Tersangkut di Kasus KKT, Kace: Kami Sumbang Pendapatan Negara

Senin 01-03-2021,10:14 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Disebut dalam penyidikan dugaan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, manajemen PT Kace Berkah Alam (KBA) akhirnya buka suara. Perusahaan lokal itu menyatakan telah memenuhi prosedur yang dipersyaratkan, sebelum melakukan kerja sama dengan Kaltim Kariangau Terminal.

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Penasehat hukum PT Kace Berkah Alam (KBA), Dedi Putra Pakpahan menjelaskan, kliennya merupakan perusahaan lokal yang berbisnis sesuai ketentuan pemerintah. Sebelum beroperasi, perusahaan memastikan melengkapi regulasi yang ada. Termasuk dalam memilih rekanan yang diajak bekerja sama. Kerja sama dengan KKT bermula pada 2018 ketika operator pelaksana pelabuhan bongkar muat itu melihat potensi teluk Balikpapan sebagai tempat bongkar muat batu bara. Baca juga: Diduga Salah Gunakan Izin, Kejari Balikpapan Periksa KKT dan KBA “Sehingga saat itu mengajukan permohonan kepada KKT,” ujar Dedi Putra, baru-baru ini. Menurut Dedi, kliennya mengajukan kerja sama karena KKT memiliki reputasi yang bagus. KKT merupakan anak perusahaan patungan antara Pelindo IV (Persero) dengan Pemprov Kaltim di bawah naungan Perusda Melati Bhakti Satya (MBS). Kerja sama terwujud setelah KKT menyambut proposal yang di ajukan KBA. Menurut Dedi Putra, KKT meneruskan proposal kerja sama ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Balikpapan. Ini karena kerja sama menyangkut kepelabuhanan. KSOP sebagai regulator kepelabuhanan. "Selanjutnya KSOP pun melanjutkan ke Dirjen Perhubungan Laut RI. Dipanggilah kita (PT Kace Berkah Alam) November 2018 ke Jakarta melakukan pemaparan," imbuh Dedi Putra Pakpahan. Dirjen Hubla memberi kewenangan ke KSOP Kelas I Balikpapan untuk mengawasi dan memberi izin uji coba kepada PT KBA dalam menggarap kawasan di KKT. Maka dibuat pula bukti keseriusan dengan cara menyewa lahan milik negara yang pengelolaanya berada di tangan KKT. "Karena kami tahu itu lahan milik Pemprov, artinya kami berdiri di sini berdasarkan surat keputusan Gubernur memanfaatkan lahan dengan kurang lebih seluas 75 hektare," jelasnya. Ia mengklaim Direktur Utama KKT saat itu, Basir, mengatakan sebagai direktur berwenang mengoptimalkan lahan tidak produktif. Sesuai dengan anggaran dasar KKT. Maka PT KBA setelah melengkapi perizinannya tidak langsung bekerja. Di tahun 2018 itu PT KBA melakukan pematangan lahan yang awalnya adalah rawa. Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi PT KKT, Kejari Balikpapan Telisik Bukti dari Tiga Lokasi "Kami baru bekerja pengapalan pertama pada bulan Juli atau Agustus 2019," tambahnya. Itu setelah KSOP menerbitkan Rencana Kerja Bongkar Muat (RKBM). "Kan enggak bisa nyandar kapal kalau enggak lengkap semua bayar pajak. Karena RKBM keluar dan PKBM (Perintah Kerja Bongkar Muat) keluar juga. Ya, jadi kami operasional. Sampai bulan Juli 2020 sudah 25 tongkang," jelas Dedi lagi. Di singgung izin operasional PT KBA di dalam area KKT, Dedi Putra mengakui jika izin yang dimiliki masih dalam proses. “Tetapi saat ini izinnya hanya berdasarkan izin uji coba yang batas waktunya ditentukan KSOP Kelas I Balikpapan,” imbuhnya. "Ada prosedur saat itu. Kalau ditanyakan ke kami kenapa berdasarkan izin uji coba aja, ya.. yang bisa jawab kan regulator, Dirjen Perhubungan Laut melalui KSOP bukan kami yang pemohon ini atau KKT," ujarnya. Berkaitan dengan alamat kantor yang berada di rumah warga, ia menolak disebut sebagai kantor fiktif. "Itu kantor sementara domisili. Kami sedang membangun mess dan kantor operasional di kilometer 13, semua pindah," tegasnya.

BANTU KEUANGAN NEGARA

Soal nama kliennya dikaitkan dengan dugaan merugikan keuangan negara, Dedi Putra mengatakan PT KBA membangun fasilitas bongkar muat batu bara menggunakan uang perusahaan. "Kami disebutkan jika mau kerja di situ, harus ada sewa lahan, investasi, membangun fasilitas sendiri sampai kalau sudah terjadi kegiatan ini kita harus sharing fee. Kami juga dikenakan biaya konfeyor, biaya alat berat dan semua cash, dengan total rupiahnya itu 20 ribu metrik ton plus PPN, kami harus serahkan ke KKT. Itu bentuk kerja samanya," jelasnya. "Kalau pun dalam proses perizinan itu adalah haknya KKT yang melakukannya. Kami enggak ada hubungan langsung untuk urus izin ke Dirjen Perhubungan Laut itu," tegasnya. Penghentian aktivitas perusahaan di kawasan KKT berawal dari surat pemberitahuan KSOP Kelas I Balikpapan kepada PT KBA. Sejak November 2020, KSOP tidak mengeluarkan lagi surat RKBM karena adanya pejabat baru. "Tidak bisa bongkar muat pada November 2020. Tidak keluar juga RKBM karena ada pejabat baru. KKT juga menanyakan hal ini ke KSOP soal penghentian RKBM, dijawab KSOP karena masih ada pemeriksaan terhadap pejabat KSOP yang lama belum clear, itu perihal batu bara kontainer bukan pelabuhan ini," tambahnya. Baca juga: Geledah Kantor KKT, Kejari Balikpapan Sita Beberapa Dokumen Penghentian operasional KBA sempat direspon dengan aksi demo dan menyampaikan mosi kepada KKT. Karena merasa sudah dirugikan. Pasalnya "emas hitam" ini jika tidak dimuat akan mengalami demorit. Hal itu semakin membuat rugi PT KBA semakin besar. Juga berdampak kepada para pekerja yang hauling karena tak terbayarkan. "Sementara barang enggak naik gimana mau bayar. Timbul gejolak, sampai pemeriksaan ini," ujar Dedi Putra Pakpahan. Dalam pengelolaan terminal bongkar muat batu bara di kawasan KKT, KBA telah bermitra dengan 5 perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) penyuplai batu bara. Akibat penghentian ini, perusahaan merugi puluhan miliar. "Kami sudah investasi sekitar Rp 20 miliar. Itu termasuk membangun konveyor, mematangkan lahan, membuat jalan, membangun mess, dan dermaga," jelasnya. Penghentian ini tidak hanya merugikan KBA, namun juga pekerja, karyawan tambang, pekerja pelabuhan dan sopir angkutan. "Kalau perihal pendapatan negara kita bisa jelaskan semua kegiatan operasional yang ada di pelabuhan jetty PT KBA itu membayar pajak, boleh dicek. Dan kami juga sharing fee ke KKT dipotong pajak 10 persen. Biar kapal bisa bersandar," tegas Dedi. Ia mengatakan, potensi kehiangan pendapatan negara justru terjadi saat kegiatan mereka dihentikan. Jika dalam waktu sebulan setidaknya ada 3 tongkang sandar, maka negara kehilangan peluang penerimaan dari 15 tongkang yang gagal sandar. “Jika dirupiahkan satu tongkang fee yang masuk ke KKT Rp 150 juta, kali aja berapa itu potensi kerugiannya,” imbuh Dedi. “Makanya kami bingung, di mana kami merugikan negara? Malah sebaliknya, kami telah memberi uang ke negara dengan membayar pajak itu," pungkasnya. Pekan lalu, Kejaksaan Negeri Balikpapan menggeledah tiga lokasi untuk mencari bukti-bukti penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara. Namun sejauh ini aparat belum menentukan tersangka yang bertanggung jawab terhadap kerugian negara yang besarnya juga belum diketahui.  (bom/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait