Penagihan Pajak Atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar

Minggu 31-01-2021,20:12 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Minggu ini kita membahas mengenai penagihan pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar. Sebelum masuk pembahasan baiknya kita mengurai pengertian dari penagihan dan hutang pajak itu sendiri.

Penagihan Pajak menurut Soemitro (1996:17), adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang pajak, khususnya mengenai pembayaran pajak yang terutang. Kemudian dijelaskan pula menurut Rusdji (2004:6), yaitu Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Wajib Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita. Sesuai perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tata Cara Penagihan telah diperbarui dengan terbitnya PMK Nomor 189/PMK.03/2020 tentang “Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar” pada 27 November 2020. PMK ini terdiri dari 10 bab dan 88 pasal. Dengan penetapan aturan ini, beberapa peraturan sebelumnya, yaitu KMK Nomor 563/KMK.04/2000, PMK Nomor 24/PMK.03/2008 dan PMK Nomor 85/PMK.03/2010, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ada yang membedakan PMK 189 Tahun 2020 dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yaitu:
  1. Pemberian tambahan kewenangan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sebagai Pejabat untuk Penagihan Pajak, yang sebelumnya hanya diberikan kepada Kepala Kanwil dan Kepala KPP (Pasal 2 ayat (2))
  2. Penambahan keterangan mengenai Tata Cara Penyitaan pada Lembaga Jasa Keuangan Sektor Perasuransian, Lembaga Jasa Keuangan Sektor Pasar Modal, dan Lembaga Jasa Keuangan Sektor lainnya. Aturan sebelumnya hanya mengakomodir Tata Cara Penyitaan pada Lembaga Jasa Keuangan Perbankan.
  3. Penjelasan lebih rinci mengenai kelompok dan urutan Penanggung Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (Pasal 6) dan Penanggung Pajak bagi Wajib Pajak Badan (Pasal 7) berupa PT (Pasal 7 ayat (2) huruf a), BUT (Pasal 7 ayat (2) huruf b), Persekutuan Komanditer (Pasal 7 ayat (2) huruf c), Persekutuan Perdata dan Persekutuan Firma (Pasal 7 ayat (2) huruf d), Koperasi (Pasal 7 ayat (2) huruf e), Yayasan (Pasal 7 ayat (2) huruf f), Kerja Sama Operasi (Pasal 7 ayat (2) huruf g), Badan lainnya (Pasal 7 ayat (2) huruf h), dan Satuan Kerja Instansi Pemerintah (Pasal 7 ayat (2) huruf i).
Sesuai  Pasal 2 PMK 189 Tahun 2020,  penagihan dilakukan kepada Wajib Pajak yang tidak melunasi Utang Pajak yang masih harus dibayar setelah lewat jatuh tempo. Atas Utang Pajak tersebut, Wajib Pajak dapat mengangsur atau menunda pembayaran Utang Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Utang Pajak tersebut meliputi jenis pajak: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Penjualan, Bea Meterai, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang meliputi sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya. Dan jika Wajib Pajak tidak mengajukan penundaan atau pengangsuran Utang Pajak, atas utang pajak yang belum dibayar, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sesuai Pasal 4 PMK 189 Tahun 2020, terdiri dari:
  1. Pejabat menerbitkan Surat Teguran setelah lewat waktu 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran Utang Pajak, dalam hal Wajib Pajak tidak melunasi Utang Pajak.
  2. Apabila setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal Surat Teguran disampaikan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak, Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.
  3. Apabila setelah lewat waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak, Pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan Penyitaan dan Jurusita Pajak melaksanakan Penyitaan terhadap Barang milik Penanggung Pajak. Dalam hal Penyitaan dilakukan terhadap harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain, Pejabat melakukan permintaan pemblokiran terlebih dahulu.
  4. Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan Penyitaan, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan pengumuman lelang atas Barang sitaan yang akan dilelang.
  5. Apabila setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, Penanggung Pajak belum melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, Pejabat melakukan penjualan Barang sitaan Penanggung Pajak melalui kantor lelang negara atau menggunakan, menjual, dan/ atau memindahbukukan Barang sitaan.
  6. Pejabat dapat mengusulkan pencegahan atas tindakan lelang, penggunaan, penjualan dan/atau pemindahbukuan yang dapat dilakukan setelah tanggal Surat Paksa diberitahukan tanpa didahului penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan, pelaksanaan penyitaan, atau penjualan barang sitaan, dalam hal:
  • Objek Sita tidak dapat ditemukan;
  • Utang Pajak sebagai dasar penagihan pajak mendekati kedaluwarsa penagihan;
  • Berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
  • Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
  • Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit.
  1. Dalam hal terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan Pencegahan, Penyanderaan dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak dalam jangka waktu paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa Pencegahan atau berakhirnya masa perpanjangan Pencegahan. Penyanderaan dapat dilakukan setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan, dalam hal:
  • Utang Pajak sebagai dasar penagihan Pajak mendekati kedaluwarsa penagihan;
  • Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk lainnya; atau
  • Terdapat tanda-tanda kepailitan dan/ atau dalam keadaan pailit
Sesuai Pasal 8 PMK 189 tahun 2020, juru sita pajak dapat melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus berdasarkan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus yang diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran; tanpa didahului Surat Teguran; sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran disampaikan; atau sebelum penerbitan Surat Paksa apabila:
  1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
  2. Penanggung Pajak memindahtangankan Barang yang dimiliki atau yang dikuasai untuk menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia;
  3. Terdapat tanda-tanda bahwa Badan akan dibubarkan, digabungkan, dimekarkan, dipindahtangankan, atau dilakukan perubahan bentuk lainnya;
  4. Badan akan dibubarkan oleh negara;
  5. Terjadi Penyitaan atas Barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga; atau
  6. Terdapat tanda-tanda kepailitan.
Tindakan penagihan akan dihentikan apabila Penanggung Pajak telah melunasi Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, keluarnya dasar Putusan Pengadilan atau Putusan Menteri, dan terdapat kondisi tertentu lainnya seperti Penanggung Pajak menyerahkan barang lain yang nilainya paling sedikit sama dengan Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, Penanggung Pajak dapat membuktikan bahwa dalam kedudukannya tidak dapat dibebani Utang Pajak dan Biaya Penagihan Pajak, harta kekayaan digunakan untuk kepentingan umum dan hak untuk melakukan penagihan telah kedaluwarsa. (*)    
Tags :
Kategori :

Terkait