Korupsi Dana BOS SMK Pelita Gamma, Mantan Kepsek Hadapi Tuntutan

Senin 08-02-2021,08:00 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Perjalanan sidang Iif Hariyadi mendekati akhir. Pekan ini, sidang perkara tindak pidana korupsi di SMK Pelita Gamma itu memasuki agenda tuntutan. Perkara yang menelan uang negara nyaris 1 miliar rupiah.

nomorsatukaltim.com - PENANGANAN kasus tindak pidana korupsi (tipikor) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Penajam Paser Utara (PPU) masih berproses. Perkara yang menyeret mantan kepala SMK Pelita Gamma itu masih ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) PPU. "Pekan ini, masa sidang bakal memasuki agenda pembacaan tuntutan," ungkap Kajari PPU I Ketut Kasna Dedi, melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Guntur Eka Permana, Sabtu, (6/2/2021) lalu. Setelah sidang dengan agenda itu terlaksana, maka terdakwa dan penasihat hukum (PH) diberi kesempatan untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi). "Bila ada pledoi, sidang dilanjutkan dengan agenda replik dari jaksa, serta duplik. Baru sidang putusan," lanjut Guntur. Tapi bila tidak mengajukan nota, maka sidang dilanjutkan dengan agenda putusan. Masa awal sidang dilaksanakan 2 Desember 2020 lalu. Agendanya pembacaan dakwaan. Pada 10 Desember 2020, eksepsi dari terdakwa. Namun tertunda karena belum siap. Agenda itu diganti 17 Desember 2020, namun karena tak kunjung siap, agenda dilewati. Tiga sidang dengan agenda pemeriksaan saksi digelar selanjutnya. Pada 7, 14 dan 19 Januari 2021. Lalu pada 26 Januari 2021, pemeriksaan ahli dan terdakwa. Dan sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan tuntutan akan digelar pada Jumat (12/2) mendatang. Sekadar informasi, sidang diadakan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Samarinda. Namun juga secara virtual melalui aplikasi daring, Zoom. Karena upaya pencegahan tersebarnya COVID-19. Sementara Iif Haryadi hingga saat ini masih menjadi tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Tanah Grogot. Belum dilimpahkan, karena masih proses persidangan. Berdasarkan ketetapan hakim, terdakwa memang sudah menjadi tahanan titipan hakim. Dari semua hasil sidang yang telah tergelar itu, terungkap Iif sebagai pelaku tunggal. Total dana yang ditilap berdasarkan perhitungan Inspektorat Daerah yakni Rp 961 juta. Itu dari anggaran Rp 1,1 miliar. Terjadi di 2015. Modus operandinya adalah memindahkan uang yang berasal dari BOS provinsi ke rekening pribadi. Kala itu, proses pencairan dana dari provinsi sendiri dibagi menjadi empat termin. Termin pertama sebesar Rp 268 juta, termin kedua dan ketiga Rp 548 juta, dan termin keempat Rp 324 juta. Nah, pada termin pertama, uang yang masuk di rekening sekolah tersebut, langsung ditarik habis. Lalu dipindahkan ke rekening pribadi terdakwa. Mudah saja. Iif masih menjabat sebagai kepsek (kepala sekolah) kala itu. Hal itu kembali berulang pada termin selanjutnya. "Seharusnya tidak boleh masuk rekening pribadi. Sehingga penggunaan anggarannya tidak jelas. Karena ada di rekening pribadi jadi suka-suka," katanya. Guntur menyebut, anggaran BOS sejatinya tidak boleh dipindah ke rekening pribadi, karena menyalahi petunjuk teknis (juknis). Idealnya pencairan dilakukan ketika melaksanakan kegiatan, sesuai dengan rencana penggunaan anggaran tersebut. "Jadi begitu cair langsung dibuatkan SPj (Surat Pertanggungjawaban)-nya. Bukan SPj dibuat di akhir tahun seperti yang dilakukan terdakwa," jelasnya. Atas tindakannya, Iif dikenakan dakwaan subsideritas oleh jaksa penuntut umum. Yakni primer Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tipikor, ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Kemudian subsidernya Pasal 3 UU Tipikor, dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. (rsy/zul)
Tags :
Kategori :

Terkait