Mengincar Cuan dari Kumuhnya SKM, Mungkinkah?

Selasa 02-02-2021,11:37 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Daerah Aliran Sungai (DAS) Karang Mumus, sejak lama sudah memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Sampai era 90-an, SKM yang jernih dan bersih menjadi habitat besar udang galah. Beserta ikan air tawar lainnya. Juga sudah digunakan sebagai jalur dagang. Yang sentranya di Pasar Segiri. Era itu telah berlalu. Kini SKM tak sebersih kala itu. Kanan kirinya pun sudah mulai kumuh. Masihkah ada potensinya kini?

Pekan lalu, para petinggi Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Kaltim, Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Kaltim, dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kaltim. Melakukan susur Sungai Karang Mumus. Perjalanan dimulai dari Dermaga Pasar Pagi, Samarinda. Menggunakan dua armada kapal kelotok. Didampingi 1 unit spead boat Dinas Perhubungan Kota Samarinda. Para penggiat pariwisata Kaltim itu penasaran. Potensi wisata apa yang dimiliki SKM. Sambil mencari celah juga. Apakah SKM bisa menghadirkan cuan dari sektor ini. Selama perjalanan, mereka tampak serius mengamati kanan dan kiri SKM. Berbagai aktivitas warga. Dari sekadar nongkrong di sempadan sungai. Memancing, karena kebetulan air sedang pasang. Anak-anak yang berenang. Beberapa warga yang mandi (tentu sikat gigi juga). Ada pula pabrik pengolahan tahu dan tempe skala menengah. Kuli angkut yang menurunkan pasir dari kapal ke daratan. Sampai pedagang ayam yang sedang membersihkan ayamnya di tepi sungai. Terakhir, melihat tepian SKM pasca pembongkaran di sekitaran Pasar Segiri. Perjalanan berhenti di Jembatan Gang Nibung. Karena kapal kelotok tak bisa menjangkau sungai lebih ke hulu lagi. Karena rendahnya jembatan itu hanya bisa dilalui oleh perahu dan kapal ketinting saja. Dari Muara SKM sampai Gang Nibung itu. Mereka sudah bisa mengambil sebuah kesimpulan kecil. Soal siap tidaknya SKM disulap jadi destinasi wisata. Karena dalam 2 tahun terakhir. Wisata susur Sungai Mahakam terbilang sukses berat. “Kita harus akui kalau SKM belum bisa dijadikan destinasi wisata yang menjual keindahan,” kata Ketua Asita Kaltim, Syarifudin Tangalindo. Tapi kalau SKM dijadikan sebagai wisata edukasi. Syarifudin menilai sangat bisa. Karena wisata jenis itu tidak memerlukan destinasi yang melengkapi unsur sapta pesona. Tidak perlu bersih dan indah. Karena dari yang kumuh itu pun. Yang memang sepanjang SKM dari muara sampai Gang Nibung itu. Banyak kawasan kumuh. Bisa dijual sebagai sebuah wisata. “Bisa memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa pentingnya menjaga kebersihan. Menjaga sektor kesehatan. Membuat lingkungan yang indah,” lanjutnya. Asita sendiri, katanya. Bakal mengakomodir wisata edukasi ini. Walau untuk SKM, belum akan terlalu diprioritaskan. Karena berkaitan dengan kesiapan SKM sendiri sebagai wahana yang bakal dijelajahi. Di perjalanan saat itu memang ada yang kurang dari SKM. Karena menyusurinya saat air sedang pasang. Maka perwajahan asli SKM belum terlalu tampak. Ya, SKM ketika air sedang surut. Memiliki bau yang cukup menyengat. Sampahnya juga masih banyak. “Kalau ada wisatawan yang mau susur SKM. Kami akan bawa. Barangkali hadirnya wisatawan itu bisa menjadi pemicu pemerintah menata sungai ini jadi lebih bagus,” harapnya. Disinggung apakah dengan kondisi seperti saat ini. SKM sudah bisa menghasilkan cuan dari sektor wisata. Syarifudin tak menjawab gamblang. Ia hanya menerangkan bahwa agak sukar menakar besar kecilnya keuntungan dari pariwisata. Karena pariwisata erat kaitannya dengan ekonomi kerakyatan. Banyak masyarakat yang terlibat dalam setiap perjalanan wisata. Baik yang langsung ataupun tidak langsung. “Pariwisata itu efek dominonya besar. UMKM bisa berjalan. Kapal-kapal begini bisa berjalan. PAD juga bisa bertambah. Kalau wisata jadi. Kota itu tinggal menerima hasilnya saja,” tutupnya.

Bukan Bermimpi, tapi Lihatlah Napoli

Hal serupa tapi sedikit berbeda ditunjukkan oleh Ketua HPI Kaltim, Awang Jumri. Ia yang paling antusias dalam perjalanan itu. Dan dari kacamatanya sebagai seorang pemandu wisata. Yang sudah berpengalaman membawa wisatawan lokal dan manca negara. Hingga ke pelosok Kaltim. Jumri menilai SKM memiliki potensi yang besar. “Sebenarnya sudah bisa (jadi cuan). Karena kalau pemandu wisata ini kan selama ada potensi. Itu bisa dijual,” ujarnya mantap. Berbagai kekhawatiran yang selama ini masih dirasakan. Seperti malu menampakkan sisi kumuh Samarinda pada wisatawan. Terkhusus wisatawan luar Kaltim. Jumri merasa harusnya pola pikirnya diubah. Yakni dijual saja dulu. Nanti kalau sudah ramai, segala sesuatunya akan menyesuaikan. “(Sungai) Mahakam itu, Mas. 20 tahun HPI jual. Dulu itu kumuh. Banyak sampah. Tidak ada atraksi tarian. Tapi karena kami terus bombardir. Teman-teman masuk. Terus-menerus. Akhirnya ada pembenahan,” jelasnya. “Mereka jadi berlatih menari. Masyarakat menjaga kebersihan. Sampah berkurang. Bahkan mereka ikut mengawasi. Pemerintah juga malu dan akhirnya menerapkan regulasi yang men-support pariwisata daerah,” tambahnya lagi. Berkaca dari situ, wisata susur SKM dinilainya bisa menjadi cara lain untuk mendorong perbaikan sisi kanan dan kiri SKM. Yang selama beberapa dekade terakhir terus jadi PR besar Pemkot Samarinda itu. Apa yang dicontohkan Jumri soal Sungai Mahakam itu. Jauh-jauh hari pernah terjadi di Italia. Persisnya di Kota Napoli. Ketika itu, Napoli adalah kawasan kumuh. Kandangnya mafia. Perwajahan kota sangat amburadul. Tapi Pemkot Napoli mengawali gebrakan besar dari klub sepak bola setempat SSC Napoli. Dari pembelian bintang sepak bola yang sangat bersinar kala itu, mendiang Diego Maradona. Hadirnya Maradona kemudian menjadikan SSC Napoli sangat populer. Orang-orang dari penjuru Italia dan belahan dunia lain berbondong-bondong datang ke kota itu. Terus-menerus seperti itu. Sampai akhirnya masyarakat Napoli merubah pola pikir. Untuk menjadikan kota mereka lebih bersih dan ramah pada wisatawan yang hadir. SKM pun bisa dibuat seperti itu. Karena upaya pemerintah merelokasi penduduk di sempadan SKM selama ini belum berbuah manis. Upaya edukasi yang dilakukan kelompok Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) yang digawangi Misman itu pun belum berdampak besar. Walau sudah agak terasa. Nah, gebrakan dengan mempertontonkan perwajahan asli SKM pada orang luar diharapkan bisa menjadikan sungai itu lebih elok lagi ke depannya. “Tidak perlu malu menjual kekumuhan. Karena misalnya orang bule. Kalau melihat sesuatu yang beda. Itu mereka senang. Langsung foto-foto,” lanjut Jumri mengarah pada beberapa spot indah di SKM. “SKM itu indah. Walau kita percaya. Perbaikan itu perlu dilakukan. Karena kalau tidak, ya malu juga,” timpalnya. HPI disebutnya akan mulai mempromosikan potensi SKM ini. Walau katanya, masih ada yang harus diperbaiki dalam waktu dekat. Yakni keberadaan kapal wisata khusus susur SKM. Seperti halnya kapal wisata Sungai Mahakam itu. Formulasinya memang belum padu. Karena misalnya, untuk menjangkau SKM dari muara sampai Bendungan Benanga. Dibutuhkan kapal berukuran kecil. Hanya saja syarat utama wisata susur sungai versi HPI adalah adanya kapal yang representatif. Kapal yang bisa memberi rasa aman dan nyaman pada wisatawan. Untuk prospeknya, ia bilang kalau kalangan pelajar dan wisatawan asing adalah segmen yang paling tepat. Dikemas dalam wisata edukasi. “Sangat bisa untuk wisata edukasi. Karena HPI itu di setiap tur, kami selalu berdiri menjelaskan. Kami bisa informasikan panjang sungainya. Berapa anak sungainya. Lalu misal Pasar Segiri itu dibangun tahun berapa, dan lain sebagainya,” tuntasnya.

Promosikan Apa Adanya

Berbeda dengan Syarifudin Tangalindo dan Awang Jumri yang menilai SKM dalam kondisi saat ini sudah bisa dijual. Ketua PUTRI Samarinda Dian Rosita memilih bersikap realistis. “Belum!” Dian menjawab tegas ketika ditanya potensi cuan dari SKM. “Kalau dari kaca mata destinasi. Ini bisa menghasilkan cuan. Tapi untuk sekarang, belum,” jelasnya. Wajar saja yang disampaikannya itu. Karena Dian sendiri selain sebagai ketua PUTRI Samarinda. Juga sebagai penglola Mahakam Lampion Garden. Dari mata seorang pemilik destinasi, kebersihan, kenyamanan, dan pengalaman pengunjung adalah faktor dasar. Tidak boleh dilanggar. Maka ketika melihat SKM dari tengah sungainya. Dian merasa SKM jauh dari kata siap untuk disebut sebagai destinasi wisata. “PUTRI melihat SKM ini. Kalau potensinya ada. Dan kita optimis. Kalau digarap bersama-sama pasti bisa,” ujar ibu dua anak ini. Menurut wanita asal Malang ini. Kekuatan pemerintah harus solid dan berkomitmen untuk memperbaiki segala hal yang ada di SKM. Karena membahas SKM ini tidak hanya tentang pariwisata saja. Tapi juga tentang kehidupan masyarakatnya. “Dijual dulu bisa. Tapi harus sambil diperbaiki,” tegasnya. Di luar itu. Dian yang dikenal suka mempromosikan banyak destinasi wisata di Kaltim pada koleganya itu, mau-mau saja menjual SKM. Tapi berbeda saat ia mempromosikan destinasi wisata. Di mana dia menjual apa saja indahnya. Apa bagusnya. Berbeda perlakuan saat menjual nama SKM. “Kalau mempromosikan sih pasti iya. Tapi kalau saya pribadi punya kriteria khusus. Dan tentu kalau promosi SKM ini. Saya akan bicara apa adanya. Apa bagusnya apa buruknya. Saya tidak mau menutup-nutupi sesuatu,” katanya. Soal wacana menjadi SKM sebagai wisata edukasi, Dian mendukung saja. Selagi ada permintaan, kenapa tidak. Asalkan para wisatawan ini sudah tahu sebelumnya. Minimal berbekal informasi. Bahwa susur SKM itu tidak sama rasanya dengan susur sungai yang menawarkan kebersihan air dan keindahan panorama sekitarnya. “Kalau wajah kota kita mau dinikmati ya ayok. Tapi ya seada-adanya,” ungkapnya. Ditambahkan olehnya. Kalau asumsinya dijual dulu sambil diperbaiki. Itu bakal ada nilai tambah. Karena ada historisnya. Semisal ini kapan diperbaiki. Dulu bagaimana sekarang bagaimana. Jadi ada cerita menarik lainnya. Selain menceritakan apa saja yang ada di SKM saat ini. “Ada narasi, ada cerita, dan ada sejarah. Dan itu pun pariwisata,” pungkasnya. (ava/eny)
Tags :
Kategori :

Terkait