Rapor Merah Gubernur Isran Noor

Selasa 16-02-2021,16:50 WIB
Oleh: Y Samuel Laurens

Rapor Merah Gubernur Isran Noor

OLEH: ISWAN PRIADY* Samarinda, Nomorsatukaltim.com - Gubernur Kaltim Isran Noor dilantik pada Oktober 2018. Saat ini sudah hampir 2,5 tahun menjabat. Selama hampir separuh periode jabatannya, saya melihat ada dua masalah mendasar pada sosoknya: gaya komunikasi dan kinerja.

Terlampau sering membuat pernyataan-pernyataan absurd dan kontra-produktif. Masalah tewasnya 32 orang di bekas galian tambang dia sebut, “Jangan-jangan banyak hantunya. Sudah nasibnya”. Masalah calon Sekda Abdullah Sani, Gubernur berkomentar, “Apa Sekda itu? Saya buta huruf”. Atau, “Virus corona tidak akan bisa masuk ke desa-desa”. Kemudian, “Pandemi COVID-19 akan hilang pada Mei 2020.” Nyatanya sampai saat ini pandemi semakin parah. Bahkan Kaltim masuk lima besar provinsi yang kasus positifnya tinggi. Dengan karakter seperti ini, tanpa disadari Gubernur menjatuhkan citranya sendiri. Tidak bisakah membuat komentar yang lebih berbobot? Think before you talk. Lalu, janji kampanye masih banyak yang belum terlaksana. Kita masih ingat ketika kampanye ia berjanji mengoperasikan RS Islam dua hari setelah dia dilantik. Kenyataannya sampai saat ini, setelah hampir 2,5 tahun, RS itu belum beroperasi. Padahal saat ini rumah sakit sangat dibutuhkan untuk menampung pasien COVID-19. Karena RS lain sudah penuh. Aneh. Gubernur tidak mampu membereskan konflik para pengurus Yayasan RS Islam. Program di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) banyak yang tidak terealisasi. Misalnya penyediaan jalan dengan kapasitas 10 ton pada jalan provinsi dan jalan produksi untuk menghubungkan sentra produksi dengan pusat pemasaran. Hal ini tidak terlihat realisasinya sampai saat ini. Target memperbaiki rumah tidak layak huni yang ditarget 5.000 rumah/tahun juga tidak tercapai. Sektor kemudahan berusaha, proses penyelesaian perizinan dipatok 14 hari selesai. Juga masih banyak keluhan pengusaha bahwa mendapatkan izin butuh waktu berbulan-bulan. Jalan poros Samarinda-Sangkulirang yang dijanjikan akan diperbaiki, walaupun sudah diperbaiki, namun kualitas seadanya, diperbaiki di sini, rusak di sana, diperbaiki di sana rusak lagi di sini. Normalisasi Sungai Karang Mumus masih setengah-setengah. Tampaknya hanya pekerjaan tambal-sulam. Tanpa perencanaan yang komprehensif. Akibatnya banjir di Samarinda makin parah. Sudah hampir 2,5 tahun Pemprov tidak pernah mempublikasikan capaian yang diperoleh dibanding dengan target yang dibuat di RPJMD. Target versus realisasi setiap akhir tahun harus dibuka kepada publik. Tidak boleh disembunyikan. Sektor ekonomi pun makin menururun. Contoh, tingkat kemiskinan pada RPJMD Kaltim tahun 2020 ditarget 5,94 persen. Namun data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada Maret 2020 tingkat kemiskinan di Kaltim sudah mencapai 6,10 persen. Naiknya tingkat kemiskinan identik dengan merosotnya kondisi ekonomi. Sementara itu, sampai saat ini semua Perusda masih menjadi benalu dan beban bagi Pemprov, setoran dividen sangat kecil, bahkan beberapa anak usaha tidak pernah setor dividen. Bagaimana Perusda mau maju kalau pejabat yang tidak memahami bisnis banyak memegang jabatan komisaris di Perusda? Bahkan ada pejabat yang memegang jabatan komisaris di tiga Perusda, yang sudah tentu mendapat gaji besar dari masing-masing Perusda tersebut. Persoalan Perusda tidaklah sulit. Tunjuk direksi yang profesional. Beri mereka target. Jika profit tidak mencapai target, copot komisaris dan direksinya. Jika dua tahun berturut-turut Perusda tidak menghasilkan profit, bubarkan saja. Daripada menghamburkan dana APBD yang notebene adalah uang rakyat. Reformasi Perusda mutlak dilakukan. Namun tergantung keinginan Gubernur: mau atau tidak. Kenapa target melenceng padahal ada lembaga Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang membantu Gubernur dalam melaksanakan programnya? Masalah di TGUPP adalah ketuanya. Ketua TGUPP tampaknya mengalami hambatan/beban psikologis dalam berargumentasi dengan Gubernur. Mungkin ada rasa sungkan, segan atau bahkan rasa takut. TGUPP adalah mata, telinga dan “think tank” Gubernur. Dibutuhkan seorang ketua yang berkualifikasi tinggi dan berkelas serta mampu berdiskusi dan berargumentasi tanpa beban dengan Gubernur. Kalau tidak, maka TGUPP hanya menjadi “kartu mati”. Bukannya menjadi aset. Tapi justru menjadi beban bagi Gubernur. Akibatnya Gubernur tidak bisa berharap banyak untuk dapat mencapai target janji kampanyenya. Karena itu, secara umum rapor Gubernur masih merah. Karena selama 2,5 tahun ini target pembangunan yang dicapai masih rendah. Belum terlihat ada terobosan. Kemungkinan di akhir jabatannya pun sulit untuk mencapai target. Boleh dikata proyek-proyek pembangunan besar yang telah diresmikan oleh Gubernur sebenarnya adalah karya gubernur sebelumnya. Jika Pemprov membuka kepada publik secara jujur capaian yang dihasilkan akan terlihat lebih banyak target pembangunan yang tidak tercapai. Akibat kinerja rendah, kesalahan tidak bisa ditimpakan kepada staf di bawahnya. Termasuk seorang wakil Gubernur pun tidak bisa disalahkan. Tidak ada prajurit yang salah. Yang salah adalah komandan. Dengan begitu, jika Gubernur ingin kembali berlaga pada Pilkada 2024, namun dilihat kinerja dan gaya komunikasi selama ini, diprediksi sulit untuk menang pada Pilkada 2024. Ingat pepatah Yunani, “Hanya keledai yang masuk ke dalam lubang yang sama dua kali.” Bangsa Yunani menggambarkan keledai sebagai makhluk yang bodoh. Rakyat sekarang sudah tidak bisa lagi dianggap bodoh. Sehingga pada Pilkada 2024 diprediksi rakyat akan mencari pemimpin baru. Teori yang mengatakan petahana berpotensi tinggi menang, sekarang terbukti tidak sepenuhnya benar. Contoh terkini adalah petahana pada Pilgub Kaltara. Ia kalah telak. Sebagai teman, saya menyarankan sebaiknya Pak Isran tidak usah maju lagi pada Pilkada mendatang. Game is over. Rakyat Kaltim butuh pemimpin alternatif. Kecuali Gubernur bisa bekerja ekstra keras di sisa masa jabatannya. (*Warga Kaltim/Kawan Gubernur)
Tags :
Kategori :

Terkait