Makin Memberatkan UMKM

Senin 08-02-2021,10:00 WIB
Reporter : admin3 diskal
Editor : admin3 diskal

TANJUNG REDEB, DISWAY Pembatasan jam malam untuk pelaku usaha di Berau, hingga penerapan Kaltim Senyap tiap Sabtu-Minggu, tambah memberatkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Perekonomian benar-benar terdampak.

Seperti yang diungkapkan Yanto, pemilik rumah makan di Jalan Pulau Derawan. Diakuinya, kebijakan sangat berdampak pada ekonomi pelaku usaha kecil menengah seperti dirinya. Karena, selain menutup dagangannya lebih cepat dari biasanya, juga Sabtu dan Minggu tidak buka harus mengikuti instruksi pemerintah. “Kalau bagi kami jelas ini cukup berat. Karena yang ramai datang itu malam Minggu pelanggan. Dan jamnya datang juga tidak bisa ditebak, jam berapa. Kadang lebih cepat, kadang di atas jam 20.00 Wita,” ujarnya, Minggu (7/2). Padahal, ungkap Yanto, sebelum ada pembatasan, protokol kesehatan yang selama ini diinstruksikan oleh pemerintah sudah mereka lakukan. Dengan menyediakan pencuci tangan, hingga mengatur jarak konsumen. Akan tetapi, karena takut mendapat sanksi, dirinya pun terpaksa menutup tempat usaha, guna mendukung program pemerintah dalam menekan lonjakan kasus COVID-19 di Kabupaten Berau. “Mau tidak mau harus ditutup. Karena takut disanksi, dan buka di hari lain dengan menyesuaikan surat edaran pemerintah,” jelasnya. Sebenarnya, dirinya kurang setuju dengan aturan tersebut. Sebab, penularan COVID-19 tidak hanya terjadi di seputaran Tanjung Redeb saja, melainkan juga di daerah lain. Untuk itu, aturan juga harus dijalankan di semua wilayah. “Biar adil juga. Jangan sampai di sini tutup, di tempat lain ada yang buka,” jelasnya. Sementara itu, Arifin pemilik rumah makan di Jalan Pemuda mengatakan hal senada. Menurutnya, kebijakan yang ada sekarang cukup menyulitkan pedagang, meskipun maksud dan tujuannya baik. Namun, pihaknya berharap ada solusi yang terbaik bagi pedagang, jika pembatasan tersebut dilakukan berkelanjutan. “Kalau begini, jelas keuntungan tentu berkurang. Kalau penghasilan kurang, dan modal tidak kembali, jelas ini sulit. Harus ada solusi dari pemerintah daerah. Paling tidak subsidi bagi kami, agar tetap dapat melanjutkan usaha,” jelasnya. Pada dasarnya, semua pedagang itu mengikuti aturan, jika aturan yang diterapkan ada jaminan bagi pelaku UMKM. Karena menurutnya, pedagang di bidang makanan tidak sama dengan ASN, karyawan swasta, dan jenis usaha lainnya yang jam kerjanya dibatasi, tapi pendapatannya tetap masuk utuh. “Kalau seperti kami, tidak ada pembeli tidak pemasukan. Apalagi sekarang jamnya juga dibatasi hanya sampai pukul 20.00 Wita, dan Sabtu-Minggu steril. Tambah susah lagi. Pada intinya kami mendukung pemerintah, tapi tetap ada solusi yang diberikan kepada kami,” tandasnya. HARUS ADA SOLUSI Ketua Komisi II DPRD Berau Atila Garnadi, menilai roda perekonomian harus tetap berjalan bagi pelaku usaha UMKM. Yang menurutnya perlu diberikan ketegasan adalah, pelaksanaan protokol kesehatan pelaku UMKM. Seperti UMKM yang kerap berjualan di beberapa tempat, seperti tepian Teratau di Jalan Pulau Derawan, dan tepian Jalan Ahmad Yani. Seharusnya, yang ditertibkan tata cara pelaksanaan protokol kesehatannya. Tidak mesti dilakukan pembatasan. “Misalnya, satu meja satu kursi, atau disarankan kalau dua kursi ada pembatas seperti plastik, atau mika. Ini harus dilihat Satgas COVID juga, jangan sampai mereka dilarang, tapi tidak ada solusi,” ujarnya, Minggu (7/2). Saat ini kata dia, pemerintah sedang mencari pola yang tepat untuk memutus Penularan COVID-19, khususnya di Kabupaten Berau. Dari kaca matanya, pandemik COVID-19 adalah tentang penerapan prokes. “Maksudnya, mau uji coba yang bagaimana pun, jika masyarakat tidak taat dan tertib prokes, kasus COVID-19 akan terus meningkat. Mau dibatasi jam berapa pun, atau diterapkan Sabtu-Minggu senyap, itu sama saja,” jelasnya. Lebih baik, penerapan penerapan prokes yang selama ini berjalan dilakukan evaluasi. Pemerintah daerah harus mampu menterjamahkan protokol kesehatan, dan kesiapan satgas COVID-19 Berau, kepada masyarakat. Karena, ekonomi seharusnya tidak bisa terhambat, dan harus tetap berjalan. “Harus ada solusi untuk aturan itu. Karena, kita tidak tahu COVID-19 ini berakhir kapan,” jelasnya. Penerapan prokes harus tegas kepada pelaku UMKM dengan memberikan dua peringatan. Misalnya, jika sekali melanggar dengan membiarkan penumpukan pembeli atau konsumen, Satgas harus memberikan surat peringatan. Jika setelah memberikan surat teguran, pedagang itu masih tetap melanggar langsung tertibkan. “Tidak hanya berlaku bagi pedagang di tepian saja, tetapi kafe-kafe, restoran dan rumah makan lainnya juga sama kalau melanggar tutup, atau kalau perlu cabut izinnya. Sekaligus itu menjadi peringatan buat yang lainnya,” jelasnya. Di tengah peningkatan kasus COVID-19 yang masih belum terkendali, dikatakannya, masyarakat juga harus memperkuat ekonomi mereka, agar dapat menciptakan imun tubuh yang kuat. Jadi, yang harus dipikirkan, bagaimana solusi yang diberikan untuk UMKM yang kegiatannya saat ini dibatasi. Di sisi lain, Satgas juga tidak tebang pilih, mana yang harus buka, dan mana yang harus tutup. Harus ada pengaturan tegas, jangan sampai ada terjadi kecemburuan sosial. “Saya rasa teman-teman UMKM pasti setuju semua,” katanya. Untuk memastikan prokes diterapkan oleh pengelola UMKM, tentu harus ada pengawasan dari Satgas. Misalnya, ditempatkan personel satgas di beberapa titik keramaian sebagai bentuk pengawasan. Selain itu, patroli juga tetap harus dilakukan. Sebab, menurutnya, jika hanya memberikan teguran lisan, masih banyak melanggar. Tetapi jika tertulis dengan dibuatkan surat perjanjian, pengusaha UMKM tidak akan melanggar. “Pelanggaran pertama dibuatkan surat, ke dua usahanya langsung ditutup. Karena kadang satu yang berbuat, semua yang kena. Kalau dibuat seperti itu, pelaku UMKM yang melaksanakan prokes tetap berusaha, dan mereka yang melanggar menanggung sendiri akibatnya,” pungkasnya. TAK ADA ARAHAN, TAK ADA BANTUAN Soal bantuan untuk pelaku UMKM karena adanya pembatasan oleh pemerintah, diakui Bupati Berau, Agus Tantomo, sejauh ini belum ada tanda-tanda bantuan akan didistribusikan. Bahkan, dirinya pun menyebut, belum ada arahan dari pemerintah pusat.“Tidak ada arahan untuk BLT,” ujarnya. Tidak adanya bantuan itu, katanya, bukan karena anggaran yang semakin menipis. Namun, karena memang Pemerintah Kabupaten Berau, belum ada mendapat perintah tersebut. “Kalau memang ada perintah, tidak mungkin saya tinggal diam. Pasti akan saya carikan alokasi anggarannya,” katanya.*ZZA/*FST/APP
Tags :
Kategori :

Terkait