Bacakan Pledoi, Ismunandar cs Ungkap Penyesalan

Rabu 10-03-2021,07:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Menyesal. Kata ini muncul beberapa kali dalam pembelaan Ismunandar. Mantan Bupati Kutai Timur yang terjerat rasuah, bersama istri dan pimpinan kepala dinas. Puluhan tahun membangun karier, mulai dari birokrat hingga politisi, kini hancur karena korupsi.

nomorsatukaltim.com - PEMBELAANNYA dibacakan saat sidang yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Senin (8/3/2021) petang. Ismunandar dihadirkan bersama sang istri, Encek UR Firgasih yang juga mantan Ketua DPRD Kutim. Serta Musyafa mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, Suriansyah mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutim, dan Aswandini Eka Tirta mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kutim. Ketukan palu Ketua Majelis Hakim, Joni Kondolele menandai sidang dimulai. Ia didampingi hakim anggota Lucius Sunarno dan Ukar Priyambodo. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengikuti via daring di Jakarta. Mantan Bupati Kutim itu mendapat kesempatan pertama membacakan pledoi. Dalam pembelaannya, Ismunandar mengaku bersalah atas tindak rasuahnya. Namun sebelum mengakui perbuatannya, ia menceritakan perjalanan kariernya sejak 1986. Di tahun tersebut, Ismunandar muda memulai karier sebagai pegawai honorer di Badan Perencanaan Daerah Kaltim. Ia baru diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada 1987. Kariernya sebagai PNS dimulai kala menjadi kepala seksi (Kasi) di Dinas PU Kaltim. Perlahan, kariernya terus menanjak. Sempat dipromosikan sebagai kepala bagian (Kabag) di Dinas PU Bontang, ia mendapat tawaran “pulang kampung”, menjadi Kepala Dinas PU Kutim di 2003. Puncak kariernya, usai menduduki jabatan tertinggi abdi negara Kutim, sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim. Ia lalu terpilih menjadi Bupati Kutim. “Saya sudah berkantor di Sekretariat Daerah hampir 12 tahun,” ujarnya. “Pengakuan dosa”-nya itu juga dibarengi ungkapan perbuatannya yang dinilai baik selama jadi abdi negara. Terlebih saat menjadi Bupati Kutim. Seperti penyediaan air bersih, listrik, infrastruktur jalan, sarana pendidikan, serta kesehatan. Dengan itu, Ismu berharap hukuman dari majelis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa. Ia turut bercerita, awal mula dirinya mulai terjerumus ke perangkap rasuah. Kala itu, Musyafa selaku Kepala Bapenda Kutim saat itu, menawarkan kepadanya bantuan jika membutuhkan dana. Selanjutnya Ismunandar menyetujui tawaran tersebut, tanpa mempertanyakan sumber dananya. "Saya menyadari pak hakim, inilah kesalahan saya yang paling besar karena tidak mempertanyakan sumber dana (yang ditawarkan Musyafa)," jelasnya. Dia pun melanjutkan membaca pembelaannya, selama penyidikan, dirinya mengaku sangat kooperatif dan mengakui dana-dana yang sudah diberikan ataupun transaksi yang berkaitan dengannya. "Itulah nota pembelaan saya, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan atas 30 tahun pengabdian saya kepada negeri, termasuk selama menjadi Bupati Kutim. Sekali lagi saya mohon keringanan hukuman," tandasnya. Selain mengakui segala perbuatannya dan menyampaikan permohonan keringanan hukuman, Ismunandar juga meminta kepada majelis hakim,agar tuntutan uang pengganti yang harus dibayarkan sebesar Rp 27 miliar diringankan. Serta tuntutan pencabutan hak politik selama lima tahun dibatalkan, lantaran ia menilai hukuman tersebut seperti yang dijatuhkan pada politisi-politisi nasional yang terjerat korupsi. Sedangkan dia adalah seorang birokrat murni yang diamanahi menjadi seorang Bupati. "Saya sangat memohon agar uang pengganti yang diwajibkan kepada saya disesuaikan. Seiring pencabutan hak politik untuk dipertimbangkan seadilnya-adilnya, tetapi saya menyerahkan semua itu ke majelis hakim," katanya. Ia juga memberikan pesan kepada kepala daerah lain untuk tidak melakukan korupsi. “Saya menyadari inilah kesalahan saya yang patut disesalkan. Namun sebagaimana bunyi pepatah, sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Ini merupakan pembelajaran bagi diri saya sendiri maupun sembilan rekan-rekan kepala daerah dapat mengambil pelajaran apa yang sudah saya alami. Sikap hati-hati dan teliti dalam menerima bantuan harus dilakukan, walaupun yang memberikan tersebut adalah orang yang sangat kita percaya,” pungkasnya. Setelah membaca pembelaannya, majelis hakim beralih ke mantan Ketua DPRD Kutim yang juga istri Ismunandar, Encek UR Firgasih. Dalam nota pembelaan yang dibacakan, Encek UR Firgasih tidak berbeda dari pembelaan sang suami, Ismunandar. Ia juga mengakui kesalahannya dan meminta keringanan atas tuntutan JPU KPK terhadap dirinya. Dalam pledoinya, Encek juga mengungkap sempat terpapar COVID-19. Tepatnya di 8 Januari hingga 29 Januari lalu. “Alhamdulillah, saya dinyatakan sembuh dari COVID-19 oleh dokter dan kembali mengikuti persidangan lanjutan,” ungkapnya. Anggota legislatif yang terpilih selama tiga periode ini juga menuturkan, pencapaiannya hingga menjadi Ketua DPRD Kutim adalah buah memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diamanahkan oleh warga Kutim. Beberapa bukti capaiannya pun turut dibeber. Seperti dalam bidang keagamaan, kesehatan, pendidikan, pertanian, kelautan, dan koperasi. Dalam pledoi ini pula, Encek turut melampirkan kesaksian dan pernyataan tokoh-tokoh maupun perwakilan masyarakat yang merasa terbantu dengan kerja Encek selama ini. “Mohon kiranya ada kesempatan, Yang Mulia, majelis hakim dapat membuka, melihat dan menyimak, agar dapat memberikan suatu pertimbangan-pertimbangan yang bijaksana dan seadil-adilnya,” tukasnya.

IKUTI MAU ATASAN

Usai Encek, kini giliran Musyafa yang memberikan pembelaan. Dia mengaku, perbuatan rasuah yang dilakukan atas permohonan sang mantan Bupati. Guna memenuhi kebutuhan Pilkada 2020. "Saya sebagai bawahan hanya mengikuti atasan saya. Istri juga mengingatkan saya untuk bekerja sesuai saja, yang lurus-lurus saja, saya mengakui yang saya perbuat adalah kesalahan besar," jelas Musyafa. Penjelasan pledoi dilanjutkan Musyafa, ketika dana yang diterima dari rekanan atau kontraktor sejak 2019-2020. Dana tersebut diakuinya, diberikan kepada Ismunandar dan dialihkan ke beberapa rekening miliknya. "Saya menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada masyarakat Kutim, keluarga, teman-teman saya. Saya berjanji kepada diri sendiri dan Allah SWT untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut. Ini pelajaran yang sangat berharga bagi saya," ungkapnya. Selain itu, pembelaan untuk meringankan tuntutan hukum padanya juga disampaikan pada majelis hakim. Musyafa meminta agar hukuman yang bakal dijatuhkan padanya sesuai. "Atas tuntutan dan denda yang didakwakan kepada saya. Saya sangat menghargai namun meminta hukuman seringan-ringannya dan seadil-adilnya, karena keluarga saya masih sangat membutuhkan saya. Saya mohon majelis hakim dapat mengembalikan yang menjadi hak saya, yang berarti dari hasil kerja saya yang saya simpan di beberapa rekening," ujarnya. Begitu juga Suriansyah alias Anto, saat majelis hakim beralih padanya untuk membacakan nota pembelaan. Terdakwa yang juga menjabat sebagai Kepala BPKAD Kutim ini, menyadari apa yang dilakukannya. Dengan terisak-isak, Suriansyah membaca pledoi di depan Majelis Hakim. Selama menjadi aparatur sipil negara (ASN), dia tidak pernah dikenakan sanksi disiplin. Pria yang sudah menjadi ASN di Kutim sejak 2000-2020, diketahui sebelumnya pernah bertugas di lingkup Pemkab Kukar. Dia dalam pembelaannya menyampaikan, bertugas menjalankan usulan organisasi perangkat daerah (OPD) yang dipertanggungjawabkan oleh Ismunandar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Uang yang mengalir padanya, diakui untuk biaya pengobatan sang istri. "Saya menerima uang tersebut dan saya serahkan kepada Ismunandar. Ada yang saya gunakan untuk operasi mata istri saya di Jakarta sebesar Rp 200 juta," ungkapnya sembari terisak. Suriansyah menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada masyarakat Kutim, keluarga, serta teman-temannya. Ia berjanji tidak mengulangi kesalahan tersebut, dan menjadikan perkara ini sebagai pelajaran hidup yang sangat berharga baginya. "Majelis hakim bisa mempertimbangkan hukuman saya, karena ada istri yang harus saya jaga. Karena mengalami kebutaan dan harus dituntun, serta anak yang masih bersekolah," sebutnya. "Atas dakwaan yang diberikan hukuman seringan-ringannya dan seadil-adilnya," imbuh Suriansyah. Di berkas terpisah dari keempat terdakwa lain, Aswandini Eka Tirta juga turut hadir dalam sidang virtual dan menyampaikan pledoi. Pria yang menjabat ASN di lingkup Kutim sebagai Kepala PU ini dijerat JPU KPK dengan tuntutan 4 tahun penjara. Isinya juga tak jauh berbeda dengan pledoi Musyafa maupun Suriansyah. Usai mendengar pledoi dari kelima terdakwa, majelis hakim bertanya kepada JPU KPK terkait tanggapan. Dijawab secara lisan, tetap pada tuntutan yang didakwakan pada seluruh terdakwa. "Tetap kepada tuntutan semula yang dibacakan pada persidangan sebelumnya, Yang Mulia," sahut JPU KPK pada sambungan virtual. Penasihat hukum para terdakwa juga menyampaikan hal serupa. "Kami tetap pada pembelaan yang dibacakan," sahut penasihat hukum Ismunandar dan Encek UR Firgasih. Jawaban yang sama, diberikan oleh kuasa hukum ketiga terdakwa lain, yaitu Musyafa, Suriansyah dan Aswandini Eka Tirta yang sama pada pembelaannya. Setelah mendengar tanggapan dua belah pihak, majelis hakim pun menutup persidangan dan akan bermusyawarah terkait pledoi yang diajukan. Pihaknya juga meminta soft file dari masing-masing terdakwa untuk dipelajari majelis hakim. "Sidang ditutup, dan memberikan waktu untuk bermusyawarah, serta dibuka kembali pada 15 Maret 2021, dengan agenda putusan," tutup Ketua Majelis Hakim Joni Kondolele. (bdp/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait