, juga ingin merasakan pembangunan di Seberang. Sama halnya dengan apa yang telah dirasakan, oleh masyarakat di Samarinda Kota. Kala itu, berbagai ragam pembangunan mulai menggeliat. Namun hanya khusus di Kawasan Samarinda Kota saja. Demi Samarinda yang ingin mengubah diri sebagai Kota Metropolitan. Kami terus tertinggal, meskipun telah berteriak ingin merasakan pembangunan. Berangkat dari keresahan dan kekecewaan. Atas apa yang kami alami saat itu. Akhirnya, kami yang muda-muda kala itu mulai melakukan pergerakan. Kami ingin, wacana Seberang untuk 'merdeka' dari Kota Samarinda. Bukan hanya menjadi sebatas mimpi tidur di siang bolong. Pergerakan ini kemudian dijalankan. Diawali dengan membangun komunikasi dan opini ke berbagai momentum. Kita jadikan wacana kita itu menjadi pembahasan, baik di dalam rangka Musyawarah Desa, Musyawarah Kelurahan, Musrenbang Kecamatan dan lain-lain. Kami turun aksi kejalanan hingga membuat petisi untuk masyarakat. Kami juga bertemu dengan para tokoh lain yang ada di Seberang. Selain itu mendatangi sejumlah Akademisi untuk bisa membuat kajian soal cita-cita kita ini. Kami bahkan selalu kritis, dan terus menyampaikan. Bahwa wacana yang kami buat ini begitu strategis. Hal itu kami sampaikan, apabila sedang menghadapi segala persoalan yang kerap terjadi di Kecamatan Samarinda Seberang, Palaran dan Loa Janan Ilir. Pergerakan ini terus kami gelorakan disepanjang 2003 hingga 2010. Selama tujuh tahun itu, kami tak pernah lelah hanya demi membangun komunikasi opini pemekaran wilayah baru di Samarinda. Hingga akhirnya, wacana kami pun bisa diterima oleh masyarakat Seberang. Itu terbukti, tatkala wacana ini akhirnya ikut disuarakan oleh masyarakat Seberang. Baca juga: Kajian Akademik DOB Samarinda Seberang Ditarget 3 Bulan Wacana DOB Kabupaten Samarinda Seberang, selalu jadi bahan diskusi di warung kopi. Bahkan berulangkali disampaikan oleh masyarakat Seberang dalam pertemuan. Yang dihadiri oleh tokoh anggota dewan, tokoh masyarakat, hingga ragam pejabat tinggi di daerah Provinsi Kaltim ini. Hasil dari bergerilya kami ini terus berlanjut. Hingga tepatnya pada satu dasawarsa yang lalu, kami kembali membuat forum di Rumah Ulin, Kecamatan Samarinda Seberang. Forum ini diisi oleh rekan-rekan dari ragam unsur organisasi. Singkatnya kami bersepakat, untuk bersatu dan secara terang-terangan membentuk kelompok Gerakan Rakyat Bersatu Pejuang DOB Kabupaten Samarinda Seberang. Wacana ini layaknya panah yang kami lepaskan dari busur. Kami tak akan pernah berhenti sampai target yang kita inginkan tercapai. Di tahun 2010 lalu, wacana ini akhirnya sampai ke pewarta. Dan mulai diumumkan dalam bentuk berita di berbagai platform media. Kami selalu bersyukur, ketika ketidakadilan yang kami rasakan selama ini akhirnya ramai ikut diperbincangkan hingga seperti itu. Berkat media, isu ini tidak lagi hanya bahan konsumsi masyarakat di Seberang saja. Tetapi sudah terdengar di seluruh penjuru Kota Samarinda. Di tahun 2015, isu ini bukan hanya dianggap strategis bagi masyarakat. Namun juga bagi para politisi. Tapi sayangnya wacana ini hanya muncul sebagai alat mendulang suara saja. Kenapa saya katakan seperti itu, karena ini sebuah fakta yang kami lihat. Ketika menjabat sebagai pemimpin di daerah ini. Isu itu kembali redup seperti janji-janji mereka, yang katanya akan ikut memperjuangkan pemekaran wilayah. (bersambung/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait