Hotel Mulai Tumbang Akibat Okupansi Terus Merosot 

Selasa 02-03-2021,21:31 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Akhir tahun lalu okupansi hotel sempat menanjak naik. Sebesar 59,78 persen dari seluruh kamar yang tersedia. Sayangnya, hal tersebut tak terlalu signifikan. Begitu kata Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kaltim Muhammad Zulkifli.

“Kalau data kami 54,29 persen, beda tipis dengan BPS (Badan Pusat Statistik) Kaltim,” terangnya saat dikonfirmasi baru-baru ini. Menurutnya, lonjakan tingkat kunjungan ke hotel jelang akhir tahun merupakan hal lumrah. Alias selalu terjadi. Sebagian konsumennya berasal dari pemerintah. Juga pihak swasta. Biasanya, dimulai dari Oktober kemudian berakhir di Desember. Bila berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, capaian 50 persen tersebut bukan angka yang besar. Tetapi jika melihat dari situasi, kembali disampaikan Zulkifli hal itu wajar. Melihat kondisi pandemi yang masih terjadi. “2018 atau 2019 kami bisa dapat 80 persen. Tapi tentu saja kami harus tetap bersyukur,” terangnya. Sejak awal COVID-19 di Kaltim awal Maret 2020 lalu, diakui Zulkifli saat itu hotel-hotel memang belum terdampak. Namun, setelah angka positif semakin melonjak barulah pembatasan dilakukan. Dan keadaan mulai berubah. Sektor hotel dan pariwisata tak bisa berbuat banyak akan itu. Bahkan ada yang gulung tikar. Mulai dari Samarinda, Balikpapan, Paser dan Bontang. Mereka yang tergulung, sebagian besar ialah hotel tanpa bintang. Lebih akrab dikenal dengan sebutan hotel melati. Khusus yang berbintang juga demikian. Hanya saja tak sampai menutup usaha. Cuma tertatih. “Di Balikpapan dan Samarinda ada yang mau dijual. Hotel bintang empat, tapi saya tak bisa sebut nama,” beber Zulkifli. Zulkifli sangat memahami kondisi tersebut. Hotel mana yang bisa bertahan dengan okupansi merosot. Bahkan, persentasenya di bawah angka 10. Sehingga capaian 50 persen saat tutup tahun kemarin sangat patut disyukuri. Namun demikian, Zulkifli juga memiliki harapan kepada pemerintah. Untuk bisa memberi kelonggaran. Utamanya beleid pembatasan sebagai regeling. "Hotel sudah sangat ketat dengan protokol kesehatan," tandasnya. Terlebih lagi dengan hadirnya CHSE. Yakni Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability. Program dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Yang mengharuskan pelaku industri wisata taat dengan protokol kesehatan (Prokes). Lisensi ini menjadi penanda. Bahwa destinasi terkait, layak untuk dikunjungi. Lantaran sudah memenuhi standar protokol COVID-19. CHSE tersebut juga pembuktian bagi para pengunjung. Harapannya agar lokasi yang terkait bisa dikunjungi turis lokal. Maupun internasional. “Jangan sampai sia-sia CHSE ini. Kan, selama ini tak pernah ada kabar pengunjung hotel positif corona setelah selesai menginap dari hotel,” tandasnya. Pengamat Ekonomi Kaltim Purwadi mengatakan, fenomena menjual hotel akibat kondisi saat ini sudah terjadi di Jogjakarta. Lebih dari belasan hotel serta puluhan rumah indekos di Kota Pelajar itu dijual. Alasannya pun sama. Pemasukan sedikit akibat okupansi yang terus merosot. "Hingga akhirnya tidak bisa menutupi biaya operasional," lugasnya. Tetapi, diakui Purwadi untuk di Bumi Etam fenomena itu memang tidak separah di Jogjakarta. Hanya saja hal seperti itu bisa dijadikan sebagai pelajaran. Purwadi juga menyarankan kepada pemerintah untuk berhati-hati. Lalu harus bisa sadar dengan situasi. "Jangan sampai terlena. Terus santai-santai. Melihat kejadian di Jogjakarta, tentu bisa dijadikan warning," pungkasnya. (nad/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait