Peremajaan Kebun Sawit Terhambat Status Hukum Lahan

Kamis 25-02-2021,01:52 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Persoalan status hukum lahan perkebunan yang akan diremajakan menjadi masalah utama yang menghambat upaya percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Hal itu terungkap dalam agenda Ngobrol Bareng yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Selasa (23/2/2021) sore.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Gulat ME Manurung mengatakan, hal itu terjadi karena lahan banyak berada di dalam kawasan hutan. “Tanpa kejelasan status hukum perkebunan maka tidak mungkin memenuhi persyaratan untuk ikut program PSR yang sedang dilakukan pemerintah guna membantu para petani sawit, yang merupakan pemilik dari sekitar 41 persen dari total 16.38 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia,” terang Gulat ME Manurung. Kepala daerah bersama perusahaan mitra merupakan kunci keberhasilan pertama dalam melaksanakan PSR. Menurutnya, pada saat penyusunan Rekomendasi Teknis (Rekomtek), kedudukan kepala daerah sangat berperan dalam menyelesaikan permasalahan permasalahan administratif yang muncul. Sedangkan perusahaan mitra sangat berperan dalam percepatan menyelesaikan hal-hal teknis. Seperti pemetaan, perhitungan teknis peremajaan dan budi daya, serta penjaminan dalam pembelian buah. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Mahmud mengakui permasalahan kawasan hutan itu sebagai salah satu permasalahan yang menghambat program PSR. “Mengenai soal kawasan hutan ini, kita sedang menunggu adanya SOP dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang juga sedang menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Tapi memang semangatnya adalah bagaimana kita mempercepat proses PSR yang masih lambat ini,” jelas Musdhalifah. Sejak diluncurkan 2016 lalu, baru terealisasi sekitar 196 ribu hektare lahan yang sudah masuk dalam program PSR. Padahal pemerintah sudah menargetkan akan meremajakan perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 180 ribu hektare per tahun. “Tahun lalu (2020) saja hanya terealisasi seluas sekitar 94 ribu hektare. Itu berarti hanya sekitar 52 persen dari target 180 ribu hektare yang ditetapkan tahun lalu. Tahun ini target kita sekitar 180 ribu hektare juga. Mudah-mudahan bisa tercapai,” ujarnya. Lebih lanjut Musdhalifah mengungkap, bahwa dalam waktu dekat akan diselenggarakan rapat koordinasi para bupati dan wali kota untuk mempercepat pelaksanaan PSR. “Rapat koordinasi ini akan dihadiri mendagri dan para bupati dan wali kota guna memfasilitasi program PSR ini sebagai program nasional yang harus disukseskan,” imbuhnya. Menanggapi hal itu, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar pada Direktorat Jenderal Perkebunan di Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto mengatakan, bahwa pemerintah sudah menyiapkan solusi untuk mengatasi permasalahan para petani. Bahkan ada dana pendamping lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan sejumlah program tanaman sela. Seperti jagung yang bisa ditanam para petani dengan bantuan pemerintah dalam rangka menggantikan penghasilan yang hilang selama peremajaan sawit mereka. “Saya kira ada berbagai solusi bagi permasalahan petani. Namun banyak petani masih kurang informasi soal PSR ini, sehingga mungkin perlu sosialisasi yang lebih intens di kalangan petani supaya mereka betul-betul paham program PSR,” pungkasnya. (fey/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait